"Jika kamu menginginkan Dara ambil saja! Dia tak lebih hanya alat!" teriak salah satu di antara mereka. "Jika kamu mau ambil saja! Tapi jangan ganggu aku," lanjutnya.
Mendengar namanya di sebutkan lantas kaki Dara melemas. Dia berjongkok, bersembunyi di antara bayangan pohon di taman. Tangannya sontak menutupi bibirnya menahan agar tidak ada suara yang keluar dari sana.
"Kita memiliki masalah Damian, bahkan sebelum di sini. Kamu yang menariknya dalam masalah," jelas yang lain.
Suara itu jelas, William. Beberapa kali Dara berbicara dengan William, tentu saja itu membuat Dara hafal bagaimana suara William. Damian, satu kata itu yang menjadi sorotan Dara. Banyak sekali masalah ini semuanya karena rivalitasnya dengan William.
"Aku tau, beberapa tikus di sana mungkin mendengar kita," balas Damian kembali.
Napas Dara semakin memburu sadar akan posisinya yang di ketahui oleh Damian. Bukannya pergi, Dara malah semakin menetap. Tak ada suara apapun setelah itu, tak ada perbincangan kembali antara William ataupun Damian.
Sesaat Dara menaikkan kepalanya, melihat apakah dua orang itu masih ada si sana atau tidak. "Apa yang kamu lakukan," suara bass Damian sontak membuat Dara meremang terkejut.
"Da-damian!"
"Lama tak bertemu, sekalinya bertemu menjadi penguntit. Katakan, apa yang kamu dengar," ucap Damian memojokkan Dara.
"Saya tak mendengar apapun!" kata Dara dengan teriakan lantas menjaa jarak dari Damian. Berharap dia bisa selesai, malah tubuh Dara bertabrakan dengan William yang sudah ada di belakangnya.
Entah bagaimana dia langsung memeluk pundak Dara membuatnya tak bisa pergi kemanapun. "Bukankah terlalu kasar Damian, sudah saya bilang jaga attitude mu di sini juga!" ucap William.
"Ck! Sudahi drama kamu William," ujar Damian menatap mereka tak suka. Saat itu Dara melihat Damian yang benar-benar berbeda. Memang Damian pernah marah padanya, saat itu wajahnya nampak benar-benar marah.
Dengan napas yang masih coba untuk dia netralkan. Wajahnya seperti menyembunyikan sesuatu, cemas terlihat jelas dari raut wajah Damian yang coba dia sembunyikan.
"Kamu selalu seperti itu, tak berubah."
"Ini adalah salah satu dari rencana kamu William! Kamu mencoba agar Dara lewat sini bukan!"
"Tidak, tapi sepertinya dia harus tau sesuatu," jawab William singkat dan tenang.
"Tunggu, dengar saya hanya ingin berjalan-jalan lalu kalian ada di sini saya tak ada hubungan apapun lagi. Sekarang izinkan saya pergi, lagipula saya tidak mendengar apapun!"
"Kamu tak ingin mendengar penjelasan Damian?" pertanyaan yang keluar dari William membuat Dara langsung mematap Damian dalam.
Damian masih diam menatap keduanya dengan posisi yang masih sama. "Aku tak perlu menjelaskan apapun," jawaban dari Damian sembari membuang mukanya.
"Baiklah jika kamu pikir tak perlu menjelaskan apapun, selamat malam Dara sampai jumpai besok," ucap William melepaskan pelukannya pada pundak Dara lantas pergi dari sana.
Dara masih bingung dengan apa yang terjadi meninggalkan keheningan antara dua orang di sana. Dara menatap Damian yang masih diam di depannya, tanpa pikir panjang dia langsung pergi dari sana.
"Kamu tidak tanya apa yang terjadi?" tanya Damian sesaat Dara akan pergi dari sana.
"Tak ada yang perlu di jelaskan, begitulah yang kamu katakan? Apakah William yang membuat kamu cemas dari tadi Damian?" pertanyaan balik. yang Dara lakukan.
Wajah Damian sontak menjadi terkejut. Tatapan terkejut itu tak berlangsung lama saat senyuman tipis dari bibirnya. "Oh? Sepeka itu kamu, baguslah tidak perlu ada yang di jelaskan," ucap Damian langsung pergi dari sana.
"Ayolah, apakah tidak ada hal baik yang terjadi di sini. Ini barulah SMA, tapi kalian berbicara seolah politik saja," gumam Dara.
Tak ada yang terlalu aneh kecuali teman kelasnya yang masih senang saja berpesta di saat banyak masalah akan kelas mereka. Pagi hari tiba, seperti biasa Dara pergi ke kelasnya. Hal yang aneh saat para siswa melihat ke arah mereka.
"Dara," panggil seseorang dari belakangnya. Tentu saja nada yang sudah Dara paham sebelumnya, William.
"William, bukankah terlalu sering kita bertemu?"
"Tadi malam saya sudah bilang, kita akan bertemu," jelas William.
Sesaat kemudian William langsung mengangkat tangan Dara. Tak terlihat tanda ikrar di sana. Entah bagaimana, ikrar yang semula ada menetap seperti tato bewarna hitam.
"Ikrar kamu hilang, kamu bukanlah anak akademi ini lagi kamu di keluarkan," jelas William.
"Mana Mungkin!" teriak Dara terkejut.
"Ya, mungkin kamu harus bertanya pada pemimpin dari partner kamu."
Damian di sana, tepat di belakang William. Wajahnya pucat bibirnya terbuka tapi tidak ada suara yang keluar dari sana.
"Damian?" pertanyaan Dara juga kebingungan.
"Maaf," ucap lirih Damian.
Entah bagaimana Dara seolah tau apa yang terjadi. Pikiran tadi malam yang tidak terlalu Dara perhatikan jika mereka telah membuat perjanjian. Dengan anak-anak yang melihat ke arah Dara sebagai orang yang menjadi taruhannya.
"Damian, kamu melakukannya lagi?" tanya Dara.
Ingatan Dara di awal saat Damian mempertaruhkan dirinya saat melawan Tery. Saat Damian mempertaruhkan dirinya dengan Zoya. Itulah titik balik Zoya dan mulai dikeluarkan.
"Damian apa yang kamu lakukan! Kamu berjanji tak akan melakukannya lagi!" teriakan Dara ingin langsung menghampiri Damia. Hal yang tidak Dara perhatikan sebelumnya, William malah menahan Dara agar tidak mendekat pada Damian.
"Kamu tau sekali Dara jika peraturan di sekolah ini tidak boleh saling menyakiti sesama warga sekolah, sayang sekali kamu bukanlah warga sekolah jadi kamu juga tidak boleh masuk kelas," jelas William.
Hal yang tidak pernah Dara duga dia akan di keluarkan dengan cara yang sangat aneh. Jangankan untuk dirinya sendiri, bahkan untuk teman sekelasnya dia berusaha keras agar tidak ada yang di keluarkan. Lain hal saat ini dia di keluarkan karena ulah partnernya sendiri.
"Ini tidak adil, aku selalu berusaha keras kenapa tidak ada yang peduli dengan saya," ucap Dara terakhir benar-benar pergi dengan menahan air matanya.
Dara membuka ponselnya, bagaimana dia tak sadar saat namanya menjadi highlight di mading sekolah. Dara lupa, dia bukan lagi warga sekolah membuat akunnya sementara di tangguhkan.
Terburu-buru Dara masuk ke kamar asramanya. Dengan tangan gemetar mencari nomor orang tuanya. Tangisan Dara tak bisa dia tahan lagi. Dengan ponsel yang sudah Dara rasakan basah karena air matanya sendiri. Dering ponsel menandakan jika dia mulai terhubung untuk memulai pembicaraan.
"Ibu...." ucapnya dengan nada gemetarnya.
"Sayang? Kenapa?" pertanyaan balik dari Maria.
Entah kenapa Dara benar-benar tak bisa mengatakan apapun. Hanya bisa menangis hal yang jarang Dara lakukan, bahkan dia lupa kapan terakhir kali menangis. Ingatan itu kembali saat saat dia di rundung di kelasnya. Saat itulah dia menangis, sudah lama sekali hingga hari ini.
"Tenang saja, ini hanyalah sementara."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments