“Topik kapa yang akan kita bicarakan untuk minggu ini Mrs.” tanya Tery langsung setelah Elanor beberapa saat berdiam diri.
“Ya, tentu saja tentang masalah kalian. Beberapa dari kalian cukup pasif dalam permainan, tapi bukan itu masalah utamanya,” ucapan Elanor terhenti saat dia membagikan nilai siswa di papan tulis. “Salah satu dari kalian tidak lulus satu mapel, kaliam tau jika tidak lulus maka kalian semuanya juga tak akan naik.”
Semuanya langsung melihat papan tulis. Terlihat satu nama di sana dengan satu mapel merah di bawah rata-rata. Tak ada remedial, membuat kelas ini tak ada kesempatan kedua. Dara melihat jelas, namanya ada di posisi pertama dengan perolehan tertinggi, meskipun secara level permainan kurang tapi itu cukup untuk naik kelas.
“Mrs. Elanor, apa yang harus kami lakukan untuk itu?” tanya Tery langsung. Perasaan cemas tak bisa Tery sembunyikan jika dia takut apalagi posisinya sebagai ketua kelas menjadikan beban barat ada di pundaknya.
“Mana saya tau, kalian pikir mendapatkan fasilitas ini semuanya untuk apa? Hanya bersenang-senang? Nikmatilah sendiri,” jawab Elanor seperti tak peduli.
“Bukankah ini tak adil?” jawab Dara yang merasa cemas juga.
Dia selalu dapat rangking pertama, mana mungkin sekarang karena satu orang.
Senyuman miris di tampilkan Elanor, dia benar-benar tak peduli. Gebrakan meja dia lakukan, lantas tersenyum pada Dara. “Lalu? Sudah berapa lama kalian di sini, kalian menikmati tanpa melihat realita, inilah realita sayang inilah keadilan,” jawab Elanor. “Baiklah, sekarang sudah selesai, kalian boleh pulang dan nikmati neraka kalian,” lanjut Elanor langsung pergi dari sana.
Pulang sekolah harusnya adalah hal yang menyengkan, tapi sekarang berbalik menjadi hal yang sangat menekan. Beberapa anak kelas memojokkan Dariel, dia adalah anak yang tak lulus di satu materi pelajaran. Anak yang kasar dan juga keras kepala. Dara tau hanya dengan melihat, masa SMP Dariel itu seperti anak yang tak terurus. Dia pikir melakukan kesalahan akan menjadi keren khususnya di hadapan anak perempuan.
Tery juga di cecar beberapa orang. Sebagai ketua harusnya dia tau permasalahan seperti ini. Jangankan Tery, Dara bahkan tak tau. Dia yang selama ini mempelajari tentang sekolahan seolah tabu akan peraturan tak tertulis itu.
“Apa, apa yang seharusnya aku lakukan,” gumam Dara mencoba untuk mencerna apa yang terjadi.
Dara menutupkan matanya, melihat sekilas saat Dara mempelajari beberapa trik dari buku yang di berikan Damian sebelumnya.
“Tunggu, apa yang kamu kata? Semuanya bisa di selesaikan dengan permainan? Mana ada, saya sudah baca tak ada peraturan seperti itu,” tanya Dara saat dia kebingungan dengan ucapan Damian tentang peraturan sekolahan.
Dara seolah tau semuanya, sudah meluangkan banyak waktu untuk membaca buku tentang sekolah ini. Masalah apapun, Damian mengatakan jika kamu ada masalah dengan guru dan ingin protes maka kamu harus memenangkan permainan dengan guru itu. Cukup mengejutkan pasalnya Dara hanya tau jika permainan terfokus pada murid sekolah tidak menyangkut guru di sana.
Dengan cepat Damian langsung mengarahkan kartu yang dia pegang ke kepala Dara, menampilkan wajah anehnya. “Itulah kamu terlalu fokus sama buku, kamu tau sekolah ini tak sebaik itu. Jika tak percaya cobalah lain kali,” jelas Damian.
Sesaat Dara membuka matanya, bibirnya juga sama terbuka seperti menemukan jawaban yang selama ini dia kira. “Semuanya bisa di selesaikan dengan permainan,” gumam Dara.
Sesaat Dara beranjak dari tempat duduknya membuat anak-anak yang tengah bergaduh menatap ke arahnya. “Tery, bisa tolong ikut aku sebentar?” tanya Dara melihat ke arah Tery.
“Kemana?” tanya Tery balik.
“Menemui Mrs. Elanor,” jawab Dara singkat langsung pergi tanpa mengucapkan apapun lagi.
Tery yang penasaran dengan apa yang Dara lakukan langsung mengikutinya. Jalan Dara cepat tak seperti biasanya. “Kenapa Dara? Kamu ada rencana apa?” tanya Tery langsung sembari mengikuti Langkah Dara.
“Damian kata semuanya bisa di lakukan dengan permainan, mungkin kita bisa menantang Mrs. Elanor akan hal itu. Tapi aku tak ada hak untuk hal itu, jadi aku membutuhkanmu,” jelas Panjang Dara sembari membuka ponselnya. Dara tengah melihat dia harus menggunakan statistik yang mana, dimana dia juga paham dan menurut guru adalah permainan yang aneh. “Mrs. Elanor pasti menginginkan hal yang besar, aku butuh bantuan kamu jika kemungkinan dia menginginkan diri kita sebagai taruhannya,” lanjut Dara.
Sesaat dia berjalan menyadari jika Tery berhenti. Tak perlu waktu lama bagi Dara untuk menyadari hal itu. “Tery?” tanya Dara saat Tery masih berdiam di belakangnya. “Apa yang kamu lakukan, ayo kita bergegas,” lanjut Dara.
“Apa maksud kamu dengan diri kita sebagai taruhannya,” tanya Tery menatap Dara cemas.
“Pada awalnya saya akan menawarkan uang, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menaikkan level jika nanti Mrs. Elanor ingin mengalalahkan kita dengan diri kita sendiri sebagai tawarannya,” jelas Dara.
Keduanya sama-sama berdiam, Tery yang mulai ragu dengan mempertaruhkan dirinya.
“Jika seperti itu, kemungkinan kita akan di keluarkan Dara,” jawab Tery.
“Kamu takut Tery?”
“Tidak.”
“Tapi kamu tak yakin. Memang mukin ini akan sulit, apalagi mengalahkan guru yang sudah berpengalaman. Tery apa bedanya nanti jika kita di keluarkan karena tak naik kelas atau ini, tapi saya lebih suka di keluarkan karena kalah taruhan daripada berdiam saja, jika kamu tak mau yasudah saya pergi sendiri,” jelas Dara Panjang.
Dara jujur mecasa kecewa dengan Tery, dia yang seharusnya menjadi ketua dan pemimpin malah berhenti tanpa melihat apa yang akan terjadi. Dara pergi ke ruang guru tapi tak menemukan Elanor di sana, beberapa guru mengatakan jika Elanor ada di roftoop.
Tanpa pikir Panjang Dara pergi dari sana, bergegas naik tangga. Dengan napas yang masih tersenggal melihat Elanor di sana. Bukan untuk makan malam ataupun hanya melihat pemandangan, Elanor tengah menghisap rokoknya.
“Mrs. Elanor?” Tanya Dara memastikan jika di depannya adalah orang yang kamu cari.
“Hmm? Dua puluh menit, cukup cepat Dara, hanya sendiri,” jawab Wanita itu.
Sesaat Elanor berbalik menampilkan senyuman puasnya. Banyak asap rokok yang keluar dari bibir ranum Elanor membuat Dara menyeritkan dahinya.
“Mrs? saya pikir tak pantas untuk merokok di area sekolah.”
“Apakah ada hal yang pantas atau tidak di lakukan Dara, kamu pandai sayang terlalu polos. Langsung saja, apa yang kamu mau di sini,” balas Elanor seolah tak peduli.
“Mrs. saya ingin menantang Mrs. untuk meloloskan Dariel,” jawab Dara.
“Hmph, apa keuntungannya bagi saya. Kamu hanyalah seorang pendamping, kamu juga tak ada pangkat di kelas. Jikapun aku menang, tak ada keuntungan besar.”
Sesuai dugaan Dara, Elanor tak begitu tertarik dengan tawarannya. Dara juga tak bisa menggandeng Tery untuk krmbali. Andaikan Damian ada, dia pasti melakukan hal yang sama demi kemenangannya.
“Jika begitu bagaimana dengan saya? Maaf saya terlambat, Mrs.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments