"Gila tuh guru, ceramah melebihi khutbah aja."
"Dikira kita ikan asin kali, ya?"
"Air-air, aku butuh air!"
Berbagai keluhan mereka ungkapkan begitu masuk ke dalam kelas dan upacara diakui telah selesai.
Ada beberapa anak murid yang ditahan karena melanggar aturan juga dihukum karena telat datang ke sekolah.
Afifa berjalan ke mejanya yang berada nomor tiga, "ini minum siapa?" tanya Afifa memegang botol air minum yang berisi jus jeruk terlihat dari warnanya.
Teman di kelas menaikkan bahunya acuh, Wendi langsung mendekat begitu pula dengan Megi dan Kanaya.
"Widih, ada suratnya tuh!" celetuk Wendi mengambil surat yang mungkin berada di bawah botol jus ini.
Dibuka Wendi suratnya dan membaca isinya, Megi juga tak kalah keponya. Ia mendekatkan diri ke arah Wendi agar dapat ikut membaca juga.
"Widih, dari ketua osis cuy!" ungkap Wendi setelah selesai membaca suratnya dengan tersenyum.
"Sini, coba gue rasa!" sambung Wendi merampas botol yang ada di genggaman Afifa. Afifa memilih duduk di bangkunya dan menatap ke arah Wendi.
"Udahlah, jadian aja lu Mega sama dia. Lagian, dia gak jelek amat," saran Megi menopang dagunya dan menatap ke arah Afifa.
Plak!
"Dih, apaan, sih, lu? Nyuruh anak orang ke dalam kesesatan, gak boleh pacaran-pacaran," larang Kanaya yang duduk di samping Afifa mengambil botol air minum yang masih di minum oleh Wendi.
Untung saja dia langsung cepat menjauh, kalau tidak bisa-bisa jusnya curah ke baju putih laki-laki itu.
"Mega tuh gak suka sama, dia. Dan lu gak boleh maksa buat Mega suka, yang ada mereka jalanin hubungan nanti bukan karena suka sama suka.
Tapi, suka banget sama kesian. Dan itu rasanya gak enak banget kalo lu harus jadi sebab rasa kasian doang," tutur Kanaya lalu meminum jus pemberian osis tadi.
"Idih, pakar cinta. Si sok paling tau!" sindir Megi dengan wajah sinisnya.
Afifa hanya menggelengkan kepala, tak lama guru masuk ke dalam kelas membuat mereka bertiga pergi ke bangku masing-masing.
"Sut! Jusnya buat gue aja, ya," kata Kanaya dengan sedikit berbisik-bisik dan dibalas anggukan oleh Afifa.
Ia langsung mengeluarkan buku mata pelajaran guru yang masuk dan mulai fokus memperhatikan materi yang ada.
Sebab, dirinya pasti tidak akan tahu dengan pelajaran kali ini. Semoga saja tidak terlalu susah, bisa-bisa ketahuan bahwa jiwa Mega tidak ada pada tubuhnya.
Bel istirahat pertama berbunyi, Kanaya sudah memberi tahu bahwa istirahat ada dua kali hari ini dan hari-hari berikutnya.
Mereka tengah berjalan ke arah kantin, Afifa sudah mulai mengerti dan tahu bagian-bagian sekolah ini.
Dia juga sudah mulai berani untuk berbaur dengan sabahat Mega, meskipun sejatinya ia masih saja takut dan gamang.
Tapi, perlahan tak ada salahnya, bukan? Daripada ia sampai membuat karakter Mega jadi berbeda dengan yang biasanya nantinya.
"Lu mau pesan apa? Lu sama Kanaya dan Megi duduk aja, biar gue pesenin," terang Wendi yang suka rela menjadi pelayan.
"Mmm ... mie ayam bakso aja, ya, sama teh manis dingin," pinta Afifa.
"Oke!" Mereka menyebutkan satu per satu pesanannya dan berjalan menuju meja yang akan menjadi tempat mereka mengisi perut.
"Habis ini, guru yang ngasih tugasnya akan masuk. Kita, akan tunjukkan karya animasi kita tentang transmigrasi itu," papar Megi dengan semangat membuat Afifa yang duduk di sampingnya terkaget hingga diam.
"Apa?" tanya Afifa merasa kurang jelas dengan kata-kata Megi barusan.
"Lah? Kok malah lu yang nanya 'apa' si Mega? Hadeuh ... mungkin lu lupa, ya? Wajar pingsan kemarin.
Jadi, kita dapat tugas tuh. Di mana tugasnya disuruh buat animasi seperti jurusan kita ini, jadi lu kasih deh saran ke kita buat animasi tentang berpindahnya seseorang.
Kita buat deh, pindah seorang yang jahat ke tubuh seorang Ning seperti idaman lu. Lu, 'kan pengen banget tuh jadi seorang Ning.
Meskipun kita-kita gak paham apa enaknya jadi seorang Ning, Ning itu tugasnya berat gak segampang tugas yang lu baca di novel-novel.
Tapi, gak papa itu hak lu mau halu apa aja. Intinya tugas kita tuh, ya, itu. Nanti, paling kita disuruh jelasin soal kenapa milih konsep seperti itu.
Udah kita catat juga alasannya dan kemungkinan-kemungkinan mereka akan nanya apaan nantinya.
Doa aja yang banyak-banyak, biar kagak ada pertanyaan dari orang-orang yang sok pinter di kelas tuh," jelas Megi panjang lebar kepada Afifa.
Ia pun paham sekarang apa sebabnya Mega bisa pindah ke tubuhnya dan ia pindah ke tubuh Mega. Jadi, Mega berpikir bahwa kehidupan seorang Ning itu menyenangkan ternyata.
Ya ... meskipun, memang benar apalagi sekarang dia tak perlu lagi menghafal sebab Afifa lagi diberi waktu cuti yang bisa ia pakai untuk murajaah saja.
"Oke, pesanan sudah siap!" seru Wendi yang membawa nampan berisi mangkuk-mangkuk.
Ia meletakkan satu per satu di depan pemilik pesanan tersebut, "Tunggu minumnya, ya!" sambungnya dan pergi kembali membawa nampan.
Afifa melihat ke arah kantin yang ramai di isi oleh murid yang ada, senyuman tertampil di wajahnya melihat hal ini.
Ia sebelumnya yang begitu takut dengan keramaian juga berbaur, kini merasa bahwa hal seperti ini tidaklah terlalu menakutkan atau bahkan tak ada yang perlu ditakutkan sama sekali.
Afifa tersenyum dengan berbagai komedi dan lawakan yang diucapkan oleh teman-temannya, meskipun dirinya tak bisa tertawa terbahak-bahak seperti temannya.
Tapi setidaknya, senyum saja sudah cukup, bukan? Toh, tawanya paling keras belum tentu paling bahagia hidupnya. Bisa saja ia menutupi kesedihan hatinya dengan cara seperti itu.
"Oh, iya, btw Mega. Lu jadi mau dibawa Mama lu ke rumah sakit?" tanya Kanaya sambil mengunyah makanan.
"Belum tau, Mama belum ada ngehubungi saya," jawab Afifa menatap ke arah Kanaya.
"Tapi, ya, Guys! Menurut gue Tante kayaknya emang harus bawa Mega ke rumah sakit, sih. Kalian ngerasa aneh, gak, sih. Si Mega manggil dirinya pake 'saya'
Padahal, biasanya hits abis. Gue-lu dan kata-kata aneh lainya, jadi ngerasa asing banget sama Mega yang ini," terang Wendi di depan Afifa langsung.
"Enggaklah, menurut gue bagusan Mega yang ini. Biar gak ada lagi, tuh, acara cabut massal satu kelas dia buat.
Pinter banget ngerayu teman sekelas sampe mau ngikutin dia ke photo studio untuk kenang-kenangan katanya.
Padahal, pulang sekolah juga bisa. Ngapain pas harus banget cabut dari jam pelajaran? Untung aja kita masih diberi keringanan, kalau enggak? Udah berabe kita!" protes Megi yang tak sepemikiran dengan Wendi.
Megi dan Wendi akhirnya menatap ke arah Kanaya seolah meminta jawaban, dirinya suka dengan Mega yang sekarang atau sebelumnya.
"Kalau gue ... suka gimana pun keadaan Mega, mau dia kayak gini atau kayak dulu. Kita akan tetap jadi temannya," jelas Kanaya yang membuat Afifa tersenyum akibat kalimatnya barusan.
"Aaa ... co cweet banget, cih, kamu," ujar Megi dengan memajukan bibirnya berniat ingin mencium serta tangan yang direntangkan.
"Jangan macem-macem lu, ya, Nyet! Gue bunuh ntar lu!" larang Kanaya dengan apa yang ingin dilakukan oleh Megi padanya.
Afifa dan Wendi hanya tertawa melihat kedua orang di samping mereka yang layaknya Tom and Jerry saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments