Quinn terbangun saat malam telah tiba. Karena terlalu lelah akhirnya dia tidur cukup lama. Kini kondisinya sudah jauh lebih baik. Quinn merasa tenaganya telah kembali dan dia bisa segera kembali pulang.
Quinn merapikan tempat tidur yang ia tempati sebelum pergi meninggalkan kamar. Wanita itu merasa ada yang aneh di rumah tersebut. Tidak ada aliran listrik. Ya, lampu di rumah itu menggunakan alat penerangan tradisional.
"Kenapa mereka menggunakan benda ini untuk menerangi rumah mereka?" Quinn berjalan ke arah pintu. Dia melihat ada banyak sekali obor di sana. Untuk pertama kalinya Quinn melihat pemandangan indah yang begitu menakjubkan. Obor-obor yang berbaris terlihat unik dan begitu mengesankan. Quinn menurunkan kakinya ke pasir. Wanita itu mencari keberadaan Nenek Su.
Di kejauhan. Terlihat anak kecil yang sedang bermain sambil tertawa. Mereka semua terlihat damai tinggal di tempat tersebut. Quinn terus berjalan dan memperhatikan warga sekitar. Memang bisa dibilang desa itu sangat kecil. Hanya ada 15 rumah dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah satu ke rumah lainnya.
"Nona, Nenek Su ada di klinik. Ada yang baru saja melahirkan. Anda mau saya antar ke sana?" tawar seorang remaja putri yang usianya sama seperti Malvin.
"Jangan. Aku tidak mau mengganggu Nenek Su. Biarkan dia fokus dengan pekerjaannya. Aku hanya ingin berkeliling di tempat ini. Pemandangannya sangat indah." Quinn Memandang ke depan sebelum melangkah secara perlahan.
"Mau saya temani Nona?" tawar remaja tersebut.
Quinn memutar tubuhnya lalu tersenyum manis. "Apakah kau tidak sibuk? Kebetulan sekali aku memang butuh seorang teman malam ini. Aku orang baru di sini jadi tidak terlalu tahu sebenarnya bagaimana lingkungan di Desa ini." Quinn menghirup aroma pantai. Dinginnya memang sungguh luar biasa. Rambut Quinn yang tergerai tampak berantakan.
Remaja itu mengulurkan tangan kanannya di hadapan Quinn. "Nama saya Eli, Nona. Siapa nama anda?"
"Nama saya Quinn. Karena usia kita sepertinya tidak terlalu jauh sebaiknya panggil saja aku kakak. Kalau dilihat-lihat, sepertinya kau seumuran dengan adikku Malvin."
"Anda punya Adik, Kak? Apa Kakak orang kota? Kalau aku boleh tahu sebenarnya kehidupan di kota itu seperti apa? Apa orang yang tinggal di sana cepat mati?" Eli terlihat polos hingga membuat Quinn menahan tawa.
"Tidak, Eli. Kau salah besar." Quinn mulai melangkahkan kakinya. Dia memutuskan untuk mengelilingi tempat itu sambil mengobrol bersama dengan Eli. "Apakah kau belum pernah pergi ke kota sebelumnya?"
Eli menggeleng kepalanya dengan wajah sedih. "Sejak lahir Aku tinggal di pulau ini."
"Pulau?" Quinn Menahan langkah kakinya lalu memperhatikan keadaan sekitar lagi. Dia kembali mengingat kejadian saat pertama kali dia sadarkan diri, saat itu dia telah tergeletak di sebuah pesisiran pantai. Tadinya Quinn berpikir kalau itu hanya pantai di daerah pesisir. Dia tidak menyangka itu adalah sebuah pulau.
"Kak, kenapa wajah anda berubah panik seperti itu? Apa ada yang salah dari perkataan saya?" tanya Eli dengan wajah khawatir.
"Eli, katakan padaku kenapa di sini tidak ada aliran listrik. Apa kalian tidak bisa membeli mesin dan menghidupkan listrik di sini agar pencahayaannya jauh lebih terang dan kalian bisa menghidupkan alat-alat elektronik? Lalu, apa di sini ada sekolah? Bagaimana anak kecil di sini belajar?" Quinn menanyakan banyak hal yang kini memenuhi isi kepalanya.
Eli terlihat bingung dengan apa yang dibicarakan oleh Quinn. Remaja itu sama sekali tidak mengerti. Selama ini hidupnya hanya diliputi dengan kesenangan. Bermain-main di hutan dan memetik hasil tanaman para orang tua di hutan. Menangkap ikan di laut. Tidak pernah terpikirkan oleh Eli untuk sekolah dan menuntut ilmu. Meskipun begitu, dia tetap menjadi remaja yang pintar.
"Nona, apa itu listrik dan elektronik?"
"Apa penghuni di Pulau ini adalah orang-orang yang tidak berilmu dan tidak pernah sekolah? Gawat! Jika seperti ini aku harus menyesuaikan diri. Aku tidak mau terlihat menonjol dan membuat mereka tersinggung," batin Quinn sambil berpikir.
"Kenapa Anda diam lagi dan tidak mau menjawab pertanyaan saya?" Eli terus mendesak.
"Apa yang kalian makan selama tinggal di pulau ini?"
"Banyak. Ada sayuran dan buah-buahan yang ditanam oleh para orang tua kami. Ikan di laut juga tidak akan habis."
"Lalu, minyak dan bahan lainnya yang digunakan untuk memasak apa? Maksudku, darimana kalian dapatkan." Quinn kembali ingat kalau tadi di rumah Nenek Su, dia makan menggunakan piring kaca. Tidak mungkin warga desa membuat piring kaca tanpa adanya alat yang canggih.
"Soal itu ...."
"Lalu tadi kau bilang ada yang baru saja melahirkan." Quinn tidak memberikan Eli menjelaskan. "Apakah itu berarti di sini ada yang baru menikah? Seperti pengantin baru? Lalu jodohnya dari mana? Apa jodohnya juga warga desa sekitar? Orang-orang yang tinggal di sini juga. Dan Apakah hanya ada 15 rumah ini saja yang tinggal di pulau ini atau ada desa lain yang jaraknya mungkin sedikit menjauh dari lokasi Desa ini." Quinn yang memang anak genius terus saja melemparkan pertanyaan hingga membuat Eli menjadi pusing.
"Kakak, pertanyaan Anda terlalu banyak hingga membuat saya bingung." Eli tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Orang yang baru melahirkan itu dia telah melahirkan anak kelimanya. Pengantin baru seperti apa yang Anda maksud? Satu-satunya remaja yang paling tua hanya saya di Pulau ini. Tidak ada desa lain di Pulau ini selain Desa kami. Kehidupan kami terus saja berputar. Yang tua akan mati dan yang muda akan menjadi penerusnya begitu seterusnya. Memang benar kadang remaja seperti saya ujung-ujungnya akan menikah dengan pria yang ada di desa ini juga. Tapi tidak semuanya seperti itu. Terkadang kami ditawarkan oleh Tuan Besar untuk pergi ke kota agar belajar dan mencari jodoh kami. Tetapi sebagian dari kami menolak karena sudah pernah ada yang hidup di kota dan dia sangat tidak bisa menyesuaikan diri hingga akhirnya sakit dan meninggal dunia. Kabar itu membuat kami para remaja para anak-anak perempuan yang ingin beranjak remaja menjadi takut. Begitupun dengan orang tua kami hingga akhirnya kami dikurung di Pulau ini dan dijaga dengan sebaik mungkin." Eli terlihat serius. Itu menunjukkan apa yang dia katakan jujur.
"Tuan besar? Di mana Tuan Besar itu berada? Aku ingin menemuinya. Apa Pulau ini milik dia?" Quinn terlihat semakin antusias.
"Anda benar, Kak. Pulau ini milik Tuan Besar. Saya sendiri tidak mengerti mengenai informasi tentang Tuan Besar. Nenek Su satu-satunya orang yang sangat dekat dengan Tuan Besar karena dia adalah orang yang paling tua yang ada di desa ini. Tuan Besar akan datang sebulan sekali ke pulau ini dan membawakan beberapa makanan untuk kami, obat-obatan dan beberapa keperluan lainnya seperti bibit tanaman, pupuk dan sebagainya. Bisa dibilang Tuan Besar tidak akan membiarkan Kami mati kelaparan meskipun kami tinggal di pulau seperti ini."
"Itu berarti pria yang kalian Panggil Tuan Besar tadi adalah pria yang memiliki banyak uang. Tidak mungkin orang biasa bisa melakukan semua itu. Kenapa dia tidak membangunkan energi listrik di sini. Bukankah itu hal yang sangat mudah." Quinn masih tidak habis pikir.
"Seperti yang saya katakan tadi, Kak. Saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya menikmati hidup dan menikmati masa-masa remaja saya."
"Tetapi Eli, dari gaya bicaramu kau seperti orang berpendidikan. Aku tidak yakin jika kau tidak sekolah."
Kali ini Eli terdiam dan menunduk. Quinn merasa ada yang janggal dari apa yang dikatakan oleh Eli barusan. "Eli, aku tahu kau sedang menyembunyikan sesuatu. Katakan saja padaku. Aku sekarang sedang terkurung di Pulau ini. Aku harus mengetahui banyak hal tentang Pulau ini. Cepat atau lambat aku juga harus segera meninggalkan Pulau ini." Quinn berusaha membujuk Eli.
"Ada beberapa jawaban saya yang memang benar-benar jujur dan ada jawaban dari saya yang sudah membohongi anda. Tolong maafkan atas kesalahan saya ini Kak. Karena orang tua kami melarang kami untuk menceritakan keadaan yang sebenarnya terjadi. Seperti yang saya katakan tadi, jika anda ingin informasi lebih jelas tanyakan saja langsung kepada Nenek Su. Oh iya Jika anda ingin kembali ke kota, Anda bisa ikut pulang dengan Tuan Besar. 1 tahun yang lalu pernah juga ada seorang pria terdampar di Pulau ini bersama dengan rekan-rekannya. Pada akhirnya mereka kembali ke kota diantar oleh Tuan Besar. Sekarang sebaiknya Kakak kembali ke rumah Nenek Su. Sebentar lagi Nenek Su akan pulang. Saya pamit dulu." Eli segera pergi meninggalkan Quinn begitu saja. Padahal tadi wanita itu sempat berjanji untuk menemani Quinn jalan-jalan mengelilingi pulau tersebut.
"Bukan hanya Pulau ini saja yang penuh dengan misteri tetapi penghuninya juga. Sebaiknya sekarang aku segera pulang dan meminta Nenek Su untuk menjelaskan semuanya. Hanya dia yang bisa aku harapkan untuk saat ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
Muse
pinisirin tingkat dewa aqu thorrr...
2023-11-08
0
Nor Azlin
penasaran deh dengan penduduk nya pulau ini sepertinya banyak menyimpan suatu rahsia yang amat besar yah 🤔🤔🤔 mungkin kah tuan besar yang di katakan oleh Eli itu orang baik apa orang yang jahat seperti mafia yah😂😂😂 apa mereka semuanya orang2 yang di tahan di pulau itu untuk berkerja secara iligal ya ...semua yang ada jadi misterius bangetttt Quinn kamu harus hati2 dengan yang nama nya tuan besar itu ...pasti ada penyebab nya kenapa orang yang pergi ke bandar pada mati pasti ada kaitan dengan tuan besar itu ....lanjut kan thor
2023-08-15
0
Lyn
sumpah penasaran banget, banyak misterinya, pulau siapa itu, siapa thuan besar, apa mereka dijadikan eksperimen. kenapa Eli bilng org dari pulau yg ikut kekota nda bakal berumur panjang. kn jdi pertanyaan.
2023-08-03
0