"Kenapa kau pulang terlambat, Quinn?" tanya Luca.
Quinn memutar bola mata kesal. Ia baru saja menjejakkan kakinya ke mansion, tapi Luca sudah menantikannya. Terlihat juga Tiffany baru saja datang ketika Quinn sampai di ruang tamu.
"Sayang, kau jangan bertanya yang aneh-aneh. Quinn juga ingin bermain di luar sana. Lagipula Quinn sudah sampai di rumah. Ini juga masih jam 8 malam. Masih belum terlalu terlambat untuk pulang ke rumah." Tiffany menenangkan Luca.
"Apa kau tahu apa yang sudah dia lakukan? Sayang, kau jangan membenarkan tindakan Quinn! Kita tidak tahu bagaimana musuh mengincarnya. Aku sedang berusaha menjaga anak gadisku! Kenapa kau malah melarangku marah? Dia sudah membuat 7 orang-ku mundur!" bentak Luca.
"Quinn sudah besar, Sayang. Kau jangan membuatnya kesal. Quinn, masuk ke kamarmu. Biar Daddy, mommy yang urus." Tiffany menyuruh Quinn untuk segera masuk ke kamar.
"Baik, Mom. Terima kasih. Mommy memang sangat mengerti aku. Tapi, Mom. Hari ini Quinn hanya berjalan-jalan dengan teman Quinn di taman kota. Jadi, Mommy tidak perlu khawatir. Quinn ke kamar dulu, Mom." Quinn mengikuti perintah Tiffany. Ia pun pergi ke kamarnya dengan hati yang lega.
Kebiasaan Luca tidak berubah. Luca akan mengintrogasinya ketika Quinn terlambat pulang. Padahal Quinn hanya ingin bersenang-senang menikmati masa mudanya. Tetapi, karena status sosialnya membuat Quinn harus terkurung di mansion besar ini.
"Kakak baru pulang? Tidak lihat chat dariku?" Seorang remaja laki-laki berjalan mengikuti langkah kaki Quinn.
"Aku bersama teman, Nichole. Jadi aku tidak pegang ponsel. Kenapa? Tunggu, kenapa kau mengikutiku?" Quinn membalikkan badannya. Kini dia berhadapan dengan adiknya yang berusia 17 tahun itu.
"Kakak kan yang paling bebas di sini. Aku mengirimkan pesan. Apa Kakak tidak lihat?" Nichole melebarkan mata. Ia kesal pada Quinn yang tidak membawa apapun. Termasuk pesanan makanannya.
"Aku di pusat kota Seattle. Tepatnya di taman kota. Aku sedang bersantai di sana. Kau pikir aku punya waktu untuk melihat ponsel? Menikmati sunset di sana cukup menyenangkan," bohong Quinn. Padahal sebenarnya dia sedang patah hati dan kecewa.
"Hah? Argh! Kak Quinn! Kakak tahu aku ingin menitipkan makanan? Aku ingin makanan ala-ala negara Korea!" Nichole berseru tertahan. Remaja itu menjambak rambutnya dan menyesali sang kakak yang tidak melihat ponselnya. "Kakak tidak bisa diharapkan. Jika kakak tidak membawa makanan pesananku. Lalu sekarang aku harus makan apa?"
"Bukankah kau bisa minta tolong pada koki di mansion? Kau tinggal mengatakannya pasti akan dibuatkan, Nichole. Sudahlah. Kakak mau mandi sebentar." Quinn kembali menaiki anak tangga. Ia harus segera terlepas dari manusia yang suka merengek itu.
"Halo, Kak." Kali ini remaja laki-laki yang lebih muda dari Nichole tersenyum. Ia berdiri tepat di ujung tangga. Usianya 2 tahun lebih muda daripada Nichole.
"Malvin, minggir. Kakak mau istirahat!" ketus Quinn.
"Kakak pulang terlambat dari biasanya. Bersenang-senang sendiri? Tidak ingat padaku dan Kak Nichole? Setidaknya sedikit jajanan itu lumayan." Nada suara Malvin seperti berbisik. Membuat Quinn melirik ke arah sekitar. Ternyata ada penjaga yang mengawasi.
"Tidak ada. Kakak ini hanya bersantai sejenak. Pekerjaan yang diberikan Daddy sangat banyak, Malvin. Kakak butuh udara segar bukan untuk pergi bermain. Sudah paham? Tolong minggir, Malvin. Besok pagi kakak harus bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Daddy. Kalau kau ingin membantu pekerjaan kakak, kakak pasti akan senang, lo!" Quinn sengaja mengungkit tentang pekerjaan.
Akhirnya Malvin bergeser. Ia memberikan tempat untuk Quinn lewat. Tiga anak itu memang memiliki pekerjaan yang sudah ditetapkan oleh Luca. Untuk itulah meski sebagai anak terakhir Malvin cukup mengerti bagaimana Luca akan memberikan mereka pekerjaan.
"Sepertinya memang pekerjaan Kak Quinn menumpuk. Dia sampai terlihat lesu begitu," kata Malvin.
Dua kakak beradik itu terus mengamati Quinn yang berjalan menuju ke kamarnya. Di mata mereka Quinn berjalan lesu karena pekerjaan yang menumpuk. Sedangkan kenyataannya Quinn lesu lantaran ia baru saja dikhianati.
***
Keesokan harinya, Quinn sudah bersiap di pagi buta. Ia harus bekerja lagi. Padahal dirinya masih lelah. Terlebih, hatinya masih belum membaik.
"Selamat pagi, Dad, Mom." Quinn duduk di kursi. Seperti biasa Quinn dan semua anggota keluarga akan sarapan bersama. Dua adik Quinn sudah datang.
"Ada masalah di kantor?" tanya Luca.
"Tidak ada. Satu minggu lalu baru saja memecat satu karyawan yang melakukan kecurangan. Mungkin sebentar lagi perusahaan akan menemukan penggantinya. Perusahaan kita yang paling terkenal di kota ini kan?" jawab Quinn.
"Apa kau hari ini akan pulang terlambat lagi? Kita harusnya menikmati makan malam bersama." Luca berbicara sambil menikmati roti panggang di piringnya.
"Alasan Daddy saja bukan? Lagipula masih ada Malvin dan Nichole. Harusnya Daddy tidak masalah." Quinn menimpali.
Brak!
"Kalau di meja makan seharusnya kalian mematuhi aturan! Jika masih ada yang berdebat, akan aku hancurkan meja makan ini!" teriak Tiffany. Wanita itu semakin berubah menjadi singa sekarang.
Terlebih lagi ketika ketiga anaknya yang sekarang memiliki sifat yang hobi berdebat. Terutama Quinn. Tiffany harus sabar-sabar menghadapinya. Quinn memiliki sifat keras kepala seperti Luca. Jika mereka berdua sudah berdebat, rasanya kepala Tiffany mau pecah. Tidak akan pernah ada solusinya kecuali salah satu dari mereka pergi.
Hening. Baik Quinn maupun Luca tidak ada yang berdebat lagi. Pun juga dengan Malvin dan Nichole yang terus diam. Di mansion ini pemegang tahta tertinggi adalah Tiffany. Tidak ada yang berani melanggar aturan-aturan buatan Tiffany.
"Aku sudah selesai, Mom. Sudah waktunya aku berangkat bekerja. Terima kasih atas makanannya." Quinn berdiri dan mencium pipi Tiffany. Barulah setelah itu Quinn pergi bergegas meninggalkan mansion.
Sebelum pergi wanita 25 tahun itu melirik kedua adiknya. Dia tahu betapa menderitanya dua anak laki-laki itu di masa sekolah mereka yang seperti ini. Dulu Quinn juga pernah merasakannya. Dimana-mana ada pengawal. Bahkan ada yang ngajak berdebat aja pengawal sudah keluar untuk membela. Kebebasan yang sangat dibatasi.
"Nanti setelah tamat kuliah, kalian pasti bisa bebas seperti kakak. Untuk saat ini lebih baik kalian ikuti aturan Daddy dan Mommy. Musuh Daddy belum habis. Bahkan sampai detik ini. Kakak juga tidak akan tenang jika kalian bergaul dengan teman seusia kalian," batin Quinn sebelum pergi.
Tidak butuh waktu lama, pengawal pribadi Malvin dan Nichole muncul membawa perlengkapan sekolah mereka.
"Mom, Dad. Malvin pergi ya." Pria itu mengecup pipi ibu kandungnya sebelum Luca. Begitupun dengan apa yang dilakukan oleh Nichole.
Pria berbadan tegap itu menunduk hormat di depan Luca. Mereka segera membawa Malvin dan Nichole ke mobil masing-masing karena memang sekolah mereka berbeda.
Setelah selesai sarapan, Luca meletakkan alat makannya dengan hati-hati. Wanita itu memandang istrinya yang hari ini terlihat tidak bersemangat.
"Kau memikirkan sesuatu sayang?" Luca memegang tangan Tiffany.
"Waktu aku seusia Tiffany. Aku tuh sangat senang bermain. Meskipun aku juga harus bekerja keras demi mendapatkan uang. Tapi, hidupku bebas. Aku lihat kau terlalu membatasi Quinn. Bahkan tidak mempercayainya dengan memata-matainya. Sayang, anak kita itu seorang wanita. Jika sikapmu seperti ini terus. Kapan anak kita menemukan jodohnya?"
Luca hanya diam. Dia tahu kalau apa yang dikatakan Tiffany ada benarnya juga. "Kita bahas ini lain kali saja." Luca memilih pergi. Sedangkan Tiffany hanya bisa tarik napas.
Sesampainya di kantor, seperti biasa Quinn disambut oleh Sherly yang terus mengoceh. Hingga Quinn harus menabrak seseorang.
"Aduh!" Quinn mengaduh. Gadis itu berdiri dibantu oleh Sherly.
"Ma-maafkan saya, Nona. Seharusnya saya memperhatikan jalan. Maafkan saya!" Terlihat seorang laki-laki memunguti kertas-kertas yang berjatuhan di lantai.
"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf. Karena tidak melihat jalanan. Temanku ini sangat cerewet. Jadi aku harus memperhatikannya. Nah sudah. Apakah ada yang hilang?" Quinn memberikan kertas-kertas yang tadi berserakan di lantai kepada laki-laki berkacamata.
"Te-terima kasih." Laki-laki itu berterima kasih kepada Quinn yang sudah membantunya.
"Hei, Jefri! Kenapa kau lama sekali? Aku memintamu hanya foto copy saja lama sekali!" Sebuah teriakan dari seseorang membuat laki-laki bernama Jefri itu kalang kabut. Ia meninggalkan Quinn tanpa berpamitan.
"Sepertinya dia karyawan baru itu. Wah, dia kayaknya sedang menjalani magang dari seniornya tuh," kata Sherly.
Mata Quinn terus mengawasi dua karyawan itu. Di mana seorang wanita terus memarahi laki-laki berkacamata. Bahkan menghina Jefri yang memang berpenampilan culun.
"Quinn, lebih baik pergi yuk. Tidak ada gunanya juga di sini. Itu si tante-tante kan memang sudah kebiasaannya marah-marah sama semua orang. Jangan ikut campur, Quinn!" Sherly melebarkan mata saat Quinn malah berjalan mendekati satu orang yang sedang berteriak.
"Permisi, apa kau tidak merasa kalau itu berlebihan?" Quinn menyela perdebatan itu.
"Quinn, tolong pergi! Jangan ikut campur!" usir wanita itu.
"Tenang, Nela. Aku akan membawa Quinn pergi." Sherly datang ingin membawa pergi Quinn.
"Tidak! Lagipula dia salah apa? Hari masih panjang, Nela. Pekerjaan juga belum banyak-banyaknya. Kau jangan seperti itu. Dia orang baru di perusahaan kita. Bagaimana kalau dia tidak betah di sini?" Quinn berbicara dengan ramah. Ia menahan amarahnya karena tidak ingin membuat keributan.
"Hih! Awas kau ya!" Nela pun pergi.
"Te-terima kasih, Nona. Kau sudah membantuku dua kali," ucap Jefri.
Sherly dan Quinn terkesima. Laki-laki itu memang terlihat culun. Tapi bila diperhatikan tidak seburuk itu. Mata Quinn beralih pada id card yang ada di baju Jefri. Anak magang.
"Kau Jefri? Aku Quinn. Dan ini Sherly. Maaf, ya. Kalau hari pertamamu di sini sangat buruk." Quinn berusaha menghibur Jefri.
"I-iya. Tidak apa, Nona. Terima kasih. Karena setidaknya di sini ada yang menghargai keberadaan saya," timpal Jefri.
Setelah itu, Jefri pun berpamitan dan pergi meninggalkan Quinn maupun Sherly. Dua gadis itu mematung di tempatnya.
"Kasihan sekali," kata Sherly.
"Dia sepertinya laki-laki yang baik," batin Quinn.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
C2nunik987
curiga Dimitri menyamar atau mata mata Dimitri?
2025-02-26
0
Lyn
jgn bilng itu Dmitri lgi nyamar jdi culun. wkwk
2023-08-02
0