"Kamu pacaran sama sik Dika itu." Taran bertanya saat dalam perjalanan pulang.
Dibelakang Kasih mendengus, pasalnya sudah beberapakali dia bilang kalau Dika adalah teman satu kelasnya, tapi kakaknya itu terus saja menanyakan pertanyaan yang sama, itukan membuatnya jadi jengkel.
“Abang ini gimana sieh, kan sudah beberapa kali Kasih bilang kalau Dika itu teman kelas Kasih bang, bukan pacar, elah abang ini, pinter-pinter budek.”
“Tapi sik Dika itu suka sama kamu Kasih.”
“Suka apaan maksud abang.”
“Ya suka seorang laki-laki sama perempuanlah.”
“Cinta maksud abang.” Kasih menegaskan maksud kakaknya.
“Iya.”
“Hahaha.” Kasih malah tertawa, difikirnya apa yang dikatakan oleh kakaknya lucu apa.
“Kenapa kamu malah ketawa, emangnya ada yang lucu.”
“Iya, hahaha.” Kasih masih tertawa.
“Apa sieh yang lucu, heran deh.”
“Habisnya abang bilang Dika suka sama Kasih, ya hal itu gak mungkinlah bang.”
“Lho, apanya yang tidak mungkin Kasih, kamu itu cewek, Dika itu cowok, normalkan.”
“Ya jelas kalau hal itu normal abang.”
“Lha terus, kenapa jadi tidak mungkin coba kalau Dika suka sama kamu.”
“Masak abang tidak bisa melihat ketidakmungkinannaya sieh.”
“Coba jelaskan sama abang dimana letak ketidakmungkinannya.”
“Ishh abang ini ya, selain budek ternyata rabun juga.”
“Apa sieh maksud kamu adek.”
“Gini lho abangku sayang, Dika itukan cakep, nilai plusnya adalah, Dika itu berprestasi dalam bidang olahraga, khususnya adalah olahraga basket, dia itu sering banget lho membawa team basket sekolah kami keluar sebagai pemenang, nah, hal itu tentu saja membuat Dika banyak disukai oleh cewek-cewek disekolah Kasih bang, dan disini ya abang Kasih jelaskan, dari sekian banyak wanita yang menggandrunginya dan kebanyakan cantik-cantik semua, ya kayakny mustahil bangetlah kalau dia suka sama Kasih, Kasihkan kurang cantik.” Kata kurang disini artinya adalah kata jelek yang diperhalus.
“Meskipun banyak yang mau sama dia seperti yang kamu maksud barusan, kalau dia maunya sama kamu gimana.”
“Abang ini gimana sieh, sudah Kasih bilang itu gak mungkin, jangan bikin orang jadi kegeeran gini donk.” Kalau Dika beneran suka sama dia seperti yang dikatakan oleh kakaknya barusan, tentu saja Kasih sangat senang banget, pasalnya siapa sieh yang tidak suka ditaksir oleh cowok cekep, idola sekolah lagi, wajah cakep Dikakan bisa dipamerin kemana-mana, bisa dibawa jalan-jalan ke mall, ke kondangan, pesta ulang tahun, intinya Dika tidak akan malu-maluin deh untuk dibawa kemana-mana, tapi yang Kasih lupakan disini adalah, mungkin Dikalah yang malah malu jalan sama dia.
“Mendengar kata-katamu itu sepertinya kamu itu senang ya kalau sik Dika itu menyukaimu.”
“Ya senanglah abang, siapa sieh yang tidak senang ditaksir sama cowok cakep.”
“Belajar dulu yang benar, jangan yang difikirin malah cinta-cintaan.”
“Abang ini gimana sieh, itukan hal yang wajar abang, apalagi dimasa-masa seperti ini, untuk semangat belajarnya kita itu butuh vitamin lho abang, dan vitaminnya itu bernama pacar.”
Taran hanya menggeleng mendengar jawaban sang adik, "Kamu ini, bisa saja ngejawabnya."
“Jadi bang, menurut abang, Dika itu suka ya sama Kasih.” Meskipun tadi sempat bilang kalau hal tersebut tidak mungkin, tapi kok dia rasanya ada sedikit harapan ya, sedikit banget sieh gak banyak.
"Yang abang lihat sieh gitu."
"Dari mana abang tahu."
"Abangkan juga laki-laki, ya abang tahulah ciri-ciri laki-laki yang jatuh cinta sama cewek."
"Gitu ya, semoga saja Dika beneran suka sama aku, pasti bangga bangetlah aku kalau sampai pacaran dengan cowok tampan."
"Ishhh kamu ini, sudah abang bilang belajar yang bener dulu, baru saat lulus baru boleh pacaran."
"Punya pacar atau enggak, nilai Kasih ya segitu-gitu doank abang, tidak berpengaruh sama sekali, emang kayak abang yang emang udah pintar sejak lahir."
"Makanya belajar doank Kasih agar kamu pinter, kamu fikir abang pinternya instan apa, abangkan rajin dan giat belajarnya makanya bisa masuk kedokteran begini."
"Ogah ahh, kalau belajar terus, aku bukannya pinter, malah rambut aku nanti jadi pada rontok semua deh." balasan yang hanya diucapkan Kasih hanya dalam hati saja, karna kalau sampai dia mengatakan kalimat tersebut, bisa dipastikan dia bakalan diomelin oleh sang kakak.
*****
SetelahnTaran mengatakan kalau Dika menyukainya, Kasih agak gimana gitu sekarang sama Dika, dia jadi agak malu-malu dan salting juga saat berpapasan dengan Dika, kadang juga saat didalam kelas, Kasih sering curi-curi pandang kepada Dika, dia selalu mengagumi betapa tampannya Dika dan fakta tersebut selalu membuat Kasih tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh kakaknya.
"Emang iya Dika suka sama gue seperti yang dikatakan oleh abang Taran." kalimat yang selalu dia katakan berulangkali dalam hati yang kemudian dengan segera dia bantah langsung, "Ahh, gak mungkinlah Dika menyukai gue yang wajahnya biasa saja, Dika tampan begitu, pasti seleranya yang seperti Adell." Adell adalah salah satu gadis cantik dan populer di SMA PERTIWI, dan menurut Kasih, Dika yang tampan dan populer memang cocoknya sama Adell.
"Heiii." Ria menepuk lengan Kasih yang sejak tadi diam-diam curi pandang pada Dika, sejak tadi Ria memperhatikan tingkah sahabatnya itu.
"Apaan sieh."
"Sejak tadi gue perhatiin lo itu terus ngelirik Dika mulu deh, ada apaan sieh, ada yang aneh ya dengan tuh anak."
"Gak ada." bohongnya, dia tidak mungkin mengatakan apa yang telah diucapkan oleh kakaknya, takutnya nanti Ria mengatakan kalau dia kegeeran lagi karna Kasih memang mengharapkan apa yang dikatakan oleh kakaknya itu beneran terjadi.
"Terus kenapa lihat-lihat ke arah Dika."
"Ya kebetulan saja gue lihat ke arah sana saat gue menghadap ke arah belakang."
"Owhhh." gumam Ria percaya begitu saja dan tidak mencecar sahabatnya itu lagi, karna selama ini memang Kasih tidak pernah menunjukkan kalau dia suka sama Dika.
*****
Dika yang sejak tadi mengetahui kalau Kasih curi-curi pandang ke arahnya bertanya-tanya dalam hati.
"Kasih kenapa, kenapa sejak tadi dia lihatin gue terus, apa ada yang salah dengan gue, atau abangnya meminta dia untuk ngejauhin gue." Dika jadi berfikir macam-macam, tidak terfikirkan oleh Dika kalau Kasih meliriknya karna sekarang ada benih-benih harapan yang sudah mulai tumbuh dihatinya Kasih.
"Tapi masak iya abangnya itu meminta Kasih untuk ngejauhin gue, apa gue tidak masuk kualifikasi apa sebagai pacarnya Kasih, gue gak kurang ajar kok, gue juga sopan sama Kasih." Dika terus saja berpraduga-praduga dalam hatinya sampai Romeo menyenggol lengannya.
"Dikk."
"Paan."
"Pinjem pr matematika elo donk, gue belum ngerjain nieh, ntar pak Top marah lagi."
Dika bahkan tidak ingat sama sekali kalau ada PR, dia baru ingat saat Romeo menyebut-nyebut tentang PR dan ingin meminjam PRnya.
"Duhhh." Dika menepuk keningnya pelan, "Gue lupa lagi kalau ada PR Rom."
"Yahh, padahal gue mengharap untuk mendapat contekan dari elo."
"Kasihh, woee Kasihhhh." Romeo berteriak memanggil Kasih.
"Kenapa lo manggil Kasih."
"Ya minjem contekanlah, mau ngapain lagi."
Kasih yang mendengar namanya dipanggil otomatis menoleh kebelakang, dan tepat manik matanya bersitatap dengan netra coklat tua milik Dika yang membuat Kasih jadi salting, dia buru-buru membuang pandangan, takut kalau Dika mengetahui tentang perasaannya yang sedikit demi sedikit sudah mulai terebentuk.
"Woee Kas, pinjem PR matimatika elo donk."
"Ishh dasar pemalas, kerjaannya nyontek mulu, gak pernah mau ngerjain." desisnya, tapi meskipun begitu, Kasih membuka resleting tasnya untuk mencari buku PRnya.
Romeo bangkit dari kursinya dan berjalan menuju bangku yang diduduki oleh Kasih.
"Neihh."
Wajah Romeo terlihat berbinar-binar saat Kasih memberikan buku PRnya seolaah-olah dia baru saja mendapatkan hartu karun berharga.
"Aman kita Dik." lisannya sembari menoleh ke arah Dia dan mengipas-ngipaskan buku tersebut ke wajahnya.
Dika mengacungkan kedua jempolnya.
"Terimakasih banyak Kasih, elo emang sahabat sejati gue."
"Makanya lain kali ngerjain donk Rom, kapan pinternya elo kalau kerjaan lo nyontek mulu." duhh Kasih, paling bisa deh kalau menasehati orang lain, padahal mah dia sendiri juga malas tuh belajar, tumben aja dia ngerjain pr, biasanya juga dia nyontek sama Ria.
"Iya, besok-besok janji dah gue gak bakalan nyontek." janjinya.
"Ntar pas istirahat, gue teraktir elo deh dikantin, kemarinkan gak jadi."
"Hmmm, oke."
Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Romeo kembali ke mejanya sembari mengacungkan buku PR tersebut pada Dika.
"Aman kita Dik dari omelan pak Top."
****
Begitu bell istirahat berbunyi, Romeo berkata, "Dik, lo mau gabung gak sama kita."
"Kita." ulang Dika tidak mengerti, "Maksudnya."
"Gue mau traktir Kasih dan Ria, gabung yuk sama kita." ajaknya.
"Hmmm, oke." jawab Dika mengiyakan, dia juga ingin lebih dekat dengan Kasih donk.
"Ayok Kas, Ria." seru Romeo begitu tiba didekat mejanya Kasih.
"Ay…." kata-katanya langsung kembali tertelan saat melihat Dika berada dibelakang Romeo, laki-laki itu tersenyum tipis kepadanya yang membuat Kasih jadi salah tingkah dan gugup.
"Ihh anjirr, kenapa Dika ikut sieh." sejak Taran mengatakan kalau Dika menyukainya, sejak saat itulah Kasih tidak pernah bisa bersikap biasa pada Dika, bawaannya salting melulu, Kasihka jadi takut juga kalau Dika menyadari kalau dia sudah mulai suka sama Dika.
"Iya Rom." Ria yang menjawab.
"Ayok Kas." ajak Ria saat sahabatnya itu masih betah duduk ditempatnya dan tidak beranjak sedikutpun.
"Ahh iya."
Sementara Romeo dan Dika berjalan didepan, Kasih dan Ria berjalan dibelakang, dari belakang Kasih bisa memperhatikan bahu lebar Dika dari belakang.
Ria yang melihat mata Kasih yang terus tertuju sama punggung Dika jadi berfikir, "Kasih kenapa sieh, dikelas dia juga curi-curi pandang sama Dika, dan sekarang dia malah merhatiin punggung Dika terus, gak mungkinkan kalau Kasih suka sama Dika." Ria mulai curiga.
Ria menyenggol lengan Kasih dan berbisik ditelinga sahabatnya itu, "Dilihatin terus, lo naksir ya sama Dika, hayo ngaku lo sama gue." Ria menggoda sambil mengedipkan matanya.
Kasih dengan capet menoleh ke arah sahabatnya itu dan membantah, "Apaan sieh lo, ya gaklah." jawabnya dengan berbisik pula.
Mendengar suara bisik-bisik, Romeo yang berjalan didepan menoleh ke belakang, "Apa yang kalian bisik-bisikkan."
Kasih dan Ria kompak menggeleng, "Gak ada kok Rom, hehe." jawab Ria.
Dika juga ikutan noleh ke belakang dan tatapannya langsung terarah pada Kasih yang kebetulan juga melihat ke arahnya, lagi dan lagi Kasih jadi salting.
"Duhh, kok gue jadi kayak gini sieh sekarang, padahal kemarin gue biasa-biasa saja, ini gara-gara abang Taran nieh." keluh Kasih dalam hati, "Coba saja abang tidak bilang kalau Dika suka sama gue, gak bakalan kayak ginikan kejadiannya, sekarang mau ngapa-ngapain jadi susah."
Dikantin juga semuanya tidak lebih baik, apalagi Kasih duduk berhadapan dengan Dika, Kasih jadi sangat malu menghadap depan dimana Dika persis ada didepannya, dia hanya pura-pura fokus pada makanannya.
"Duhh sialan, kenapa jadi tidak enak begini sieh sekarang."
Dika juga bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Kasih, sejak mengerjakan tugas bersama malam itu, Kasih jadi berbeda.
"Kasih kenapa sieh sebenarnya, jangan-jangan benar lagi kalau abangnya tidak membiarkan gue dan dia dekat-dekat begitu, makanya dia kayak menghindar gitu dari gue, lihat gue saja dia gak mau." suara hati Dika, Dika takut kalau apa yang dia fikirkan kejadian, oleh karna itu dia melafalkan doa seperti ini dalam hatinya, "Ya Allah, semoga apa yang hamba fikirkan terjadi, semoga saja abangnya Kasih tidak melarang Kasih dekat-dekat sama gue."
Sedangkan Romeo dan Ria sejak tadi ngoceh jadi bingung juga sieh melihat diamnya Kasih dan juga Dika, karna setahu Romeo dan juga Ria, dua orang itu bukanlah introvert pendiam yang kerjaannya hanya diam disaat kumpul-kumpul begini dan menjadi pendengar setia saja, hal itu tentu saja dipertanyakan oleh Ria dan juga Romeo dalam bentuk lisan.
"Kas, lo kenapa sieh, kok lo jadi pendiam gini, gak seperti biasanya deh."
Romeo turut menimpali, "Iya, lo juga Dika, kenapa diam-diam wae, ngomong apa kek gitu."
Ria nyahut lagi, "Jangan bilang lo berdua sakit gigi, yang benar saja, masak sakit giginya kompakan gini."
"Gue lagi malas ngomong." Kasih dan Dika kompakan saat mengatakan kalimat tersebut yang membuat kedua remaja itu saling melempar pandangan dan saling tersenyum satu sama lain.
"Dihh sejak tadi pada diem, saat buka mulut pada kompak lo berdua." ujar Ria.
"Pada sehati banget dah lo malas ngomongnya, apa jangan-jangan kalian ada rasa-rasa gimana gitu ya." Romeo menggoda sambil menaik turunkan alisnya.
Baik Kasih dan juga Dika hanya tersenyum tipis menanggapi candaan Romeo, bahkan Dika mengaminkan dalam hati, "Amin, semoga saja Kasih beneran ada rasa gitu sama gue."
"Apaan sieh lo Rom." Kasih jadi malu-malu, kok sekarang dia beneran berharap ya kalau dika juga memiliki rasa padanya.
"Akhh, kenapa sieh gue jadi berharap Dika suka beneran sama gue sekarang, ya gak mungkinlah, mana mau Dika sama cewek yang B aja kayak gue, orang cewek yang suka sama dia buanyakkkk banget, cantik-cantik lagi, bangun donk Kasih, jangan mimpi disiang bolong kayak gini." Kasih berusaha untuk meyadarkan dirinya, padahal kalau dia tahu, Dika memang sudah menyukainya sejak dulu, "Ini gara-gara bang Taran." Kasih kini kembali menyalahkan kakaknya itu.
"Cie Kasih malu-malu, cieeee." Ria ikutan menggoda.
"Apaan sieh Ria." Kasih jadi makin salting dah tuh.
Sementara Dika hanya tersenyum tipis menanggapi Romeo dan Ria yang menggoda dirinya dan Kasih.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments