Gak Bahaya, Tah?

Ide jahil seketika hadir untuk memanasi tuh orang, aku yang awalnya sedikit jauh dari Angga sekarang mendekat bahkan memegang pergelangan tangannya.

Kalau kalian mau tahu kayak mana, contohnya kayak artis-artis giti deh yang au masuk ke sebuah acara dengan karpet merah dan gau yang super ribet.

Kulirik ke arah Angga, wajahnya kaget melihat apa yang tengah aku lakukan. Bahaya, nih, kalau sampai dia baper dengan apa yang aku lakukan sekarang.

Wajah cabe-cabean itu tampak merah saat melihat kami mulai mendekat ke arahnya, ''Ada apa, adik kelas?'' tanyaku sok raah pada mereka.

''Cuma mau bilang, Kak Angga dipanggil sama guru,'' ungkapnya yang aku tidak tahu apakah benar atau tidaknya.

''Siapa, Dek?'' tanya Angga dengan alis yang tertaut.

''Guru MTK, Kak,'' ujarnya mencoba tetap tersenyum meskipun aku tahu bahwa hati terluka, tuh!

''Oh, yaudah. Nanti Kakak datang ke sana,'' putus Angga sedangkan aku hanya sok-sok msnjs padanya menampilkan wajah imut.

''Kata gurunya sekarang, Kak,'' protes, nih, Cabe. Bisa saja meemang kalau orang sirik ntuh, mah.

''Iya, Kakak anter Kak Mga ke kelasnya dulu,'' tutur Angga menatap ke arahku membuat aku sedikit mendongak.

''Oh, gak perlu. Lu ke sana aja daripada nanti gurunya ngamuk ke gue karena lu lebih mentengi gue dibanding tugas, 'kan?

Jadi, pergi aja deh. Gue juga bisa pergi sendiri ke kelas, kok,'' tuturku melepaskan tanganku darinya.

Ia menatap hal itu dengan wajah kecewa, nah, kecewa, 'kan , lu? Lagian, siapa suruh mau jadi babu sekolah? Eh, wkwkwk.

"Yaudah kalau gitu, aku ke sana dulu, ya, kamu hati-hati ke kelasnya," balas Angga tersenyum dan mengusap kepalaku.

Tak lama, mereka semua akhirnya pergi bersamaan dengan anak cabe tadi.

"Huwek! Gaya-gayaan sok romantis segala, ngusap pala gue," gerutuku dan mengusap-usap kepala meninggalkan jejak tangan tuh orang.

"Woy!" teriak teman-temanku dan datang dengan menabrak tubuhku.

Untuk saja gak jatuh, mana badanku paling kecil di sini dibanding yang lainnya lagi, "Dih, kalian apaan, sih? Untung aja gue gak jatuh!" gerutuku menatap tajam ke arah mereka.

"Gak bahaya, ta?"

"Awas nanti anak orang baper!"

"Sungguh teganya-teganya Mega mempermainkan cintaku ...."

"Apaan, sih kalian? Gak jelas banget, bye!" cetusku meninggalkan mereka. Pasti, mereka ngeliat apa yang aku lakukan tadi sama Angga.

Ya ... mereka juga tahu soal Angga yang gak pernah menyerah buat deket sama gue. Meskipun, sering banget gue bilang bahwa gak ada rasa sama dia.

Kek ... males saja gitu, dia terlalu monoton hidupnya. Kenapa aku bisa tahu? Karena ... dia pernah cerita sama aku meskipun aku gak peduli sama sekali soal itu.

Masuk ke dalam kelas dengan ceker ayam dan merasakan dinginnya keramik sekolah ini, kupilih duduk di bangku-ku yang berada di paling belakang.

Aku sendirian di bangku ini, sebenarnya teman-temanku sempat mau duduk bareng denganku tapi aku tak menerima mereka.

Karena, yang ada nanti aku akan selalu di cepu-in jika melakukan sesuatu. Makan misalnya, atau tidur dan lain sebagainya.

Kuambil sepatu yang ada di kolong meja, entah guru tahu atau tidak soal ini. Aku menyimpan sepatu, hels, sendal jepit di dalam meja.

Pertemuan dengan client orang tuaku suka mendadak, mereka terkadang membawa aku yang selalu mereka sebut sebagai, 'aset'

Entah nanti ending hidupku akan dijodohkan atau tidak. Namun, setiap kali aku ikut mereka untuk meeting atau yang lebih tepatnya makan bersama.

Banyak orang tua, orang tua mereka ingin aku jadi menantunya dengan embel-embel agar kerja sama terus berjalan lancar.

Tapi, sejauh ini Mama dan Papa tidak pernah mengubris ucapan mereka. Hanya dijawab gelak tawa saja.

"Ke mana sepatu lu?" tanya Kanaya yang baru saja masuk di susul dengan dua orang lainnya.

"Biasa," jawabku singkat dan menatap ke arahnya.

"Hadeuh ... kayaknya, ya. Sepatu di ruang BK, tuh, semua isinya punya lu."

"Mau dijual sekolah kayaknya, 'kan lumayan dijual 1jt laku keras dah tuh. Itung-itung beramal buat memperbaiki; WC, gerbang sekolah juga asbes kelas yang bocor," terangku menatap ke arah Kanaya dan tersenyum.

"Njir, pembahasan lu serem mulu! Lu enak, kalo dikeluarin bisa dibawa ke luar negri. Lah, gue? Bisa-bisa ikut Ayah gue ke kuburan sono," geram Kanaya.

"Hahaha, sans ae kali!"

"Pulang sekolah ke pantai, yuk!" ajak Wendi duduk di bangku sebrang.

"Besok ajalah, 'kan besok libur," jelasku menatap ke arahnya sambil men-cek handphone.

Ada notifikasi dari Papa diantara beberapa pesan yang masuk dan sudah lama kubiarkan tanpa berniat untuk membalas juga melihatnya.

[Pulang sekolah, langsung ke rumah dan jangan ke mana-mana. Papa ada urusan sama kamu!]

Aku berdecih dan langsung menghapus pesan darinya, mood-ku semakin anjlok mendapatkan pesan dari seseorang yang membuat aku menyesali lahir ke dunia ini.

Tak lama setelah itu, handphone-ku berdering kali ini dan tertampil nama, 'Mama'

"Hmm?" dehemku ketika panggilan tersambung dengan tetap duduk di bangku membuat teman-temanku yang tadinya sedang bercerita menatap ke arahku.

"Sayang ... nanti kamu pulang sekolah langsung ke rumah, ya. Mama mau ngasih tau sesuatu sama kamu," jelasnya memberi tahu maksud ia menelpon-ku.

"Hmm!" Kembali deheman kuberi sebagai jawaban dan memutuskan panggilan secara sepihak.

Kupilih mematikan handphone daripada akan ada lagi panggilan-panggilan dari mereka yang membuat aku risih.

"Oh, iya, mengenai tugas sekolah. Kita udah sepakat akan pakai ide dari lu Mega," terang Megi membuatku mendongak setelah memasukkan handphone ke dalam tas.

"Kenapa? Kenapa baru mau pakainya sekarang, ha?" tanyaku dengan menaikkan alis sebelah juga tersenyum.

"Gak usah sok senyum segala lu!" protes Wendi padaku.

"Ngape? Takut jatuh cinta lu sama gue?" tanyaku nyolot dan full percaya diri.

"Daripada sama lu, mending sama Megi!" imbuh Wendi dengan suara pelan dan melihat ke lantai.

"APA?" teriak kami bertiga secara bersamaan, mungkin Wendi tidak sadar bahwa ucapannya itu akan di dengar.

Aku hanya tertawa melihatnya, bukan berarti gak boleh ada yang suka. Itu semua hak mereka aku juga tidak pernah melarangnya.

Plak!

"Enak bener lu jatuh cinta sama gue, cari cewek yang lain aja. Gue gibeng lu kalo beneran jatuh cinta sama gue!" larang Megi memukul lengan Wendi dan menampilkan kepalan tangan ke arah Wendi.

Sedangkan Wendi hanya cengengesan sambil menggaruk kepalanya membuat aku semakin ngakak melihat tingkah salah tingkah tuh anak.

"Kembali ke topik, kita pakai ide lu karena selama ini, 'kan emang pakai ide dari lu semua setiap kali buat tugas dan gak pernah ngecewain.

Meskipun, kali ini kita sedikit ngerasa aneh dengan ide yang lu beri. Tapi, setidaknya ketika kita ngerasa aneh, itu artinya ide dari lu jarang ada di pasaran," ungkap Megi memberi tahu alasannya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!