"Ti, plis deh. Jangan nekad!" pinta Rayn pada Tiara. Ia tak peduli, dan akan tetap melancarkan aksi kaburnya itu.
"Ti!!" kini Rere memeluk sahabatnya itu. Disusul Rayn dan Mega.
"Gue gak kuat! Gue gak sanggup! Ya Tuhan, kenapa ini harus terjadi?!" gumam Tiara sambil menangis dan berusaha melepaskan pelukan para sahabatnya.
"Gue ngerti! Gue ngerti! Sekarang.. Mending tenangin diri lo dulu deh, Ti!" bujuk Mega yang berusaha menenangkan kegundahan sahabatnya.
"Udah.. Udah! Gue udah berusaha tenang, menerima, dan pasrah akan takdir ini. Tapi, kenapa sesesak ini? Kenapa sesulit ini?!" ungkap Tiara yang terus memberontak dan meratapi nasib yang menurutnya buruk itu.
"Istighfar, Ti. Istighfar! Yuk, kamu anak kuat! kamu anak hebat! Allah sangat sayang kamu!" semangati Rayn.
"Mendingan, kita bebe Qu-an atau panggang-panggang apa gituh. Udah gais! Kita kan mau seneng-seneng. Jangan sedih-sedih, ya!" pinta Rere dengan manjanya. Biasanya Tiara akan mengabulkan apapun permintaan manja Rere, namun kali ini, ia masih tetap tidak peduli.
"Masalah ini, berarti fatal banget nih bagi Tiara." gumam Rere dalam hatinya.
"Ya, pasti kamu sedih banget, Ti. Secara kan mesantren itu adalah pengalaman pertama bagi kamu. Tapi, percayalah! Itu adalah jalan takdir yang terbaik untuk kamu. Insyaa Allah, kebahagiaan hakiki, akan kamu dapatkan di sana." sahut Mega memotivasi Tiara.
"Nih, Ti! Semenjak keluarga gue privat ngaji ke salah satu ustadz. Entah itu ceramah, atau belajar ngaji Quran. Hati gue, beuh, tenang banget! Gue tuh serasa gak butuh lagi dunia. Hati gue menggebu-gebu, pengen cepet hafal tuh al-quran yang jumlahnya 30 juz. Tapi, apalah daya. Bisa aja gue usahain, cuma gue orangnya pelupa. Coba aja kayak elo, Ti. Pasti lo bisa deh nanti di pesantren, jadi santri terbaik dengan hafalan terbanyak nan mutqin. Aamiin." ucap Rere yang kemudian di amini juga oleh Rayn dan Mega.
"Tapi gue gak berharap semua itu, Re! Gue gak mau aja. Ya Tuhan, kenapa sesulit ini menerima takdir-Mu?" ujar Tiara yang merasa bersalah pada Rabb-Nya. Ia sendiri tak mengerti, mengapa ia semenyangkal ini.
"Coba, luasin lagi hati lo. Maafkan semua yang telah membuat hati dan jiwa lo berat. Pasti bisa! Soalnya gue juga pernah, ada suatu moment. Berat banget! Bahkan gue hampir bundir gara-gara sulitnya. Tapi, Allah ngasih jalan di detik-detik terakhir, pas keadaan gue pasrah banget! Coba, lo pasrahin, lo ikhlasin. Semoga saran gue membantu." nasihat Mega.
"Iya, Ti! Gue juga pernah gitu. Ya Tuhan, kayaknya mumet banget idup tuh. Tapi yah, namanya kasih sayang Tuhan. Selalu aja ada jalan, yang bikin kita balik lagi bahagia. Percayalah, kasih sayang Tuhan itu, luas!" timpal Rayn mencoba meyakinkan Tiara. Ia ingin Tiara tidak terus-menerus meratapi takdirnya itu.
"Tiara!!!" ungkap seorang pria dari kejauhan. Pria itu nampak ngos-ngosan bersama istrinya. Demi menyusul anaknya, mereka rela lari-larian, karena mereka tau, anaknya itu orang yang nekad.
"Nah, kan bener. Nyokap lo pasti nyusul ke sini." kata Rayn yang paling pertama melirik ke arah sumber suara itu terdengar.
"Astaghfirullah, sayang! Mama kira, kamu beneran kabuurr..." ucap Sandra yang nampak khawatir dan tak habis pikir dengan pemikiran anaknya.
"Mama, Papa, jahat! Kenapa juga harus ke sini? Apa peduli kalian sama Tiara?!" ungkap Tiara berapi-api.
"Kamu gak malu, di saksiin begini sama teman-teman kamu? Istighfar sayang! Yuk, pulang aja ke rumah. Tenangin diri dulu.." ajak Sandra pada anaknya, namun Tiara malah menjauhinya, bahkan melemparkan pasir yang nampak tak bisa ia genggam, saking gemeterannya.
"Tiara. Ya Allah.. Hamba yakin, ini cobaan bagi kami." gumam Raihan tampak pasrah dengan perilaku tiara saat ini.
"Ya sudah, Papa akan beri waktu untuk kamu 3 hari. Kalau kamu tetap tidak mau, Papa bakal paksa om beni, agar segera menikahi kamu!" ancam Raihan memutuskan secara sepihak.
"Bagus! Ini yah yang namanya orang tua? Anaknya hampir kena mental gini, mau di tambah-tambah? Kenapa gak sekalian aja masukin Tiara ke rumah sakit jiwa? Bahkan titipin aja ke rumah panti asuhan. Pasti Tiara bakal seneng di sana, gak di paksa lah. Gak di ancam lah." kata Tiara sompral.
Hal itu membuat ketiga sekawannya nampak memeluknya begitu erat, dan Raihan maupun Sandra kini nampak begitu jengah, harus bagaimana lagi mereka menghadapi putrinya yang tampak sekeras kepala ini.
"Kenapa diem aja? Gak bisa jawab ya?! Apa udah kehabisan akal?!" tantang Tiara tak peduli pada suasana sekitarnya. Di sana sepi, hanya mereka saja yang berisik, namun tetap membuat para pengunjung asing menatap ke arah mereka. Untungnya di sana warga lokal sedang tidak ada. Jadi mereka tak jadi pusat perhatian.
"Halo, Om! Halo, Tante!" sapa seorang pria secara tiba-tiba, ia datang dari arah kiri Mama Sandra.
"Eh, nak Yusuf. Apa kabar kamu nak?" kini Sandra malah mengalihkan perhatiannya pada sosok Yusuf yang mereka kenal.
Ya. Yusuf memang anak kiai pondok, yang tak lain adalah pengasuh sebuah pondok pesantren, tempat Tiara kelak dimasukkan ke pondok itu.
"Nak Yusuf, di sini lagi ngapain?" tanya Raihan juga yang nampak kaget, melihat Yusuf tiba-tiba muncul.
"Alhamdulillah, kabar baik, Om! Tante! Em, kebetulan... santri kami sedang liburan. Jadi ya, ceritanya saya sedang ngasuh di sini." ungkap Yusuf yang nampak ramah dan membuat siapapun nyaman berbincang dengannya.
Sementara Mega nampak tercengang, ia melotot tak percaya. Lelaki berpeci itu nampak akrab dengan orang tua Tiara. Sedangkan Rayn juga tak kalah kagetnya, secara ia tadi berbincang dengan lelaki itu. Dan, lelaki itu nampak memberikan clue nya bahwa ia menyukai sahabatnya, Tiara. Hanya Rere saja yang acuh akan kehadiran Yusuf, secara dia kan memang gak tau apa-apa.
"Nak Yusuf, boleh kami berbincang sebentar?" tawar Raihan pada putra koleganya yang berasal dari pesantren itu.
"Boleh, Om. Dengan senang hati."
"Nak, Rayn, Mega, dan Rere. Tante titip dulu Tiara ya! Tante sama Om mau ngobrol dulu sama anak kiai, temennya Papa Tiara ini." ucap Sandra.
"Iya, Tante. Siap." kata Mega mewakili semua sahabatnya.
"Ti, kayaknya, lo bakal dimasukkin ke pondoknya Yusuf deh." tebak Mega ngasal.
"Ti, lo gak lupa kan? Yusuf itu, tadi dia yang nanyain tentang kamu. Kayaknya, kalian bakal dijodohin deh." timpal Rayn yang nampak penasaran dengan perbincangan orangtua Tiara dan Yusuf.
"Ogah! Mau jungkir balik pun, gue tetep gak mau ya! Mana nikahnya sama seorang ustadz. Mimpi apa gue? Gak, itu gak bakal terjadi!" ungkap Tiara menyangkal sejadi-jadinya.
"Hush! Biasanya, perkara yang tidak kita sukai. Justru itu yang Allah dekatkan, bahkan Allah berikan pada kehidupan kita cepat atau lambat. Gue pernah ngalamin itu." kata Rere meyakinkan.
"Mustahil. Nggak! Plis deh. Kenapa sekarang hidup gue deket sama yang berbau pesantren sih?!" umpat Tiara kesal.
"Ti..." kata Rayn yang sudah speechless dan tak tau harus ngomong apalagi.
"Eh, keknya di sana lagi rame. Ada apa tuh?" gumam Rere antusias. Ia nampak ratunya, untuk membuat suasana rame dan gak krik-krik.
"Keknya pameran gitu deh. Yaudah, gass ke sana gak sihh?!" ajak Mega yang tampak ingin membuat suasana lebih hidup. Ia memang sebelas, dua belas dengan Rere.
"Yaudah deh." Tiara pun akhirnya menyetujui permintaan para sahabatnya, setelah dari tadi merajuk tak kelar-kelar.
...----------------...
"Nak Yusuf, apakah kamu sudah punya calon?" tanya Raihan hati-hati. Ia nampak sudah percaya, kalau putrinya kelak di bimbing oleh sosok Yusuf, maka sikap berontaknya akan menipis secara perlahan.
Sementara yang ditanya nampak speechless, ia sudah tau, ke mana arah perbincangan ini melaju.
"Belum, Om." kata Yusuf sambil tersenyum lalu menundukkan pandangannya.
"Apa boleh om meminta?" tawar Raihan kembali.
"Em, boleh om. Kalau Yusuf mampu." kata Yusuf jujur apa adanya.
"Kalau boleh, itupun kalau kamu mau. Om pengen ngejodohin anak om sama kamu. Gimana? Tapi om gak maksa juga. Soalnya Tiara ini orangnya, pemberontak sekali. Om seringkali jengah dengan tingkah lakunya. Apakah dia akan selamanya begitu? Om khawatir, ia tidak akan pernah berubah." kata Raihan putus asa.
"Maksudnya, anak om bernama Tiara itu yang tadi?" tanya Yusuf memastikan.
"Betul nak. Kamu sudah kenal?" timpal Sandra yang nampak berbinar, karena calon mantunya sepertinya setuju dengan perjodohan ini.
"Em, enggak sih. Gimana ya... Yusuf mau-mau aja. Tapi, apakah Tiaranya juga mau?" tanya Yusuf polos, dan kini, Raihan maupun Sandra senyum-senyum penuh arti.
"Nak Yusuf. Entah kenapa, om sangat tertarik padamu. Om percaya, kamu bisa merubah Tiara. Tiara yang tadinya pemberontak dan keras kepala, mungkin bisa saja berubah menjadi lebih baik, gak ada yang mustahil kan? Apakah nak yusuf beneran, menyetujui perjodohan ini?" tanya Raihan sekali lagi. Ia ingin memastikan kesungguhan, calon mantunya itu.
"Saya jadi malu mengakuinya. Jujur, saya ketemu anak om dan tante tadi siang di Dufan. Entah kenapa, saya tiba-tiba jatuh hati padanya. Tapi tenang saja Om, Tante. Yusuf akan menyembunyikan perjodohan ini sementara waktu. Insyaa Allah, Yusuf akan amanah, dan akan menjaga Tiara nantinya, saat ia di pesantren." jelas Yusuf dengan perkataannya yang tegas.
"Alhamdulillah." Raihan dan Sandra mengucapkan syukur secara bersamaan.
"Betul, Nak Yusuf. Om dan tante, sangat setuju dengan keinginan kamu untuk merahasiakan perjodohan ini. Kamu sendiri melihat kan tadi? Bagaimana membrontaknya Tiara, saat kami ingin masukin dia ke pesantren. Begitulah karakternya. Tapi kamu jangan khawatir, Tiara anak yang baik kok! Dia juga penurut. Hanya saja dan kebetulanya, masuk ke pondok pesantren ini, agak terlalu cepat dan sangat mendadak. Wajar dia kecewa pada kami, wong ini demi kebaikannya." kata Raihan panjang lebar.
"Iya om. Saya paham. Saya juga ngerasain ko. Gimana hancurnya perasaan saya, saat mimpi dan harapan itu tiba-tiba saja harus berhenti dengan sendirinya. Mungkin itu juga yang tengah Dik Tiara alami. Semoga saja, keputusan om dan tante ini yang terbaik." harap Yusuf.
" Ya sudah. Kami sudah menyita waktu nak Yusuf begitu lama. Takutnya, kamu dicariin sama pihak pondok. Kami pamit duluan ya! Mau liat Tiara dulu, apakah anak itu masih merajuk atau sudah membaik." kata Sandra yang begitu ramah pada calon mantunya.
"Iya tante, om. Silahkan... Yusuf mau ngadem dulu aja di sini. Semoga dik Tiara diluluhkan hatinya yah.."
"Aamiin." ucap mereka berdua serempak.
Kini, Yusuf sedang duduk di salah satu warung yang nampak menghadap ke arah laut. Angin malam, suasana pantai yang riuh akan hembusan ombak yang berlarian. Ia nampak merenung dan menyadari, apakah secepat ini ia menjatuhkan hati pada sebuah pilihan? Padahal sebelumnya, ada hati yang begitu susah ia lupakan.
...----------------...
Jangan lupa like, vote, dan comen ya untuk novelku.
Jangan lupa kasih ulasan juga untuk buku ini🙏😁
Biar Author makin semangat nulisnya, hehe
See you Readers🙌❤️
Thanks yang udah mau mampir dan stay baca karyaku. Semoga terhibur💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments