Chapter 16

"Yusuf?" orang itu nampak tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.

"Ini gak seperti yang kamu pikirkan." sangkal Tiara yang langsung berdiri dan menjauhi Yusuf.

"Ahhay, gapapa kali." orang itu pun nampak meledek dan tersenyum miring ke arah Yusuf.

"Sial, untung elu yang liat bukan orang lain." gumam Yusuf sambil tertawa.

"Yaelah, bro! Belom juga halal, udah gitu." bisiknya di samping Yusuf.

"Udah dulu ya! Kang, tolong jangan berpikiran negatif. Aku gak ada apa-apa kok sama dia," Tiara pun langsung lari, meskipun dia gak suka, tapi dia malu kalau ada yang liat saat dia di posisi tadi.

"Faisal. Lu kayak hantu aja, dari kapan lu ke sini?" selidik Yusuf.

"Huhu, ada yang ketangkap basah, malah basa-basi segala,"

"Hih, reseeee!" Yusuf pun menjitak kepala Faisal keras. Tapi Faisal berhasil menghindar, sehingga tak terlalu sakit.

"Tau gak?" kata Faisal setengah-setengah.

"Apaan, lu belom juga bilang," jawab Yusuf acuh.

"Gueee mau nikah sama si neng Rinjani," ucapnya girang.

"Hah? Kapan?" Yusuf pun nampak antusias, pasalnya cinta Faisal itu rumit. Rupanya semesta kini merestui mereka.

"Mau tau apa mau tau banget?" Faisal masih saja menyebalkan.

"Lama-lama gue bisa gila ngomong sama yang gak waras," Yusuf pun berlalu dan masuk ke rumahnya, sementara Faisal mengintilnya dari belakang.

"Lah elu, makanya cepet beresin tuh skripsi. Biar bisa nikah juga sama si eneng," gumamnya, namun Yusuf tak menampik perkataan Faisal.

"Tadi lo kayak berpelukan banget tau. Gimana perasaan lo tadi?" kini Yusuf pun menoleh ke arahnya.

"Ga usah kepo!" ternyata Yusuf masih marah dan mendelik kesal ke arah Faisal.

"Hahaha. Lucu juga yaa liat anak ini merajuk." Faisal masih betah menggoda Yusuf.

"Tiara emang beneran gak suka gue ya?" kini Yusuf seperti orang frustasi.

"Lah, gimana ya. Dari responnya tadi sih, iya," jujur Faisal.

"Haduh. Gue kok pengen nyerah sih?"

"Jangan-lah, Suf. Cinta itu gak bisa dipaksakan. Kalau elo yang suka duluan, ya perjuangkan. Baru kalau cewek lo yang naksir, elo boleh nolak.. Tapi kan, sekarang posisinya lo gini, jadi harus banyak sabar aja. Liat nih, gue juga sabar, " nasihati Faisal sambil membanggakan dirinya.

"Ah elu, tapi kalau dianya gak suka terus sama aku, gimana?" tanya Yusuf jengah.

"Ya simplenya, lo perjuangin. Lama-lama juga luluh deh, cewek itu gampang baper. Sok percaya! Gini nih, coba ubah sikap lo. Kalau selama ini elo yang deketin mulu, coba tebar pesona. Elo juga harus cuek, dingin, acuh kayak biasa. Gimana respon Tiara? Nah, di sana elo pasti bisa nilai,"

"Wih, tumben lo pinter? Iya yah? Kok gue jadi bodoh gini?!" kini Yusuf tersenyum setelah mendengar ide Faisal.

"Ya iya lah, lo biasanya juga jual mahal. Kenapa pas jatuh cinta sama si Tiara jadi bego gini?"

"Sialan!" umpat Yusuf sambil membanting permen ke arah Faisal.

"Semangat! Lo juga harus sukses di dunia percintaan, Suf." kata Faisal santai, sambil menyicip makanan yang ada di rumah Yusuf.

"Lah, A Yusuf lagi jatuh cinta sama siapa?" tiba-tiba saja adik Yusuf bersuara dari arah anak tangga.

"Loh, Adnan. Kamu kapan pulang?" tanya Yusuf kaget, sementara yang ditanya hanya senyum-senyum saja, karena sejak tadi ia mendengar percakapan dua orang dewasa itu.

"Hayoh, lagi jatuh cinta ya? Tapi cintanya bertepuk sebelah tangan," ledek Adnan kembali.

"Hahaha, puas lo. Tuh adikmu pun menertawakanmu," Faisal pun terpingkal-pingkal karena merasa lucu, Yusuf digoda begitu oleh adiknya.

"Kamu kapan ke sini?" Yusuf tak menanggapi celotehan dan tertawaan saudaranya itu datar.

"Hadeuh, mode serius nih A Faisal," ucap Adnan santai sambil melirik ke arah Faisal.

"Biasa. Mau keliatan elegan. Makanya gitu," balas Faisal.

"Ck, kalian memang ngeselin!" umpat Yusuf.

"Aku ke sini dari kemarin, A. Eh, katanya A Yusuf lagi gak di Pesantren. Kenapa betah banget di Jakarta?" tanya Adnan, kini ia mode serius.

"Hem. Begitulah. Jangan bilang kamu pengen liburan ke Jakarta," tebak Yusuf sambil mengunyah, kini dia tengah makan pudding bikinan sang ummi.

"Hehehe, tau aja. Boleh yah, A?" pinta Adnan memelas.

"Gak mau. Kamu udah ledek Aa tadi," rajuk Yusuf.

"Yahh, ko Aa baper sih? Siapa ceweknya, biar aku labrak," kini Adnan pun berdiri, ia memang selalu serius dengan ucapanya.

"Eh, eh. Jangan!" Yusuf pun seketika panik, kalau adiknya sudah memutuskan untuk melakukan sesuatu, maka tak ada yang bisa menghalanginya.

"Tiara ya? Dia santriah sini?" gumam Adnan kembali.

"Dek!!! Aa bakal marah sama kamu, kamu gak usah lagi kenal Aa!" ancam Yusuf pada adiknya.

"Hih, baru geretakan gituu udah panik. Bilang aja takut di malu-maluin. Secara kan ceweknya nolak!" ledek Adnan kembali.

"Kamuuu!!"

Yusuf pun akhirnya saling berkejaran dengan adiknya yang masih kelas dua SMA. Sementara Faisal memperhatikan keduanya sambil geleng-geleng kepala, ia tengah bersantai sambil terus menyantap berbagai makanan yang tersedia.

Maklum, ummi Susi memang sering buat makanan. Makanya kalau ada yang bertamu, selalu saja banyak makanan di mana-mana, entah itu di dapur, ruang tamu, ruang keluarga, sampai di masing-masing kamar, bahkan tak ayal tamu pun ada yang sampai dibekali makanan olahannya oleh ummi Susi.

Aneka macam buatan ummi Susi meliputi, per-kue-an, minuman, sampai makanan ringan yang memang betulan olahan tanganya. Selain itu, beliau pun senang bereksperimen seperti membuat kue bolu, brownies, nastar, pudding, sampai bittersweet ala najwa, dessert box yang lagi booming-boomingnya di media sosial, terutama di Tiktok. Hal itulah yang menjadikan ide bagi ummi Susi untuk membuat bisnis makanan di pesantren. Ternyata, laku banget, orderan membeludak. Bahkan mereka pun kini mempromosikan bisnis pesantren itu ke media sosial. Santri takhosus lah (yang khusus mondok) yang terkadang mengolahnya dan mengupdatenya ke media sosial sampai melakukan live streaming melalui ponsel android khusus milik pesantren.

Begitulah kehidupan modern di pesantren Ar-Rizqon, meskipun pelajaranya salafi alias masih mempertahankan pola pendidikan tradisional seperti ulama pada zaman dulu, yakni dengan belajar kitab-kitab kuning (klasik), mereka juga mempelajari ilmu-ilmu modern seiring perkembangan zaman teknologi. Mana yang lebih indah, selain menyeimbangi ilmu dunia dan akhirat? Benarlah ungkapan Albert Einstein, beliau mengatakan:

"Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta." -

...----------------...

"Ti, kamu habis dari mana?" sapa Saskia yang baru melihat Tiara masuk ke kamar.

"Kamu ko gak bilang, jadinya di madrasah bukan di rumah bu nyai. Aku kan malah ke sana," keluh Tiara.

"Yah, tadi memang dadakan banget. Aku juga gak nyangka sama keinginan anak-anak, padahal bu nyai nya aja gak masalah kalau di rumahnya. Eh, para santriah pengennya di madrasah." tutur Saskia.

"Huft!" kini Tiara merehatkan badanya di atas tikar.

"Kenapa? Ko kayak yang gelisah gitu?" tanya Saskia heran.

"Nggak kok. hehe," Tiara menyembunyikan insidennya dengan Yusuf dari siapapun. Menurutnya, saat ini hanya dirinya yang bisa ia percayai kalau itu memang sangat pribadi dan sensitif baginya.

"Yaudah, aku mau mandi dulu ya! Berapa menit lagi ke adzan maghrib?" tanya Tiara pada Saskia.

"Tiga puluh menit lagi kok. Gantian ya! Aku mau rebahan dulu, pegel ternyata badanku," ucap Saskia yang kini telah berbaring di kasurnya.

"Oke,"

"Tadi kok kayak ada yang dateng ya ke rumah bu nyai? Kira-kira siapa?" gumam Saskia. Ia bertanya-tanya dalam hatinya.

"Dev!" sapa Saskia.

"Iya?" kata Devi yang baru saja tiba di kamarnya.

"Dari mana? Aku kok baru liat kamu lagi seharian ini?" tanya Saskia.

"Oh, aku barusan dari perpustakaan. Biasa, lebih nyaman di sana," ucapnya santai. Padahal, sejak kedatangan Tiara di kamar, mereka merasa segan sehingga memilih untuk jarang di kamarnya.

"Kalau Anisa ke mana?"

"Dia lagi patrol. Bagian dia masak untuk santri hari ini. Kalau Lili dia lagi main ke kamar sebelah," jelas Devi.

"Oh, oke. Kok kalian jadi jarang di kamar sih?" tanya Saskia heran.

"Gak kenapa-napa kok. Perasaan kamu aja itumah," sangkal Devi.

"Huft, kalau ada apa-apa, bilang yah!" Saskia merasa tanggungjawab, karena dia memang diamanahi jadi ketua di kamar pengurus tiga.

"Iya, santai. Eh, di kamar mandi ada siapa?" tanya Devi.

"Tiara. Bentar lagi juga beres,"

"Oh. Udahnya siapa? Teteh?" Devi memang adik kelas Saskia, alias dia masih kelas 3 SMP, begitupun Lili. Hanya Anisa yang seangkatan dengan Saskia dan Tiara.

"Iyaa aku. Kalau kamu buru-buru. Sok aja kamu duluan. Aku masih mau rebahan kok,"

"Oke, Teh. Aku duluu ya?"

Ceklek! Pintu kamar mandi pun terbuka.

"Ki, sana," tutur Tiara, ia pun tersenyum ke arah Devi. Namun devi menaggapinya datar.

"Devi dulu, aku masih mau rebahan," gumamnya sambil menyuruh Devi dengan kontak matanya.

"Loh, kamar ini kenapa sepi terus, padahal kita berlima kan?" tanya Tiara heran. Mereka bertiga hanya datang ke kamar kalau mandi, makan, bawa buku ke sekolah, mukena untuk berjamaah, dan kitab kalau mau mengaji. Benar-benar jarang, dan Tiara sudah merasa aneh akhir-akhir.

"Ah, biasa. Anak-anak memang pada sibuk," kata Saskia santai. Ia tak menyadari dengan kejanggalan yang terjadi.

"Tapi aku kok ngerasanya beda yaah?" perkataan Tiara barusan, membuat Devi tersentil, karena memang ia canggung dengan Tiara.

"Perasaan kamu aja. Udah, santai aja," kata Saskia lagi.

"Dev?" tegur Tiara.

"I-iya teh?" Devi pun menatap Tiara canggung.

"Kamu gak ngerasa terganggu kan sama kehadiranku di sini?" tanya Tiara hati-hati.

"Enggak kok!" Devi pun langsung masuk dengan cepat ke arah kamar mandi.

"Apa emang mereka pada canggung ke aku yaa? Padahal sejauh ini, aku pun berusaha mengakrabkan diri ke mereka," gumam Tiara bertanya-tanya dalam hatinya.

...----------------...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!