Quinn terdiam. Wanita itu sangat kepayahan untuk menjawab pertanyaan dari Sherly. Susah payah Quinn berpikir supaya tidak membuat Sherly curiga dan juga tidak bertanya lagi.
"Quinn? Mengapa kau diam saja? Aku butuh penjelasanmu," kata Sherly. Wanita itu terus saja mendesak sahabatnya.
"Kenapa kau masih bertanya lagi? Tentu saja wakil presdir tidak ingin nama perusahaan ini hancur, Sherly. Kau tahu kalau perusahaan ini paling terkenal di kota ini. Apa kau masih ingin bertanya lagi tentang hubunganmu dengan wakil presdir itu? Kalau aku saudara wakil presdir, mungkin aku tidak perlu berada di meja sekretaris umum perusahaan. Kau bercanda?" Quinn memberikan penjelasan yang begitu menohok untuk Sherly.
Akhirnya Sherly tersenyum malu. Wanita itu bahkan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apa yang dikatakan oleh Quinn benar. Perusahaan bisa saja merugi karena memiliki karyawan seperti Jefry.
"Ah! Begitu saja kau marah, Quinn. Kalau begitu mau kutraktir?" Sherly langsung bergelayut manja di lengan Quinn.
Kini keduanya saling berjalan beriringan. Quinn bernapas lega. Saat Sherly mengoceh tentang sesuatu yang tidak berguna. Walaupun Quinn sedikit kesal karena ocehan Sherly, Quinn merasa situasi itu lebih baik. Lantaran Quinn terbebas dari prasangka dan curiga dari sahabatnya. Semua itu terasa tak ternilai harganya bagi Quinn.
"Selamat bekerja!" Quinn melepaskan Sherly dari lengannya. Sikap Quinn membuat Sherly mengerucutkan bibirnya.
"Dia dingin sekali. Tapi, yah. Ini lebih baik daripada melihatnya terluka," gumam Sherly dalam hati.
Sherly menatap punggung Quinn yang perlahan menjauh darinya. Namun, Sherly sangat lega karena Quinn kembali seperti sebelum bertemu dengan Jefry. Quinn kembali bersikap dingin tapi Sherly tahu Quinn peka terhadapnya.
Waktu demi waktu pun berlalu. Baik Quinn dan Sherly menjalani hari dengan bekerja sebaik mungkin. Quinn pun tidak lagi mengingat apa yang terjadi tadi pagi. Jefry bukan sosok yang pantas dia ingat. Nasipnya sama dengan mantan Quinn yang terdahulu.
Namun, semua itu tak lama. Sebab, para karyawan yang sedang beristirahat di kantin itu mendadak heboh. Bagaimana tidak? Mereka mendapatkan berita yang cukup menggemparkan.
Quinn dan Sherly yang juga penasaran pun bertanya pada karyawan lain. Akan tetapi tatapan orang-orang terasa aneh. Pandangan mereka biasa saja pada Sherly. Berbeda halnya tatapan yang tertuju pada Quinn.
"Sherly, apa ada yang aneh dari wajahku?" tanya Quinn.
Sherly berbalik memandang ke arah Quinn. Sherly pun mengamati wajah Quinn dnegan seksama. Melihat Sherly yang tidak bereaksi itu membuat Quinn kesal. Wajah Sherly didorong oleh Quinn begitu saja dengan tangannya.
"Hei! Apa yang kau lakukan?" ketus Sherly.
"Aku tidak bercanda, Sherly!" Quinn melotot. Membuat Sherly menggelengkan kepala. Sampai akhirnya Sherly berhasil menghadang dua orang wanita yang kebetulan lewat di dekat meja Quinn dan Sherly.
"Ada apa? Mengapa kalian semua terlihat aneh? Kalian sejak tadi berbisik dan menatap Quinn dengan tatapan mata yang aneh. Katakan pada kami. Ada apa?" Sherly bertanya sambil menggebu-gebu. Sebab, Sherly juga sangat penasaran.
"Itu, ada berita Jefry tertangkap polisi."
"Katanya dia membunuh pacarnya yang hamil!"
"Hei! Kau jangan berbicara seperti itu di depan Quinn!"
"Apa?" Baik Sherly dan Quinn terkejut bukan main.
"Tunggu! Sungguh apa yang kalian katakan?" Quinn sekali lagi berusaha untuk memastikannya. Karena baru tadi pagi dia bertemu dengan Jefry. Sejenak Quinn merasa bersalah. Dia takut karena penolakannya tadi justru membuat Jefry gelap mata hingga nekad merenggut nyawa kekasihnya.
"Benar, Quinn. Kau bisa lihat berita itu di internet. Berita itu begitu menghebohkan. Siapa yang sangka kalau Jefry culun itu bisa bertindak sekejam itu."
"Terima kasih informasinya!" Sherly berterima kasih pada dua wanita itu. Setelahnya dua wanita itu pergi meninggalkan Sherly dan Quinn.
"Quinn, kau baik-baik saja?" tanya Sherly begitu Sherly melihat Quinn berdiam tak bergerak di tempatnya berdiri.
"Kau bod*h kalau bertanya. Apa kau akan baik-baik saja setelah mendengar berita gila itu?" balas Quinn.
Sherly terdiam. Terlihat mata Quinn yang berkaca-kaca. Ingin sekali Sherly memeluk Quinn dan memberikan kekuatan untuknya. Namun, Sherly sadar kalau saat ini mereka sedang berada di kantin. Yang mana notabenenya dalam keadaan ramai.
"Sherly, sepertinya aku akan izin pulang cepat. Tiba-tiba saja badanku tidak enak. Maaf ya!" Quinn berlari cepat meninggalkan Sherly.
Tentu saja Sherly ingin menahan kepergian Quinn. Tapi, Sherly langsung tersadar. Karena Quinn pasti membutuhkan waktu untuk menyendiri. Sherly perlahan duduk di tempatnya dengan lemas. Wanita itu sudah kehilangan selera makannya.
"Quinn, aku harap kau baik-baik saja. Aku tak bisa membantumu apa-apa. Aku memang tidak bisa menebak pikiranmu. Tapi, aku tahu kalau kau saat ini membutuhkan waktu untuk melupakan orang bej*t itu. Apapun itu, aku berharap kau bisa melewati ini semua dengan sabar." Sherly membatin gelisah.
Jika Sherly gelisah dan khawatir terhadap keadaan Quinn, berbeda dengan Quinn yang sedang berusaha untuk menahan amarahnya. Quinn pun bergerak cepat keluar dari ruangannya. Selain itu Quinn juga harus bisa meluapkan kemarahannya.
Quinn kini melajukan mobilnya menuju ke salah satu tempat yang belakangan ini memiliki pemandangan indah. Ia sangat marah sekali. Karena Quinn merasa ditipu habis-habisan oleh Jefry. Ternyata sikapnya yang baik itu ada tujuan sendiri dibaliknya.
"Brengs*k!" umpat Quinn.
Wanita itu sudah melakukan perjalanan sejauh 3 jam. Barulah Quinn sampai di tempat tujuan. Pemandangan di tempat itu sangat indah. Hawa sejuk cukup menusuk tulang. Tapi itu tak penting untuk Quinn.
Sesampainya di sana, Quinn berteriak kencang. Sungguh, dadanya terasa sangat sesak. Di tempat itu. Quinn terus-terusan meluapkan amarahnya.
Setelah merasa lelah, Quinn segera mencari bangku untuk duduk. Namun, Quinn merasa haus setelah berteriak kencang. Quinn menyesal karena lupa membawa air mineral. Tenggorokan Quinn sangat kering.
"Aku sudah berteriak berapa lama? Rasanya haus. Kenapa aku lupa dengan minumanku? Ah! Pasti jauh sekali kalau aku turun ke bawah. Rasanya mau mati." Quinn menyandarkan kepalanya ke sandaran bangku.
Tak lama kemudian, Quinn memejamkan kedua matanya. Quinn merasai setiap hembusan angin yang menerpa tubuhnya. Rasanya sangat nyaman dan tenang. Perlahan emosi Quinn mulai menurun. Sampai akhirnya sesuatu yang mengejutkan membuat Quinn melompat kaget dan reflek membuka kedua matanya.
"Apa yang aku lakukan? Kau mau membuatku mati?" ketus Quinn.
"Halo! Kudengar kau lelah. Mau minum? Kebetulan aku membawa dua botol air mineral. Kau mau? Aku akan memberimu gratis. Kau tenang saja." Seorang laki-laki tersenyum ke arah Quinn. Dialah yang sudah menempelkan sebotol air mineral yang dingin ke pipi Quin.
"Tidak. Aku akan menggantinya. Terima kasih." Mau tak mau Quinn menerima botol air mineral yang disodorkan laki-laki itu.
Tentu saja Quinn meneguknya sampai habis. Betapa leganya Quinn ketika sudah menghabiskannya. Kemudian Quinn mengambil dompetnya yang ada di dalam tas.
"Sudah kubilang, ini traktiran untukmu. Kau tak perlu menggantinya. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kita berteman? Namaku Dimitri. Katakan siapa namamu." Dimitri memperkenalkan dirinya. Tak lupa Dimitri tersenyum untuk meyakinkan Quinn.
Akan tetapi, Quinn malah menggelengkan kepala sambil tersenyum menyeringai. Ekspresi Dimitri tak dapat ditebak setelah melihat reaksi yang diberikan Quinn.
"Pergilah. Aku tidak ingin berteman denganmu," usir Quinn.
"Ets! Tidak boleh seperti itu. Aku sudah memberimu air di saat kau kritis, Nona. Jangan terlalu tega mengusirku. Aku kan hanya ingin berkenalan denganmu. Siapa namamu, Nona?" Dimitri tidak menyerah. Laki-laki itu tetap mendesak Quinn untuk mengatakan namanya.
Quinn malah memberikan reaksi yang mengejutkan. Wanita itu mengambil selembar uang merah dan langsung menaruhnya di tangan Dimitri.
"Terima kasih. Tapi, percuma saja kita saling mengenal. Sebab, setelah ini kita juga tidak akan pernah bertemu lagi." Quinn pergi meninggalkan Dimitri seorang diri.
Melihat Quinn yang berbalik dan pergi meninggalkannya, Dimitri menyeringai. Apakah itu artinya dia ditolak? Mengingat itu, Dimitri tertawa keras. Mungkin, Quinn yang berjalan tak jauh dari tempat Dimitri duduk akan mendengarnya.
"Wanita yang sangat menarik. Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan supaya kita bisa saling mengenal, Nona?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
Muse
tidak semudah itu ferguso...eh dimitri wkwk...
2023-11-08
0
Bunda'nya Alfaro Dan Alfira
kejar terus bang Dimitri sampai jadi pokok nya jangan menyerah perjuangan mu masih panjang...😁😁😁😁
2023-06-08
1
jhon teyeng
semoga dimitri bkn lawan mafia dr sang ayah
2023-06-08
0