“Hem, katakan terimakasih nanti saat kamu sudah bisa mengalahkan seorang sendiri,” ucap Damian dengan menyenderkan badannya di depan pintu.
Tanpa terasa mereka sudah sampai di depan kamar asrama milik Dara. Dengan sekali gesekan pada kartu kamar yang hanya di miliki oleh pemilik kamar. Dara masuk duluan di ikuti oleh Damian. Benar saja perasaan tercengang langsung saja Damian nampakkan. Melihat beberapa rak yang sudah sebagian penuh dengan buku milik Dara.
“Kamu membuat perpuastakaan sendiri?” celetuk Damian sesaat masuk ke kamarnya. “OH! Kasur perempuan!” ujar Damian tanpa pikir Panjang langsung melompat di Kasur milik Dara.
“DAMIAN! Lepas sepatu mu!” kata Dara langsung menarik kaki Damian agar menjauh dari kasurnya.
Helaan napas sesaat dari Dara. Dia membuat minuman dengan membuka mini kulkas dalam kamarnya. Mengambil juga Sebagian cemilan untuk di suguhkan. “Kamu suka jus Damian?” tanya Dara membuka pembicaraan.
“Cola,” balas Damian singkat tanpa mengubah posisi tidurnya di Kasur milik Dara.
“Terlalu banyak gula.”
“Orang bodoh mana yang memikirkan gula di minuman mereka,” sela Damian dengan merubah posisi menjadi duduk malas di tepi ranjang.
“Saya, diabet Damian diabetes,” jawab Dara memberikan satu gelas jus untuk Damian.
“Jika tidak ada jangan menawarkan,” balas Damian mengambil jus dari tangan Dara.
Keduanya saling berbicara, tanpa sadar William mengamati dari kejauhan. Menatap Dara dan Damian yang makin dekat. Beberapa orang berkumpul dalam ruangan yang sama dengan Damian. Sembilan naga berkumpul tepat dengan William ada di depan mereka.
“Jadi bagaimana? Sampai mana,” tanya William mulai membuka diskusi singkat antara mereka.
“Tak banyak yang terjadi, dia pergi bahkan Dara tak masuk kelas saat ini. Ini hal yang aneh Dara adalah anak yang paling rajin di kelas,” jelas seorang laki-laki yang tak asing lagi, Tery.
Tery ternyata secara tidak langsung adalah bawahan dari Willam. Memang bukan pendamping melainkan bawahan. Saat Tery menjadi pendamping, maka dia tidak bisa memiliki pendamping. Apalgi sebuah ikrar membuat jelas siapa yang pemimpin ataupun pendamping. Willam menjadikan Tery sebagai mata-mata sembilan naga.
Ketukan jari William dengan tatapan datar pada Tery. “Mengecewakan Tery, kamu adalah kandidat terkuat di sini tapi kamu gagal dalam sekali serangan?” pertanyaan William langsung memojokkan Tery.
“Aku tidak tau jika Damian akan bermain seperti itu,” jelas Tery membela dirinya.
Terlihat jelas jika William yang diam seolah menolak apa yang Tery ucapkan. Tatapannya datar seolah tidak percaya. Di sisi lain, Zoya merasa di rugikan di sini. Dia datang dengan Tery sengaja untuk meminta bantuan William. Tanpa di sangka sebelum bisa mengatakan banyak hal dia di buat bungkam karena tatapan William.
Hal yang Zoya pikirkan jika menjadi pendamping Tery dia akan mudah untuk naik pangkat, mencoba untuk menjadi pendamping sembilan naga. Tanpa di sangka dia malah terpojokkan dengan cara yang sangat aneh.
“William, ba-”
“Tutup mulut mu! Aku berusaha setenang mungkin untuk kamu yang berani datang kemari. Curang? Kamu bahkan menggunakan hal kotor untuk melawan orang sekelas Dara!” teriak Damian langsung memotong ucapan Zoya. “Siapa yang bilang jika dirinya tidak akan menjadi beban? Kamu yang menawarkan diri bukan? Memalukan,” lanjutnya.
Aura marah tidak bisa William sembunyikan, saat ini pikirannya kacau. Ini adalah awal perjalanan tapi salah satu pionnya sudah kalah dari seorang Damian. “EL!” teriak William dengan ucapan marah. “Bawa perempuan itu pergi, aku tak tahan lagi melihat wajahnya!”
“William! Kamu tak bisa membuang ku begitu saja!” teriak Zoya saat badannya di Tarik oleh seseorang anak laki-laki yang jauh lebih besar darinya. “Jika kamu membuangku, aku akan sebarkan rencana kamu bahkan wajah sembilan naga yang sebenarnya!” teriaknya lanjut.
William membuat sebuah kode dimana anak laki-laki bernama El itu menghentikan tarikannya pada Zoya. Perlahan William mendekati Zoya, tatapan manis William mengusap wajah Zoya lembut. Zoya terlihat senang, senyuman balik pada William. Usapan William menyeluruh pada wajah Zoya, lembut dan penuh kasih sayang.
“Zoya, jika kamu melakukan itu aku pastikan akan membuat kamu tidak bisa ada di sekolah manapun, atau bahkan menghilang ke tempat di mana semua orang akan melupakan mu,” ucapan lembut William dengan senyuman ketenangan. Lain hal dengan mata William yang membuat Zoya bungkam.
“Tidak, kamu tak bisa melakukan itu,” jelas Zoya dengan perasaan gemetar mencoba untuk tetap tenang.
“HEEM, saya bisa mau mencobanya.”
Anggukan kecil William langsung membuat El kembali membawa Zoya. Dia menarik tangan Zoya kuat, teriakan Zoya terus menggema di sana. Meminta tolong, memohon, dan maaf terus Zoya lakukan hingga peralahan suaranya memudar dan hilang.
William Kembali ke tempat duduknya, terlihat Tery yang masih mematung di sana. “Kamu, untuk sementara aku tidak akan memberikan mu pendamping dulu, benar saja rencana sempurna jika di lakukan secara perlahan. Tunggu sampai aku berikan pendamping baru,” jelas William.
“Baik William.”
“Terus awasi Dara tanpa mengundang kecurigaan, paham?”
“Saya paham."
“Bagus, tak mungkin aku menjelaskannya lagi. Sekarang pergi, kamu sudah cukup mengecewakan hari ini.”
Ujar William sesaat membuat Tery langsung pergi dari sana. Gertakan rahang William melihat kearah kamar Dara Kembali. Di sana terlihat Damian yang masih tengkurap dengan Dara yang berbicara. Terlihat keduanya yang sama-sama membaca buku. Terlihat Dara dan Damian yang mulai berbicara nyaman antar keduanya.
“Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya,” tanya seorang anak laki-laki lain pada William.
Terlihat nada bicaranya sangat lambat, ketukan jari Damian sesaat lantas membalikkan badannya. “Kamu, lanjut saja ini harus semakin di percepat jika ingin menang,” ucap Damian.
Itulah kenyataannya. Saat kita ingin bertahan di sekolah ini, membunuh atau di bunuh. Hukum alam berlaku, yang kuat lah yang akan bertaham. Dengan sistem Game For Life membuat anak-anak kreatis menciptakan permainan sendiri, belum lagi dengan taktik membuat anak-anak lebih fokus pada apa yang mereka lakukan dan membuat mereka menang.
Keesokan harinya Dara pergi ke kelasnya seperti biasa. Hal yang membuat Dara tak suka saat dia di tatap remeh oleh anak-anak sekelas mereka. Bagaimana tidak, kredibilitas kelas di lihat dari kekuatan ketua kelas mereka. Tery, sudah di kalahkan Damian dalam sekejap permainan dan itu di bantu Dara.
“Bagaimana rasanya? Menjadi seorang pengkhianat kelas merupakan hal yang sangat menyenangkan, bukan? Bagaimana kemarin? Menyenangkan?” sebuah gema dari seorang perempuan membuat Dara menghentikan langkahnya. Di saat yang sama, banyak anak lain yang mengelilingi Dara.
“ZOYA?” Gumam Dara perlahan saat melihat Zoya yang menghadang dririnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments