Chapter 18

"Apa Devi masih kesurupan?" tanya Marina, pengurus kamar satu yang letak kamarnya di sebelah kamar Saskia. Ia memang seorang indigo, jadi saat ada yang kesurupan atau apapun yang berhubungan dengan makhluk ghaib, dia akan selalu menolong santri itu.

"Nggak, Teh. Devi sudah aman sekarang," tutur Lili yang saat ini tengah keluar dari kamarnya. Jadi kamar pengurus di sana satu ruangan, namun dibagi menjadi tiga kamar.

"Alhamdulillah. Em, apa kamu tau penyebabnya, kenapa Devi bisa kesurupan lagi?" Tanyanya lagi.

"Akhir-akhir ini Devi sering melamun. Sepertinya ada masalah, tapi aku beneran gak tau problemnya," tutur Lili yang ikut mencemaskan Devi.

"Kamu deketin, Li. Coba ngobrol dari hati ke hati. Biasanya orang seperti Devi butuh sosok teman yang ia percayai agar bisa mengeluarkan unek-uneknya. Kalian deket kan?"

"Iya, kami dekat. Tebakan aku sih masalah keluarga. Udah beberapa bulan ini, Devi tidak dijenguk orangtuanya,"

"Ya ampun, lantas dia dapat bekal dari siapa? Ini masalah fatal sih, apalagi dia kan..." Marina hendak memberitahu permasalahan devi yang ia terawang, namun ia urung menceritakannya.

"Apalagi dia kenapa, Teh?" tanya Lili penasaran.

"Ah enggak. Intinya, kamu jaga dia baik-baik. Jangan sampai sering melamun atau dalam pikiran kosong. Kalau dia perlu bantuan, bisa bicara ke teteh, ya?" kata Marina yang menawarkan dirinya dengan senang hati.

"Siap teh. Oh iya, ngejawab soal bekal Devi. Alhamdulillah, Devi itu sesekali bantu bu nyai Susi berjualan di Tiktok, lebih ke live streamingnya. Dia juga kadang punya orderan menjahit, secara finansial, Devi memang sudah memumpuni," tutur Lili yang sedikitnya tau tentang Devi.

"Alhamdulillah kalau begitu. Ya sudah, kamu istirahat gih, udah malem, nanti kesiangan," kata Marina yang langsung pamit menuju ke kamarnya.

"Iya teh, mau ke kamar salah satu santri dulu,"

Lili pun akhirnya pergi ke luar sendirian. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam, tapi ia janji pada adik kelasnya untuk meminjamkan bukunya, karena besok si adik kelas bakal ulangan dan materinya ada semua di buku catatan Lili.

"Finda, ini teteh," ucap Lili sambil mengetuk pintu, saat ini dirinya sudah tiba di asrama puteri. Kebetulan asramanya itu tidak terlalu jauh dengan kamar pengurus santri.

"Eh teteh, kirain gak jadi. Makasih yaa teh. Doain Finda, semoga besok lancar ujiannya," ungkapnya sumringah.

"Ya, sama-sama. Belum tidur?" tanya Lili basa-basi.

"Hem, gak bisa tidur lah teh. Harus banyak ngafalin," ungkapnya cengengesan.

"Ya sudah, belajar yang tekun yah. Teteh pamit," ungkap Lili yang langsung pamit, saat ini ia merasa biasa saja setelah melewati wc kosong di sebelah gudang asrama puteri.

"Ga ada apa-apa. Yuk bisa! Fokus, Li." ungkapnya meyakinkan diri. Saat ini dirinya sedang ketakutan, apalagi Devi baru saja kesurupan. Tentu ada hawa tersendiri yang menyelimuti dirinya.

"Li.."

"Eh mama, astaghfirullah, siapa itu, eh kamu," sentak Lili kaget, karena ada seseorang yang memanggilnya dari kejauhan.

"Teh Anisa, ngapain di situ? Ngagetin aja tau," ungkap Lili yang masih terkejut dengan keberadaan Anisa di lawang pintu pengurus santri.

"Kamu yang ngapain. Ko malem-malem jalan sendiri. Untung gaada mama kunti yang nyegat," ucap Anisa sprontal.

"Hush! Teteh!!" Lili pun melotot ke arah Anisa, lalu ia segera berlari dengan cepat dan langsung menutup pintu rapat-rapat.

"Teh ih, beneran ya... Ngagetin aja tau. Aku kira ini mama kuntinya," ungkap Lili yang langsung meraba kening, pipi, pundak, dan tangan Anisa bergantian.

"Hih, kalau beneran, gimana?" Anisa nampaknya ingin mengusili Lili yang sedang ketakutan.

"Teh?" kata Lili yang mulai dag-dig-dug gak karuan.

"Lili...." ucap Anisa yang nadanya di buat-buat seperti kuntilanak.

"Ahhhhh!!" Lili pun berteriak sangat keras. Hal itu sontak membangunkan para pengurus di kamar satu, dua, dan tiga.

"Kenapa, Li? Ko teriak malam-malam sih?!" tegur Saskia yang nampak sudah terlelap. Ia membuka pintu kamarnya malas karena melihat dua manusia yang selalu bikin ribut tengah bikin ulah di tengah malam. Ia jadi tak enak hati pada pengurus lain yang ikut keluar dari kamarnya juga, karena mendengar teriakan Lili yang begitu kencang.

"Tolong, ini bukan teh Anisa!" ungkapnya sambil menelungkupkan kedua tangannya ke pipi, Lili pun memejamkan matanya saking ketakutannya.

"Hahaha." sontak semua orang yang ada di sana pun tertawa dengan keusilan Anisa.

"Li, udah deh. Hih, Anisa. Udah tau anak ini begini, ko kamu malah nakut-nakutin sih," tegur Saskia kembali. Sementara Tiara nampaknya sudah tidur terlelap dalam mimpinya yang Indah. Ia sama sekali tak terganggu dengan teriakan Lili.

"Maaf yaa. Hehe, gara-gara anak kamarku. Teteh semuanya harus terbangun," ungkap Saskia malu-malu, padahal dirinya jengkel pada Anisa dan Lili.

"Gapapa, Ki. Justru kami yang khawatir, takutnya Devi kesurupan lagi," kata salah satu pengurus yang nampak masih belum tidur. Sementara yang lainnya, setelah tahu kejadian tadi hanya candaan, mereka langsung masuk kembali ke kamarnya masing-masing.

"Baik teh, makasih ya. Silahkan tidur dengan nyenyak," ucap Saskia yang langsung menutup pintu kamarnya.

"Kalian!!" kata Saskia lumayan keras.

"Hehe, abisnya ni anak keluyuran malam-malam sendirian. Kan lucu jadinya," ungkap Anisa polos.

"Ya sudah lah, aku ngantuk banget. Hih, kalian. Awas kalau gitu lagi," ancam Saskia pada keduanya.

"Siap bunda. Kami juga mau tidur kok," mereka pun akhirnya tidur dengan nyenyaknya. Sementara Devi ia sudah terbangun. Ia sulit tidur kembali, namun harus ia paksakan. Karena besok seluruh santri akan melaksanakan ujian yang di laksanakan setiap satu bulan sekali di pesantren.

...----------------...

"Astaghfirullah, kita kesiangan," ungkap Anisa yang sudah bangun terlebih dahulu di antara mereka berempat. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah lima, sementara jam lima mereka harus sudah ujian di aula.

"Devi ke mana?" tanya Lili yang tak melihat keberadaan Devi.

"Ti, bangun." kata Saskia yang melihat Tiara masih terlelap.

"Ya Allah, ini semua pengurus pada kesiangan, atau kita doang?" ungkap Saskia panik. Ia pun segera masuk ke kamar mandi, namun saat ia hendak membukanya, sepertinya ada orangnya di sana.

"Dev? Ini kamu?" tanya Saskia di luar pintu kamar mandi.

"Nis, tolong liat kamar pengurus lainnya. Mereka kesiangan juga apa emang kita doang," suruh Saskia.

Ceklek! Pintu pun terbuka. Benarlah, Devi baru saja selesai mandi.

"Gimana badanmu? Udah lebih segeran?" kata Saskia memastikan anak kamarnya itu.

"Alhamdulillah, makasih yaa teh," ungkapnya datar, lalu ia pun segera melaksanakan shalat shubuh.

"Huh, hanya kamar kita saja yang kesiangan." ungkap Anisa lesu.

"Ya sudah, kita gantian aja ke kamar mandi. Nanti mandinya kalau udah ujian," kata Tiara yang sudah terbangun. Ia tengah menunggu Saskia beres dari kamar mandi.

"Tapi kok kita gak di bangunin yaa?" ungkap Lili yang merasa aneh.

"Kita kan ngunci pintu kamar. Seharusnya gak di kunci sih. Perasaan aku gak ngunci," kata Saskia yang sudah selesai wudhu, sikat gigi dan cuci muka.

"Hem. Maaf kawan-kawan. Semalam aku gak bisa tidur. Jadinya aku kunci. Maaf yaa sekali lagi," ungkap Devi yang sudah beres melaksanakan shalat shubuh.

"Oh gitu. Ya udah, gapapa. Dev, tolong kondisiin aja para santri sekarang. Suruh langsung ke aula aja dari sekarang," kata Saskia yang baru saja akan shalat shubuh.

"Astaghfirullah, aku sendiri gak ngafalin," kata Lili sambil menepuk jidatnya.

"Anti mah gak usah ngafalin juga nilainya 100, gak usah panik," kata Anisa sekenanya.

"Eh, gak gitu jugaa teteh. Ah, mumpung masih ada waktu, untung aku lagi haid. Jadi, bisa sambil nunggu kalian," ungkap Lili cengengesan.

"Hari ini ujian kitab Shafinah ya?" kata Tiara memastikan.

"Iya, kelas kamu itu, Ti. Kelas kami aku sama Saskia yaa kitab Fathul Qarib," ungkap Anisa lesu.

"Waah, kereen. Kitab yang dua jilid itu yaa?" ungkap Tiara kembali.

"Ah keren dari mana nya. Aku kayak malas aja gitu, Ti. Mana belom ngafalin setoran buat hari ini," keluh Anisa.

"Yuu ah, semangatt. Walaupun aku baru mengenal ilmu-ilmu pesantren. Tapi aku rasa, ini semua tuh mustahil aku kaji. Secara beneran deh, aku gak mau banget jadi santri. Yang aku pikirin itu, ilmu dunia, sains, kedokteran, bahkan kemarin aku sempet kaji ilmu hukum saking jauhnya ngenal Islam," curhat Tiara pada keempat teman kamarnya. Saat ini mereka sedang siap-siap, sementara Tiara sudah siap tinggal berangkat, ia pun berceloteh sendiri pada mereka.

"Alhamdulillah, itu berarti kamu adalah pilihan Allah, Ti. Bersyukur, gak semua orang bisa merasakan manisnya belajar ilmu agama," sahut Saskia.

"Apa teh Tiara ini yang waktu itu ada di Dupan ya?" kata Lili tiba-tiba saja.

"Wah, pake baju apa coba?" Tiara pun sedikit mengingat, ia kan bertemu Yusuf karena pesantren ini sedang liburan. Ada kemungkinan santri sini sempat melihatnya.

"Pakai baju pink, terus blazer putih sama celana kulot pink juga. Tapi maaf, teh Ti gak di kerudung, ya?" ungkap Lili hati-hati.

"Iya betul. Aku memang sampai tamat SMP kemarin belum berkerudung. Alhamdulillah, sekarang aku sudah hijrah. Mohon bimbingannya yaa." ungkap Tiara pada mereka berempat.

"Pasti. Tapi jujur deh, teh Tiara gak di kerudung atau di kerudung juga cantik. Lah aku? Hehehe," ungkap Lili cengengesan. Sampai saat ini hanya Devi saja yang belum mau bersikap hangat pada Tiara. Sementara Devi dan Lili nampaknya sudah terlihat nyaman, apalagi kepribadian Tiara memang semenyenangkan itu.

"Tuh, udah ada bel. Ayo!" kata Saskia yang langsung berlari kecil menuju aula.

...----------------...

"Pokoknya, kamu harus menumbalkan perempuan itu pada kami. Kalau nggak, nyawamu yang akan jadi taruhannya!" ancam suara bariton, yang hanya terdengar dalam relung hatinya.

"Tapi.. Hiks.." kini perempuan itu menangis tersedu-sedu. Saat ini, tak ada lagi harapan baginya untuk meneruskan hidup. Orang tua yang sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Kini, tekanan itu semakin menjadi-jadi. Ia benar-benar frustasi dengan keadaan yang semakin mencekiknya.

"Kamu tunggu sampai besok, kalau kamu gak nurut akan perintah kami. Jangan harap, kamu akan selamat!" suara itu pun menghilang.

"Ya Tuhan. Aku rela Engkau cabut saat ini juga. Jujur, ini sangat berat bagiku. Tak ada lagi yang bisa mencabut masalah ini selain kekuatanMu. Aku pasrah, aku ikhlas. Apapun takdirMu ke depannya," ungkap wanita itu memasrahkan dirinya seluruhnya pada penciptaNya.

...----------------...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!