Chapter 11

"Ngomong apaan sih. Kan jadi makin canggung jadinya," gumam Yusuf dalam hatinya.

"Gue tau, lo cuma omong kosong doang. Gak mungkin lo beneran suka sama gue." gumam Tiara sambil tertawa kecut.

"Ya. Kamu bakal tau suatu saat nanti." kata Yusuf datar, padahal dirinya sedang salah tingkah.

"Terserah." kata Tiara gak peduli.

Ceklek!

Pintu pun terbuka, ternyata yang membuka pintu itu adalah Kiai Rifki dan bu Nyai Susi.

"Loh, nak Tiara lagi di sini?" sapa bu nyai Susi untuk pertama kalinya. Sementara kiai Rifki berbincang dulu dengan dokter di luar.

"I-iya.. Bu." ucap Tiara menunduk.

"Yusuf gak nakal kan?" gurau bu nyai Susi tersenyum ke arah Tiara.

"Eh, nggak bu. Tiara cuma nganterin bekel doang dari mama buat Yusuf."

"Oh, syukurlah. Kirain Yusuf nakal." kata bu nyai Susi sambil menoleh ke arah Yusuf.

"Apa Ummi?" tanya Yusuf tidak bersuara. Sementara bu nyai hanya senyum-senyum sendiri.

"Kalau begitu, saya izin pamit ya, Bu. Assalamualaikum." pamit Tiara.

"Waalaikumussalam." Jawab bu nyai Susi sambil tersenyum.

"Kamu kok gak bilang sih, Suf?" omel Umminya tiba-tiba.

"Bilang apa ummi?" jawab Yusuf sedatar mungkin. Ia tak tahu, hal apa yang sedang dibahas umminya.

"Dasar.. Anak muda.." goda umminya kembali.

"Apa sih, Ummi." ucap Yusuf penasaran.

"Kamu sejak kapan suka Tiara?"

"Eh, Ummi. Udah tau?" kata Yusuf salah tingkah.

"Tau lah. Tapi ummi punya syarat."

"Apa syaratnya?" kata Yusuf penasaran.

"Kamu beresin dulu kuliahnya di Jakarta. Jangan pulang-pergi lagi pokoknya. Kalau dah beres, kamu bisnis atau cari kerja gitu. Ummi gak mau anak laki-laki ummi mau nikahin orang, tapi masih nganggur dan gak punya pendapatan tetap." nasihati Umminya.

"Baiklah, Mi. Mungkin itu lebih baik bagi Yusuf. Makasih ummi atas nasihatnya. Tapi asal ummi tau, Yusuf punya bisnis diam-diam yang nggak Ummi ketahui. Tapi nanti Yusuf bakal bilang kok. Bisnis apaan. Pendapatannya mungkin masih belum seberapa. Tapi Yusuf yakin, itu udah bisa jadi modal Yusuf buat menikah. Bisnis sampingan lainnya pun ada kok, Mi. Pokoknya ummi gak usah khawatir." tutur Yusuf agar sang Ummi tak meragukan kemandiriannya sebagai seorang laki-laki.

"Baguslah, Nak. Itu baru laki-laki sejati. Syukur banget kalau begitu. Maaf yah, Suf. Kami gak bisa mewarisi harta benda untukmu. Tapi ummi harap, pesantren ini bisa kamu pegang suatu saat nanti. Hanya harta ilmu-lah yang bisa kami berikan padamu. Semoga kamu jadi anak yang berhasil, sukses dunia akhirat." harap Ummi Susi pada anaknya.

"Aamiiin. InsyaaAllah mustajab do'anya seorang Ibu."

"Semoga."

"Bah, habis ngobrol apa sama pak dokter?" tanya Ummi Susi penasaran.

"Oh, itu tentang Yusuf. Katanya besok juga Yusuf udah bisa pulang. Jadi kamu mau ke pesantren, apa ke asrama, Suf?" tanya Abahnya.

"Kin, Yusuf mau di asrama aja, abah. Yusuf fokus dulu aja skripsian. Doain ya, Bah, Ummi. Semoga skripsi Yusuf cepet beres dan mendapatkan hasil yang memuaskan."

"Ya. Aamiin. Do'a kami selalu menyertai."

...----------------...

"Rayn. Kamu kok cemberut gitu?" tegur Mega, saat ini Rayn sedang di taman dekat rumahnya. Kebetulan, rumah mereka berdekatan, sehingga saat mereka ingin main atau ketemuan, jaraknya tidak terlalu jauh untuk saling bertemu.

"Pacar gue selingkuh." ungkapnya lesu.

"Astaga. Si Brayn? Bener-bener ya tuh lakik." umpat Mega ikut kesal.

"Bodohnya, kenapa dia selingkuh diam-diam? Buktinya gak di hapus lagi di chat Whats App sama DM Intagram. Kenapa harus ketauan sih? Bodoh amat ya dia?" Rayn menumpahkan segala keluh-kesahnya.

"Ya, itulah cowok, Rayn. Apalagi masa seperti ini, masa-masanya cowok puber. Mereka masih asyik main, nanti juga pas waktunya. Cowok bakal sadar dengan sendirinya. Siapa yang akan dijadikanya sebagai calon istri. Siapa juga yang hanya sekedar dijadikannya pelampiasan. Kita tunggu tanggal mainnya aja." nasihati Mega.

"Laki lo kayak gue gak? Jangan-jangan, semua laki sama." tuduh Rayn ngasal.

"Ih, naudzubillah. Gue udah punya kartu AS-nya. Nyokapnya udah minang gue duluan, malah tiga taun lagi, kita resmi tunangan. Udah gitu, nikah deh. Nih ya, meskipun dia humoris, gampang akrab-lah sama orang, tapi dia setia sama gue. Temen-temennya pun selalu curhat ke gue, gimana Rendra setiap harinya. Gak ada aneh-aneh tuh dia. Paling ya, gue paling sebel, kalau dia udah ngajak ngedate. Mana gak kenal waktu. Gue kan takut dikira macem-macem lah. Tapi untungnya lagi, dia selalu minta izin dong sama nyokap terus nganterin gue lagi pulang dalam keadaan selamat wal 'afiyat." tutur Mega.

"Beruntung banget lo. Kapan ya gue dapet cowok setia kayak lo? Apa mungkin gitu ya? Ko ya gue miris mulu perasaan. Apa gue ditakdirkan sial terus ya, dalam masalah percintaan." keluh Rayn sambil menunduk.

"Hih, gak gitu juga, Rayn. Semua ada waktunya. Semua ada masanya. Sabar, siapa tau Tuhan lagi nunjukkin sama lo. Kalau cowok lo itu gak baik buat lom Makannya Allah liatin dia selingkuh. Biar apa? Biar dia gak ngebodohin lu teruuus. Logikanya, kita sadarilah, kita tuh dikit-dikit main ati. Dikit-dikit main perasaan. Lah cowok? Sehari dua hari pun bisa move-on. Tapi gue yakin sih, kalau ada cewek yang udah berarti banget bagi hidupnya, pas dia berpisah sama cewek itu. Cowok itu pasti gak bakal bisa move-on secepet itu dari ceweknya. Pengalaman. Mantan gue gitu, sampai sekarang ngejar-ngejar terus, padahal udah tau, gue udah punya pacar lagi." kata Mega terus terang.

"Buset. Lo punya mantan berapa? Sejak kapan lo pacaran? Gue baru tau lo playgirl." ledek Rayn sambil tertawa.

"Sialan. Gue cuma punya mantan satu kok. Itu juga jadian sama dia tuh pas mau masuk SMP. Pacaran ama dia cuma tiga bulanan. Bodohnya, gue bucin banget ke dia. Jadinya gue terima-terima aja dijadikannya sebagai simpanan. Memang bangsat sih cowok playboy tuh."

"Tapi sekarang, ko dia bisa sih ngejar-ngejar lo lagi?" tanya Rayn heran.

"Ya mana gua tau. Dia tau mungkin, gue orang berada. Secara dulu gue sembunyiin identitas gue. Dia tulus gak sama gue? Ternyata, ada maunya aja tuh dia ke gue."

"Innalillah. Ternyata gak cewek aja yah yang mandang harta? Ternyata, cowok pun sama."

"Ya, begitulah. Kan kata agama Islam juga, kalau milih kriteria seseorang itu, diliat dari empat kategori. Keturunannya, Hartanya, Kecantikan/Kegantengannya, yang terakhir agamannya. Kalau lo lebih mentingin yang point ke-empat, pasti lo beruntung." kata Mega jelas.

"Wih, sejak kapan temen-temen gue pada agamis? Rere mulai sering belajar ngaji ke ustadznya yang dateng ke rumah. Tiara bentar lagi mau masuk pesantren. Lah, lo kok bisa juga belajar agama? Keren. Ajak gue ke surga bareng yaa." puji Rayn bangga.

"Lah, gini-gini juga keluarga gue taat agama. Adik gue aja mau mondok bentar lagi. Btw, nyokap gue tuh akhir-akhir ini sering dateng ke pengajian. Makannya tiap gue pulang ke rumah. Selalu adaa aja ceramahnya. Malah sekarang, si mamah mau istiqomah berhijab. Walau masih buka-tutup sih. Maklum, ibu sosialita di lingkungan gue tuh masih jarang yang make kerudung. Paling ke pengajian doang."

"Beruntung banget kalian. Coba keluarga gue kayak lo semua. Pasti gue gak bakal hancur gini." Rayn pun menunduk, sementara Mega mengusap bahu Rayn yang mulai bergetar karena menangis.

"Lo gak sendirian. Lo masih punya kami. Jangan ngerasa lo gak punya siapa-siapa. Curhatlah, insyaAllah ada solusinya kok." Tenangkan Mega pada Rayn.

"Makasih ya! Gue bersyukur banget punya sahabat kayak lo semua. Semoga keluarga gue pun sadar, dan mau kembali ke jalan Allah." harap Rayn yang masih menangis tersedu-sedu.

"Iyaa. Semoga.. Aamiin."

Di sisi lain, tepatnya di rumah Tiara. Orang tua Tiara nampak sedang berkemas dengan riangnya, sementara sang anak malah bete dan memilih untuk menonton televisi di ruang keluarga.

"Ti. Kamu mau bawa baju yang mana aja? Sini, mama udah beli banyak setelan gamis sama hijab buat kamu. Kamu pilih gih, bawa 10 aja dulu. Bulan depan, pas kami jenguk kamu, boleh dituker asal jangan terlalu banyak bawa bajunya. Mubadzir." teriak sang mama, karena anaknya itu malah mengeraskan volume televisi.

"Terserah, ah! Inget yah Ma. Kalau Tiara gak betah, mama harus bawa lagi Tiara pulang." ancam Tiara yang kini cemberut sambil rebahan di sofa empuk ruang keluarganya.

"Haduh, mama yakin, kamu bakal betah. Semangat!" teriaki Mama Sandra dengan happy-nya.

"Sayang." sapa sang Papa menghampiri anaknya yang sedang badmood.

"Apa." jawab Tiara singkat tanpa menoleh ke arah Papanya.

"Kamu kok cemberut gitu? Harusnya seneng dong. Kenapa? Ada masalah?" tanya sang Papa heran.

"Masalahnya banyak. Papa dan Mama gak bakal ngabulin keinginan Tiata. Buat apa cerita juga." ketus Tiara pada papanya yang kini tengah menatap kejengkelan sang anak.

"Aduh.. Nak. Kamu coba dulu aja yaa tinggal di pesantren? Sok, kalau kamu tiba-tiba aja betah. Jangan salahkan kami, kamu pasti bakal senang dan bersyukur."

"Mana ada." ketus Tiara kembali.

"Ya sudahlah, nak. Kamu yang sehat-sehat di sana. Semoga kamu menjadi anak yang sholehah, sukses dunia akhirat." Papa Raihan pun meninggalkan anaknya yang tidak menyahutnya sama sekali.

"Tuhan, tolong kabulin gue. Semoga di pesantren nanti, gue bakal dikeluarin, karena gue bakal banyak bikin ulah." gumam Tiara sambil tersenyum sinis, ia sudah merencanakan perbuatan-perbuatan anehnya selama di pesantren. Ia berharap dengan seperti itu, dia bisa di blacklist dan akhirnya ia pun bisa keluar dari namanya penjara Pesantren.

...----------------...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!