Dimitri terpingkal-pingkal mendengar laporan dari bawahannya. Ternyata semua ini adalah rencana yang dibuat oleh Dimitri. Sebenarnya wanita yang datang ke perusahaan tadi sama sekali tidak tahu di mana Jefri bekerja. Setelah ia memberitahu kehamilannya kepada Jefri dan Jefri memberinya sejumlah uang.
Wanita itu sudah memutuskan untuk meninggalkan kota tersebut dan menghidupi anak yang ada di dalam kandungannya. Akan tetapi Dimitri mengetahui semuanya. Sejak awal pria itu sudah tidak suka melihat Jefri dekat-dekat dengan Quinn. Bahkan mungkin bukan hanya Jefri saja yang akan bernasib malang. Tetapi mulai detik ini pria manapun yang akan dekat-dekat dengan Quinn akan menjadi musuh Dimitri.
"Bos, sebenarnya apa yang Anda tertawakan?" tanya seorang pria yang biasa dipanggil oleh Dimitri dengan nama Joa tersebut.
"Joa, bukankah ini kabar baik? Kau memang selalu bisa diandalkan. Tidak sampai 12 jam, kau berhasil membuat mereka putus? Awalnya aku juga tidak percaya kenapa wanita secantik itu mau pacaran dengan pria culun seperti dia," sahutnya dengan senyum bahagia.
Joa kini mengerti Kalau yang ada di pikiran Dimitri masih nama Quinn. Bukan masalah lain yang kini sedang mereka hadapi. "Lalu untungnya apa bagi anda, Bos? Anda Bahkan tidak pernah kenalan dengan wanita ini. Bisa-bisanya Anda mengurus hidup wanita ini. Bahkan begitu peduli dengan urusan percintaannya. Apa Anda lupa kalau saat ini ada banyak sekali musuh yang mengincar nyawa anda karena identitas anda telah bocor di kalangan dunia mafia. Lalu Anda masih ingin menyibukkan diri untuk mengurus wanita bernama Quinn ini?" tanya Joa dengan tatapan serius. Dimata Joa, Quinn ini hanya wanita karir yang sama sekali tidak cocok untuk Dimitri. Dia berpikir Quinn sama seperti wanita pada umumnya. Hanya merepotkan dan bikin susah saja.
"Joa, oenapa kau serius sekali seperti ini. Oke baiklah kembali ke topik awal. Bunuh siapapun orang yang sudah berhasil mengetahui wajahku sebagai pemimpin White Snake. Aku hanya ingin dunia ini mengenalku sebagai Dimitri. Dimitri. Apa kau bisa membereskan masalah ini Joa?"
Joa mengangguk. Membunuh adalah urusan yang sangat mudah bagi Joa. Namun dia tidak pernah mau tangannya berlumuran darah sebelum mendapat perintah dari Dimitri. "Baik, Bos."
...***...
Quinn melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Lagi-lagi dia harus merasakan patah hati. Quinn benci perasaan seperti ini. Dia tidak mau merasakan sakit hati. Di rumah dia selalu dimanja oleh keluarganya. Bisa-bisanya di luar rumah dia mendapatkan kenyataan yang begitu pahit.
"Quinn, pelan-pelan. Kau mau membunuhku?" protes Sherly. Wanita itu sampai pucat ketika Quinn melajukan mobil yang mereka tumpangi dengan kecepatan tinggi. Di tambah lagi kini mereka ada di jalanan yang padat akan kendaraan. "Quinn, Jefry yang salah. Kenapa kau melampiaskannya kenapaku?"
Quinn menghela napas panjang. Ucapan Sherly membuat Quinn merasa bersalah terhadap sahabatnya. Hingga akhirnya dia menurunkan laju mobilnya dan memberhentikannya di pinggiran jalan.
"Maaf." Quinn menjatuhkan kepalanya ke stir mobil. Lalu, dia menangis. Ya, Quinn menangis untuk melampiaskan rasa sakit yang kini dia rasakan.
"Quinn, sudahlah. Pria seperti dia tidak pantas kau tangisi," bujuk Sherly.
"Aku tidak menangisi pria itu. Aku menangisi takdirku! Kenapa harus menyedihkan seperti ini? Jika yang culun seperti dia saja tidak bisa di percaya. Lalu, pria seperti apa lagi?"
"Mungkin memang belum waktunya kau menemukan yang tepat. Quinn, di dunia ini ada banyak sekali pria. Aku yakin salah satu dari mereka adalah jodohmu."
"Tidak!" Quinn memandang ke arah Sherly. "Aku sudah putuskan. Aku tidak akan mau mengenal dan percaya dengan pria lagi. Aku tidak mau pacaran lagi, Sherly! Gak mau. Aku gak percaya lagi dengan apa yang keluar dari mulut laki-laki."
"Quinn, tidak boleh bicara seperti itu. Siapa tahu setelah ini kau bertemu dengan pria yang tulus." Sherly berusaha menenangkan Quinn lagi. "Begini saja. Aku turun di sini dan kau pulang ke rumah. Aku masih banyak urusan. Tetapi sepertinya kau sudah tidak bisa aku ajak malam ini. Quinn, pulanglah ke rumah dan tenangkan pikiranmu."
Quinn mengangguk pelan. "Maafkan aku karena sudah menyusahkanmu Sherly."
Sherly tersenyum sebelum memeluk Quinn. "Kita sahabat. Aku akan selalu ada di saat kau sedih, Quinn."
Mereka berpelukan sebelum akhirnya Sherly akhir akhirnya turun dan naik ke taksi yang sudah mereka berhentikan. Quinn pun tidak mau mengulur waktu lagi. Dia segera pulang ke rumah.
Setibanya di rumah, Quinn bertemu dengan Malvin yang sibuk dengan ponselnya. Remaja itu duduk di sofa dengan santai seperti sedang chatting sama seseorang. Melihat Quinn pulang, Malvin langsung beranjak dari sofa dan berlari menghampiri kakaknya. Ada senyum yang mencurigakan di sana hingga membuat Quinn melipat kedua tangannya di dada.
"Ada apa?" ketusnya galak.
"Kakak. Apa kakak capek?" Malvin memegang tangan Quinn lalu membawanya ke sofa. "Duduklah kak. Aku akan ambilkan air minum. Kakak mau dingin atau tidak?"
"Dingin," sahut Quinn singkat. Malvin mengangguk lalu dia berlari ke dapur. Quinn menyadarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil memandang ke atas. Tidak lama setelahnya, Malvin muncul dengan segelas air dingin di tangannya.
"Kak, minumlah."
Quinn menerima air minum itu dan segera meneguknya. "Malvin, katakan saja sebenarnya apa yang kau inginkan."
"Kok kakak tanya seperti itu?" Malvin pura-pura bingung.
"Jika tidak ada. Aku akan segera ke kamar untuk tidur." Quinn segera beranjak. Dengan cepat Malvin memegang tangan Quinn dan memaksanya untuk duduk.
"Kak, jangan cepet marah donk. Oke. Aku memang ingin meminta bantuan kakak." Malvin tersenyum menyeringai.
Quinn menghela napas kasar. "Sudah kuduga!"
"Kak, di sekolah ada yang suka sekali membullyku. Aku kesal melihatnya. Bisakah kakak bantu aku untuk melacak identitasnya?"
"Identitas itu privasi setiap orang. Meskipun kakak bisa, tetap saja tidak boleh. Kemampuan yang kakak miliki bukan untuk hal-hal seperti ini Malvin," tolak Quinn tidak setuju.
"Kakak tega adik kakak yang paling kecil ini di bully? Setidaknya aku tahu dimana alamat rumahnya. Please...." Rayuan Malvin memang tiada duanya. Hingga akhirnya Quinn menyetujui permintaannya remaja itu.
"Baiklah. Hanya alamat rumah kan?"
"Ya,hanya alamat rumah saja," jawab Malvin penuh semangat.
"Mana laptopmu?"
"Ini." Malvin segera meletakkan laptop miliknya di meja tepat di hadapan Quinn.
"Siapa namanya? Setelah kau mengetahui alamatnya, apa yang ingin kau lakukan terhadap pria ini?"
"Pria?" Malvin mengernyitkan dahinya.
Quinn menatap Malvin. "Ya, lalu?"
"Dia wanita."
"APA? WANITA?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
Nor Azlin
🤣🤣🤣🤣 pasti malvin tidak dibully tu atau jangan2 kamu itu memenafaatkan kakak mu itu untuk mencari tau tempat tinggal nya aja doang bukan😂😂😂😂 pasti kamu sangat suka pada nya kerana cewek itu cuekin kamu jadi rasa tercabar ni betul bukan 🤭🤭🤭🤭.lanjut kan thor
2023-08-14
0
Lyn
aduhh Malvin lucu bangett, masa kena buly ama cewe, turun derajat keluarga mafia Klian dah.wkwk
2023-08-03
1
Yurniati
tetap semangat terus thorr
2023-06-06
0