Keesokan paginya, sebelum menaiki sepeda barunya, terlebih dahulu Kasih menatap sepeda yang dibelikan oleh Romeo dengan penuh kekaguman, dia tidak pernah menyangka, dibalik kecelakaan yang dia alami, ada hikmah besar yang dia dapatkan, hikmah berupa sepeda baru yang saat ini tepat berada dihadapannya, sepeda itu sendiri diantarkan sore kemarin oleh pihak toko.
"Dipandangin terus, gak mau dinaikin tuh." komen Taran yang baru keluar dari rumah, Taran juga akan berangkat ke kampus.
"Duhh sayang banget deh kayaknya kalau dinaikin bang, cantik banget soalnya, gak tega aku." ujar Kasih aneh.
"Hehh." Taran memandang adiknya seolah-olah adiknya adalah mahluk dari mars yang terdampar dibumi.
"Bang, anterin Kasih ya ke sekolah, sepedanya biar dirumah saja."
"Jangan aneh-aneh deh dek, tuh sepedakan memang fungsinya untuk dinaikin, bukan untuk dijadikan pajangan."
"Hmmm." Kasih masih memandang sepeda barunya, dia rasanya masih tidak rela untuk mengendarai sepedanya tersebut.
"Lho, kenapa kalian masih pada disini." pak Yahya yang baru keluar heran saat melihat kedua anaknya masih berdiri didepan rumah, bukannya pada berangkat.
"Itu Kasih ayah, katanya tuh sepeda mau jadiin teman tidurnya, gak tega katanya dia naikin tuh sepeda."
Pak Yahya mengerutkan kening mendengar kata-kata putra sulungnya itu.
"Ehh sik abang main fitnah saja, Kasihkan tidak bilang begitu abang."
"Sudah-sudah, kalian sebaiknya sana pergi sekarang, jangan sibuk lihatin sepeda itu mulu, kayak tidak pernah lihat sepeda bagus saja."
Taran dan Kasih diam tidak merespon.
"Lha, ini malah bengong lagi, sana berangkat, nanti kalian terlambat lagi." setelah mengatakan hal tersebut, pak Yahya berjalan menghampiri motornya.
"Pakai tuh sepeda, jangan mentang-mentang pacar kamu yang beliin kamu jadi tidak tega menggunakannya."
"Abang mah tambah ngaco ngomongnya, siapa juga yang pacaran dengan Romeo."
Namun Taran tidak mengindahkan ucapan adiknya, dia sendiri sudah menaiki motor maticnya.
Kasih juga melakukan hal yang sama, "Duhh, kok gue jadi deg-degan gini dah ya mau naikin sepeda baru." ujarnya saat dia mendudukkan bokongnya disepeda tersebut.
"Jalan adek, kenapa malah bengong." Taran memperingatkan adiknya yang masih belum juga menjalankan sepedanya.
"Iya abang, ini juga Kasih mau jalan kok." Kasih kemudian mulai menjalankan sepedanya dengan perlahan, karna sepeda baru, dia melaju dengan pelan, dia takut terjatuh dan membuat sepedanya jadi lecet, ada-ada saja memang sik Kasih itu.
Namun, belum saja jauh melaju, Kasih terpaksa berhenti saat mendengar suara panggilan ibunya.
"Kasihhh, heiii Kasihh, tunggu."
Kasih membalikkan setengah badannya dan melihat ibunya berlari ke arahnya.
"Apa ada yang ketinggalan kali ya." fikir Kasih yang melihat ibunya yang mengejarnya.
"Ada apa mi."
"Kamu itu Kasih, bebal sekali seih dibilangin, sudah sejuta kali ayah dan ibu bilang, jangan pangil kami dengan panggilan mami dan papi, tidak pantas tahu gak."
Kasih malah nyolot, "Suka-suka Kasih donk mi, mami dan papi tidak berhak untuk protes."
"Ishhh anak ini, dibilangin selalu ngejawab saja kerjaannya." ibu Mira memukul lengan putrinya.
Kasih mengelus lengannya yang kena pukul, "Dasar emak tiri." gumam Kasih tanpa suara, karna kalau ibunya mendengar, dia sudah pasti akan kena cubit.
"Mami ada perlu seih ngeberhentiin Kasih, cepetan ngomong mami, nanti Kasih terlambat lagi."
"Ohh iya, ibu sampai lupa lagi." ibu Mira memberikan kotak bekal berwarna pink kepada putrinya.
"Ishh, Kasih gak mau bawa bekal mami, nanti Kasih diketawain lagi sama teman-teman Kasih, kayak anak TK saja." Kasih menolak mentah-mentah karna dia berfikir tuh bekal untuknya.
Ibu Mira kembali memukul lengan putrinya untuk yang kedua kalinya, "Anak ini."
"Aduhh mami, jangan kayak emak tiri donk, sejak tadi hobi banget dah mukul-mukul Kasih."
"Habisnya kamu itu bikin ibu kesal saja sejak tadi." ujarnya.
"Niehh, ambil."
"Gak mau mami, aku gak mau bawa begituan." Kasih kukuh menolak.
"Itu bukan untuk kamu Kasih."
Kening Kasih mengerut, "Terus kalau bukan untukku, kenapa dikasih ke aku mami."
"Ya ibu nitipin, berikan bekal ini untuk Romeo."
"Romeo." ulang Kasih.
"Iya, Romeo teman kamu yang datang kemarin, dia bilang dia suka dengan masakan ibuka, makanya ibu buatkan bekal."
Kasih kembali menolak, "Aku gak mau ngasih ke Romeo mami, ihh, apa-apaan, aku malu."
Ibu Mira kembali memukul lengan Kasih untuk yang ketiga kalinya, "Kamu itu ya Kasih, dimintain tolong juga jawabannya malu melulu sejak tadi."
"Tapi mi....."
Sebelum Kasih mengeluarkan protesnya, ibu Mira lebih dulu menjejalkan kotak bekal tersebut ke tangan anaknya dengan paksa dan disertai dengan ancaman, "Awas saja ya Kasih kalau kamu tidak menyampaikan amanat itu pada Romeo, kamu ibu coret dari KK."
Kasih tentunya protes mendengar ancaman tidak masuk akal yang dikatakan oleh sang ibu, "Ishh mami benar-benar mak tiri, tega banget sama anak sendiri."
"Sudah gak usah protes, berangkat sana."
Kasih mendengus, terpaksa deh dia harus memasukkan kotak bekal tersebut dalam tasnya dan kembali melajukan sepedanya.
****
"Wiehhh, sepeda baru nieh." goda Ria saat Kasih memarkir sepedanya diparkiran khusus sepeda.
"Iya donk, baguskan."
"Bagus Kas, keren." Ria mengacungkan kedua jempolnya.
Kasih tersenyum senang saat Ria memuji sepedanya.
"Itu sepeda yang dibelikan oleh Romeokah."
"Iya." angguk Kasih.
"Romeo loyal ya, gak tanggung-tanggung deh, dia mau membelikan lo sepeda mahal, kayaknya seru tuh kalau jadi pacarnya, dia pasti akan sangat loyal sama gadis yang dia cintai, kalau gue ngedekatin Romeo, gimana menurut lo Kas."
"Lo jangan ngadi-ngadi donk Ri, yukk ah mending kita masuk ." ajaknya memutus kehaluan Ria.
Sementara itu diparkiran motor, beberapa anak-anak cowok, yaitu Dika, ogil, Vino dan juga Reza pada heboh sendiri, lebih tepatnya seih sik ogil, Reza dan juga Vino yang pada heboh, sik Dika mah kalem dianya, begini nieh kira-kira kehebohan ketiga remaja laki-laki itu.
"Dik, Doi tuhh." Ogil menggoda sembari menaik turunkan alisnya dengan mata terpancang menuju Kasih.
Ketiga sahabatnya sudah tahu kalau Dika menaruh hati sama Kasih, tapi Dika tidak berani mengungkapkan perasaannya, jadinya deh dia hanya memendamnya saja, dan entah kapan dia punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya itu.
"Kenapa lo ngasih tahu gue." pura-pura tidak antusias, padahal melihat bayangan Kasih dia sudah sangat senang banget.
"Elahh elo ya men, pura-pura cuek diluar, padahal mahh tuh jantung sudah disko gila-gilaan didalam melihat sik Doi." Reza turut menggoda Dika.
Benar yang dikatakan oleh Reza, jantung Dika memang selalu berdetak lebih cepat saat melihat Kasih, namun dia berusaha mengelak, "Biasa aja tuh gue, jangan sok tahu lo."
"Ehh, dia bentar lagi lewat tuh, samperin gieh Dik." timpal Vino.
"Asal lo ingat ya, gue itu sama Kasih teman sekelas, ngapain gue samperin segala, orang gue bisa melihat dia setiap saat."
"Emang sieh, tapi lo gak punya keberaniankan untuk ngungkapin perasaan elo sama dia." skak Ogil sampai membuat Dika terdiam karna tidak bisa menjawab.
Kasih dan Ria melewati Dika dkk, kedua gadis remaja itu asyik ngobrol sehingga tidak terlalu memperhatikan sekeliling mereka, mereka bahkan tidak melihat Dika dan teman-temannya nongkrong diparkiran sampai Kasih dan Ria mendengar suara Ogil memanggil Kasih.
"Kasihhhhh, ooo Kasihhhh."
Reflek saat mendengar namanya dipanggil, Kasih menoleh ke arah sumber suara, dan meskipun hanya Kasih yang dipanggil, Ria juga ikutan noleh, yahh, begitulah yang sering terjadi.
"Salamnya...." bibir Ogil selalu saja gatal ingin menyampaikan salam Dika, namun didetik terakhir, laki-laki remaja tersebut terpaksa harus menghentikan niat mulianya demi melihat plototan Dika yang bersiap membunuhnya.
"Apaan."
"Lo cantik banget hari ini kata Dika." sik Ogil malah membelokkan kata-katanya, ingin rasanya Dika menendang Ogil waktu itu, tapi tentu saja hal tersebut tidak dia lakukan didepan Kasih, jadinya dia harus menahan keinginanya tersebut.
"Sial, sik Ogil jelek ini kenapa pakai mempermalukan gue segala sieh." bahkan Dika tidak berani memandang ke arah Kasih, dia takut melihat reaksi Kasih atas kata-kata yang dilontarkan oleh Ogil barusan.
Kasih malah tersipu gitu saat mendengar dirinya mendapat pujian begitu, pasalnya, karna dia memiliki wajah yang biasa-biasa saja sehingga hampir bisa dikatakan jarang banget, bukan jarang banget sebenarnya, tapi hampir tidak ada yang pernah lho memujinya cantik, ayah dan ibunya bahkan tidak pernah memujinya cantik.
Ria menyenggol lengan Kasih dan menggoda sahabatnya itu, "Cieee yang dipuji cantik oleh Dika, cieee, ekhemm."
"Apaan sieh lo Ria." Kasih jadi salah tingkahkan jadinya, sehingga dia menarik lengan Ria untuk menjauh, "Ayukk ah kita masuk ke kelas." wajah Kasih mulai memerah.
"Duluan ya Dika, semuanya." Ria membalikkan setengah badannya dan melambai ke arah Dika cs.
Tiga cowok tersebut kecuali Dika membalas lambaian Ria.
"Bye Kasih, bye Ria."
Plakk
Begitu Kasih dan Ria sudah tidak terlihat, Dika menggeplak kepala Ogil.
"Awhhhh." Ogil mengaduh, "Sakit begok."
"Makanya, punya bibir direm donk, jangan asal nyerocos anjirr, bikin malu gue aja."
"Guekan mau ngebantu lo supaya hubungan lo dengan Kasih ada kemajuan gitu lho, heran gue, sejak kelas 10 sampai sekarang status lo hanya sebatas teman sekelas doank, gak naik-naik kelas, lo laki-laki, tapi bermental oncom." ledek Ogil.
Sadar dirinya terancam karna kata-katanya membuat Dika sudah bersiap memuntahkan laharnya, Ogil buru-buru ambil langkah 1000, "Kaburrrrr."
Dua teman Dika yang lainnya hanya bisa tertawa melihat kelakuan Ogil, sebenarnya dalam hati, Reza dan juga Vino membenarkan sieh apa yang dikatakan oleh Ogil, Dika memang bermental oncom, masak menyatakan perasaan saja takut, padahal kalau berantem dia sudah kayak singa, tapi ya baik Reza dan Vino tidak seberani Ogil untuk meledek Dika.
"Apa lo berdua ketawa, lo berdua ngetawain gue." Dika menatap kedua sahabatnya tajam.
"Ehh gak kok Dik, mana berani kami ngetawain elo." Vino buru-buru membantah.
Dan daripada kena getah akibat perbuatan Ogil, Vino mengajak Reza untuk kabur juga.
"Dik, gue dan Reza kelas dulu dah ya, bye men." melambai sambil menjauh.
Karna tidak mungkin terus-terusan berada diparkiran, Dika juga pergi dan melangkah menuju kelasnya.
****
"Ehh ehh, Romeo tuh." beritahu Ria pada Kasih saat melihat Romeo memasuki kelas, Ria yang memang sejak awal menyukai Romeo langsung dah tuh merapikan rambutnya.
Kasih yang saat ini tengah menyalin pr Ria mendongak begitu mendengar pemberitahuan Ria barusan, dia menemukan Romeo yang berjalan ke arahnya, Romeo terlihat tersenyum pada Kasih, karna teringat dengan sepeda yang dibelikan oleh Romeo sehingga membuat Kasih membalas senyuman Romeo, Kasih hanya membalas senyuman itu murni karna hanya sebuah sepeda, bukan karna tulus.
Romeo menghentikan kakinya saat didepan meja yang ditempati oleh Kasih dan juga Ria, remaja laki-laki itu kemudian menyapa, "Pagi Kasih, pagi Ria."
"Pagi Romeo." Ria dengan senyum super manis dan membuat wajahnya seimut mungkin, dia berharap sieh bisa mendapat pujian dari Romeo.
"Pagi Rom." jawab Kasih sewajarnya tanpa ada niatan untuk mencari perhatian seperti yang dilakukan oleh Ria.
"Saat diparkiran, gue lihat sepeda lo."
"Ohh iya, gak apa-apakan kalau sepedanya gue pakai Rom."
"Ya gak apa-apa donk Kas, lagiankan sepeda itu sepeda elo, kenapa lo sungkan gitu sama gue."
"Ohh iya hehe." Kasih nyengir.
"Oh iya Rom." Kasih manarik tasnya dari dalam laci mejanya, dari dalam tasnya dia mengeluarkan kotak bekal dan memberikannya sama Romeo, sebenarnya dia malu untuk memberikannya sama Romeo, tapi Kasih ingat sama ancaman ibunya, dan kalau seandainya dia berbohong, ibunya pasti tahu sehingga dia terpaksa memberikan bekal tersebut, dia berharap sieh Romeo mau menerimanya.
Romeo tidak langsung mengambil kotak bekal yang disodorkan oleh Kasih, tapi dia malah menatap Kasih bingung.
Menyadari raut kebingungan yang ditampakkan oleh Romeo membuat Kasih menjelaskan, "Itu bekal yang dibuat mami gue, mami nyuruh gue untuk ngasih ke elo, karna katanya elo suka sama masakannya dia."
"Itu bekal yang dibuat oleh ibu untuk gue." ulang Romeo seolah tidak mempercayai pendengarannya.
Kasih mengangguk, "Iya, itu juga sebagai ucapan terimakasih dari mami gue karna elo membelikan gue sepeda baru untuk menggantikan sepeda gue yang lama."
"Hmmm." hanya itu respon yang diberikan oleh Romeo, dia terharu karna ibunya Kasih begitu perhatian kepadanya.
Karna kotak bekal yang dia sodorkan tidak kunjung diambil juga sehingga membuat Kasih berfikir kalau Romeo mungkin tidak menyukainya sehingga dia berkata, "Tapi kalau lo gak suka, biar gue..."
Romeo langsung merebut kotak bekal yang ada ditangan Kasih, "Siapa bilang gue gak mau." bantah Romeo, "Bilang sama ibu, terimakasih atas bekalnya."
"Iya."
Setelah berbasa-basi sebentar dengan Kasih dan Ria, Romeo melanjutkan perjalanannya menuju bangkunya, Romeo tidak menemukan Dika ditempat duduknya, tapi tas teman sebangkunya itu ada disana, hal itu membuat Romeo mengambil kesimpulan kalau Dika sudah datang, tapi mungkin teman sebangkunya itu saat ini mungkin ada ditoilet.
Romeo meletakkan kotak bekal yang diberikan oleh Kasih dimejanya, Romeo memandang kotak bekal itu dengan wajah berbinar, dia begitu berterimakasih sama ibunya Kasih yang begitu perhatian kepadanya, perhatiannya yang tidak pernah dia dapatkan dari seorang ibu, "Kasih pasti beruntung punya ibu yang begitu baik dan perhatian." gumamnya.
Tidak lama kemudian, Dika datang, agak heran juga sieh dia saat melihat teman barunya itu tidak mengalihkan perhatiannya dari kotak bekal dimeja, baru saat Dika menyapanya Romeo baru berpaling.
"Romeo."
"Dika, lo dari mana."
"Gue ada urusan sama Ogil dan yang lainnya." Dika duduk disamping Romeo.
"Lo bawa bekal, kayak anak TK saja."
"Kasih yang memberikannya."
"Hehh." tentunya jawaban Romeo tersebut diluar prediksi BMKG, "Kasih yang bawain bekal untuk lo, kok bisa." ya wajarlah Dika bertanya begitu, fikirnya tidak mungkinkan Romeo dan Kasih sedekat itu mengingat Romeo saja baru masuk kemarin.
"Bukan Kasih sebenarnya yang ngasih, tapi tante Mira ibunya Kasih."
"Ini apa maksudnya sieh, masak Romeo yang baru masuk kemarin saja sudah sedekat itu dengan keluarga Kasih, apa sebelumnya mereka sudah saling kenal kali ya." itulah yang saat ini ada difikiran Dika.
"Maksud lo."
Romeo kemudian menceritakan tentang insiden saat dirinya menyerempet Kasih, dia sempet cerita sieh kemarin, tapi tidak versi lengkapnya dan tanpa menyebutkan nama.
"Ohhh." respon Dika sambil mengangguk-angguk, disini dia agak iri juga sieh sama Romeo, karna Romeo sudah pernah ke rumah Kasih, dan dibuatin bekal lagi sama ibunya Kasih, sedangkan dirinya, jangankan ke rumah Kasih, berbicara dengan Kasih saja dia tidak punya keberanian.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments