Quinn yang kesal segera menutup laptopnya. Wanita itu menatap ke arah adiknya dengan tatapan yang serius. Dia bahkan sampai membenarkan posisi duduknya hingga membuat Malvin tidak lagi bisa bernapas dengan tenang.
"Kau di bully seorang wanita, Malvin? Apa kau lupa siapa kita?" Quinn tiba-tiba berdiri hingga membuat Malvin kaget dan memundurkan tubuhnya lalu mendongak ke atas menatap Quinn. "Kau ini pria. Jika seorang wanita membullymu. Kau balas dengan prestasi yang kau miliki. Buat dia tergila-gila padamu hingga akhirnya kaulah yang menjadi pemenangnya."
"Kak, aku benci padanya. Dia dan temannya itu selalu bilang kalau aku ini ketinggalan jaman. Gak tahu gaya. Apa selama ini penampilanku terlihat membosankan?" Malvin menatap ke arah Quinn lagi.
Quinn kembali duduk lalu mengangguk hingga membuat Malvin mendengus kesal. "Kakak ada di pihak dia?"
Quinn memeluk Malvin lalu tersenyum. "Adik kakak tersayang. Kakak gak ada di pihak dia. Kakak hanya berkata jujur saja. Memang selama ini penampilanmu sangat membosankan. Daddy memiliki banyak uang. Berapapun kau minta pasti dia kasih. Belilah barang-barang pria agar kau terlihat keren. Kaca mata yang selama ini kau pakai saat ke sekolah, simpan saja. Pergi ke salon dan ganti gaya rambutmu. Beli farpum paling mahal. Sepatu juga harus keren," jelas Quinn. Sebenarnya dia sendiri juga penampilannya tidak terlalu modern. Hanya saja dia tidak terima jika sampai adiknya di bully karena penampilannya.
"Apa harus seperti itu?" tanya Malvin ragu.
"Ikuti kata kakakmu ini. Kau sudah memiliki modal wajah tampan. Tinggal sedikit poles saja kau akan jadi cowok paling keren di sekolah. Tirulah kak Nichole. Dia selalu pintar dalam memilih pakaian. Banyak belajar darinya." Malvin tidak menjawab lagi. Remaja itu seperti sedang memikirkan sesuatu. "Oh, ya. Kenapa sunyi? Dimana Mommy dan Daddy?"
"Dinner. Katanya Daddy ingin memberi kejutan untuk Mommy." Malvin membuka ponselnya dan mulai melihat fashion pria yang cocok dengannya.
"Lalu Nichole?"
"Di kamarnya," sahut Malvin cepat.
"Okelah. Kalau begitu kakak ke kamar dulu." Quinn segera beranjak. Dia berlari menuju ke tangga. Malvin tidak lagi peduli dengan Quinn. Malvin terlalu sibuk dengan ponselnya saat ini.
...***...
Jefry menarik paksa tangan kekasihnya sebelum melemparnya ke tempat tidur. Pria itu menatap wanita hamil itu dengan emosi yang meledak-ledak. Dia baru saja di pecat dari pekerjaan barunya. Padahal tadinya dia berpikir bisa mengangkat derajat dirinya sendiri jika bekerja di sebuah perusahaan ternama.
"Jef, apa yang mau kau lakukan? Maafkan aku." Wanita itu menangis. Dia sangat ketakutan.
"Kau menghancurkan semuanya. Apa kau puas?" teriak Jefry emosi.
"Jef, tapi aku hanya ingin kita bersama lagi seperti dulu. Jef, kurang apa aku ini? Kenapa kau menjalin hubungan dengan wanita itu?"
Jefry mendekat lalu mencengkram dagu wanita itu dengan keras. "Karena dia menguntungkan bagimu. Dia bisa melindungiku dari rentenir! Dia bisa membuatku merasakan makan di restoran mahal. Dia membuat semua hal yang aku impikan selama ini menjadi kenyataan. Apa kau tahu, kalau sedikit lagi aku berhasil memilikinya. Aku akan membuat dia bergantung padaku! Tetapi kau datang dan menghancurkan semuanya!" teriak Jefry emosi. Pria itu lalu menghempaskan kekasihnya tanpa peduli kalau wanita sedang hamil.
"Jef, ampun. Jangan sakiti aku," lirih wanita itu dengan wajah memohon.
Jefry yang sudah emosi tidak bisa berpikir jernih lagi. Pria itu mengambil bantal lalu dia menggunakan bantal tersebut untuk membunuh kekasihnya yang sedang hamil.
"Aku harus membereskanmu terlebih dahulu sebelum menemui Quinn lagi. Memang seharusnya sejak kemarin seperti inilah yang harus aku lakukan!" ucap Jefry. Dia menekan bantal itu lebih kuat lagi tanpa peduli dengan tangan dan kaki kekasihnya yang berubah berontak. Hingga tidak lama kemudian, tubuh wanita itu tidak bergerak lagi. Quinn cepat-cepat pergi meninggalkan kamar tersebut. Ada wajah panik di sana karena ini pertama kalinya dia membunuh. Namun pria itu sama sekali tidak merasa bersalah. Ia justru berjalan sambil tertawa riang seperti sedang merayakan sesuatu.
***
Quinn sudah bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan. Kali ini wanita itu merasa ada yang kurang. Pagi ini dia harus sarapan pagi bertiga saja dengan dua adik laki-lakinya. Tadi malam Quinn mendapat kabar kalau kedua orang tuanya memutuskan untuk liburan ke luar negeri. Quinn sangat marah awalnya karena Tiffany dan Luca hanya memberi kabar ini melalui telepon.
"Kak, dimana Daddy dan Mommy? Kok belum datang?" tanya Nichole sambil memasukkan sarapan paginya ke dalam mulut.
"Mommy dan Daddy pergi berlibur ke luar negeri," sahut Quinn sambil mengoleskan selai ke atas roti.
"Berapa lama kak?" Kali ini Malvin yang bertanya.
Quinn memasukkan roti itu ke dalam mulut. "Sebulan."
"Sebulan?" celetuk Malvin dan Nichole bersamaan.
Quinn mengangguk. "Jika kalian keberatan, Kakak akan segera menelepon Daddy dan meminta mereka untuk pulang secepatnya."
"NO!" teriak Malvin dan Nichole bersamaan. Hal itu membuat Quinn semakin bingung. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh adiknya.
"Kak, bukankah ini kabar baik? Kita bebas!" teriak Nichole.
"Ya, benar. Kak, bisa gak bantu kami? Tolong singkirkan pengawal yang selama ini menjaga kami. Kami ingin bebas seperti kakak," rengek Malvin penuh harap.
"Tidak! Kalau untuk itu kakak gak setuju. Sebaiknya kalian tetap dalam pengawasan pengawal. Ilmu bela diri kalian ini masih rendah. Kalau ada musuh, kalian tahunya apa?" tolak Quinn mentah-mentah.
"Tapi, Kak-" Nichole ingin angkat bicara.
"Sudah! Kakak mau pergi. Kalian juga segera bersiap karena sudah siang." Quinn segera pergi meninggalkan dua adiknya yang belum selesai sarapan. Wanita itu sendiri yang memilih pengawal yang selama ini menjaga Malvin dan Nichole. Mana mungkin dia menarik pengawal itu.
"Kakak tahu kalian merasa bosan. Tapi, ini semua demi kalian juga."
Quinn ingin masuk ke dalam mobilnya. Wanita itu menahan langkah kakinya ketika melihat seseorang yang sangat mencurigakan di depan pagar. Pria itu segera berlari ketika Quinn memandang ke arahnya.
"Siapa dia?" tanya Quinn pada penjaga di depan pintu.
"Dia tukang kebun baru, Nona. Apa ada yang salah dengannya?"
Quinn tersenyum lalu menggeleng. "Tidak ada." Wanita itu segera masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Pria yang tadi sempat bertatap muka langsung dengan Quinn memandang mobil Quinn sampai jauh. Dia memegang ponselnya lalu bicara pada seseorang.
"Tuan Luca, Nona Quinn sudah pergi. Sepertinya dia curiga pada saya," ucap pria itu khawatir. Dia akan di pecat dari tugas ini jika Quinn sampai tahu kalau dia adalah mata-mata yang dikirimkan oleh Luca untuk mengetahui jam berapa anaknya pulang dan jam berapa anaknya pergi.
"Kau tahu konsekuensinya!" sahut Luca tanpa banyak basa-basi sebelum memutuskan panggilan telepon itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
Muse
Jefri cowok apaan maunya dibayarin doank...gak banget dech mana psycho lagi...
2023-11-08
0
Lyn
si Jefri psiko emng dahh. Sdh bunuh 2 org sekaligus namanyaa thu .
2023-08-03
1