"Sial! Kok gue di suruh masuk kelas tahfidz sih?" gerutu Tiara sebal.
Saat ini ia sedang sendiri di kamarnya dan sedang bersiap untuk melaksanakan shalat dhuha terlebih dahulu sebelum masuk kelas. Tadi pagi setelah shalat subuh, ia di suruh ummi Susi untuk masuk ke kelas tahfidz. Melihat talaran kitab Tiara sangat lancar, ummi Susi pun berinisiatif dan ingin menjadikan Tiara seorang hafidzoh 30 juz. Permintaanya pun hanya ditanggapi Tiara dengan senyum kecutnya. Ia tak menjawabnya langsung, melainkan sore ini, dia ditunggu di rumah bu nyai Susi untuk menyampaikan kepastiannya masuk kelas tahfidz.
"Gue males banget asli, kalau memang di suruh hafalan tiap hari," rutuknya lagi.
"Ti." Panggil Saskia tiba-tiba dibalik pintunya.
"Iya." Jawab Tiara datar.
"Loh, kok kamu mundar-mandir gitu. Kenapa? Eh, btw kamu bisa gak, gantiin aku dulu hari ini, ngajar ke kelas DTA?" pinta Saskia.
"DTA yang anak SD itu? Emangnya kamu mau ke mana?" tanya Tiara heran.
"Iya, mau ya? Arin hari ini ngisi kelas lain. Pengurus lainya pun sibuk sama kegiatannya." harap Saskia. Ia memelas pada Tiara.
"Baiklah. Materi hari ini emangnya tentang apa?" sebetulnya Tiara sedang badmood, namun mau menolak Saskia pun tak tega.
"Gampang kok. Pelajaran hari ini tentang nama-nama Nabi sambil dinyanyiin gitu. Kamu juga kebetulannya kan bagus suaranya. Jadi bisa lah." puji Saskia sambil tersenyum.
"Oh, nyanyi. Tapi aku gak tau lagamnya (nada)."
"Nih gini..." Saskia pun melagamkan nadanya, Tiara pun sedikit antusias karena tidak terlalu susah, malah menurutnya terlalu gampang.
"Oke. Hari ini jam 14.00-16.00 kan yah?" tanya Tiara memastikan.
"Betul banget. Makasih ya, Ti!"
"Ya, sama-sama. Kamu emangnya ada urusan apa, Kia?" tanya Tiara penasaran.
"Sebetulnya aku mau bantu packing bolu sama brownies pesanan konsumen ke luar pulau Jawa. Bukan aku aja, tapi ada 20 santri juga yang ikut bantu. Kebetulan pengurusnya cuma ada aku, sedangkan pesanannya banyak banget. Kasian bu nyai, jadi aku yang harus tanggungjawab deh." jujur Saskia.
"Oh, pesanan. Nanti kalau aku udah ngajar, aku bantu juga ya? Tempatnya di mana?" tanya Tiara.
"Tempatnya di rumah bu nyai Susi. Boleh banget Ti. Nanti ke sana aja." ungkap Saskia sambil menyimpan kitab dan mukenanya. Ia baru saja selesai ngaji di kelas kitab, sedangkan Tiara tadi melihat kelas tahfidz dan ikut percobaan saja. Apakah cocok dengannya atau tidak?
"Tadi kamu kok gak ke kelas kitab? Apa jangan-jangan masuk ke kelas tahfidz?" tanya Saskia penasaran.
"Oh itu, iyah. Aku tadi di suruh bu nyai masuk ke kelas tahfidz. Katanya aku cocok di sana, makanya di suruh ikut kelas tahfidz dulu. Tapi aku masih bingung, antara ingin dan tidak," keluh Tiara sambil terduduk di kasur Saskia.
"Loh, kok bingung? Gak semua orang cocok di kelas tahfidz, Ti. Kayaknya kamu berpotensi deh. Aku dukung kamu, apalagi yang mintanya bu nyai Susi. Beliau kan hafidzoh mutqin yang sudah bersanad dari Karapyak, Jogjakarta." kata Saskia memberi masukan.
"Kamu sendiri kok, enggak?"
"Aku? Aku gak terlalu niat di bidang tahfidz. Lebih ke ilmu alat sama bahasa Arab aja. Aku sukanya di situ, makanya aku gak masuk kelas tahfidz, karena terlalu suka ilmu-ilmu itu, hehe,"
"Oh gitu. Aku masih bingung. Aku masih gak tau, aku ini suka ilmu apa? Karena jujur, semuanya masih terasa asing bagiku. Secara kan aku baru masuk pesantren." keluh Tiara.
"Coba kamu istikhoroh dulu aja. Minta ke Allah, baiknya gimana. Pasti ada solusi kok. Cuma menurut aku, kamu cocok deh di bidang tahfidz. Secara talaran kitab kamu pun bagus. Percaya deh," semangati Saskia.
"Oke deh. Aku coba dulu aja gitu ya? Sebulan dulu. Kalau gak cocok ya keluar. Kalau cocok ya lanjut,"
"Bagus. Kamu berpotensi asli, Ti. Udah mah suara kamu bagus, di tambah kalau punya hafalan. Bisa jadi qori nasional deh."
"Ah kamu, gak baik dilebih-lebihkan gitu. Aku masih awam. Gak mau dulu terjun ke hal-hal seperti itu." tutur Tiara rendah hati.
"Eh, nanti cobain dulu ikut lomba. Kamu sukanya di bidang hafalan, qori, atau mcc. Kebetulan beberapa bulan lagi ada musabaqoh (perlombaan) sampai tingkat nasional."
"Kamu juga mau ikut, Ki?" tanya Tiara.
"InsyaAllah. Tahun kemarin aku gagal di kabupaten. Semangatku menggebu-gebu. Jadi, aku pengen ngelatih lagi potensiku tahun ini. Kamu juga harus ikut ya, Ti!" ajak Saskia.
"Iyaa. Aku coba dulu aja, ikut tahfidz deh."
"Yakin?"
"Ya!" jawab Tiara sambil menganggukkan kepalanya.
Sebetulnya ada rasa iri di hati Saskia, tatkala bu nyai Susi meminta Tiara secara tidak langsung menjadi murid tahfidznya. Sudah dapat diketahui, bahwa para santri tahfidz dengan bu nyai susi memanglah sangat dekat. Hal itu menimbulkan rasa cemburu lagi di relung hati Saskia. Tapi ia berusaha menepisnya sejauh mungkin, sebagaimana tebakanya di awal. Tidak mungkin Tiara dijodohkan dengan Yusuf. Ia yakin, bahwa Tiara memang tidak menyukai pria yang saat ini menguasai hatinya.
...----------------...
"Oke nak, anak. Perkenalkan, nama teteh Tiara. Di sini teteh gantiin teh Saskia. Semoga pertemuan pertama kita menyenangkan yah," ucap Tiara dengan senyuman mautnya.
"Yeee, horeee. Belajar sama kakak cantik," gumam murid-murid kelas 4-5 SD.
"Alhamdulillah. Coba dik-adik, hari ini belajar tentang apa hayo?"
"Nama-nama Nabi dan Rosul, kakakk," celoteh anak kecil bernama Naisya diiringi murid-muridnya yang lain. Ia memang paling cepat tanggap di kelasnya.
"Wah, betul tuh. Kita nyanyiin yuk!"
Ashsholaatu 'alannabbi
Wassalaamu 'alarrosul
Walambiyaail mursaliin
Kulluhummukromun
.
Sholawat ke atas nabi
Sejahtera ke atas rosul
Nabi - nabi yang diutuskan
Mereka semua adalah mulia
.
Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh
Ibrahim, Luth, Ismail
Isqak, Yaqub, Yusuf, Ayub
Syuaib, Musa, Harun, Dzulqifli
Daud, Shulaiman, Ilyas, Ilyasa
Yunus, Zakaria, Yahya, Isa
Wal aakhiru khotimul ambiyaa
Muhammad al musthofaa
(Dipopulerkan oleh penyanyi Religi : Raihan)
"Waah, maasyaAllah. Udah pada hafal yaah," puji Tiara bangga pada anak-anak didiknya.
"Udahhh kakak..." jawab mereka serempak. Suasana pun begitu riuh, karena para murid menepukkan tanganya dengan gembira. Nampaknya Tiara membawa vibes positif sehingga tak ada satu pun dari mereka yang tak memperhatikan Tiara di depan.
"Kalau begitu, sekarang saatnya jawab pertanyaan kakak. Coba, siapa Nabi yang dimakan ikan paus? Cung!"
"Nabi Yunus AS," ungkap pria kecil yang duduk paling depan.
"Betull. Jawab lagi nih, siapa Nabi yang bisa buat kapal besar? Cung!"
"Aku kak.. akuuuu," para murid pun berebutan untuk menjawab.
"Nabi Nuh AS," ucap si murid paling pintar.
"Yah, kamu mulu yang jawab. Sisain dong untuk kami," protes salah satu murid yang tadi rebutan mau jawab.
"Eh, udah dik-adik. Jangan pada berantem. Nanti kakak buatin deh lembar ujian buat kalian. Biar bisa jawab satu-persatu," saran Tiara.
"Ih ibuuu... Gak mauuu. Kebanyakan," keluh para murid.
"Haha, kalian lucuu banget. Yaudah deh, kakak mau tanya kalian satu-persatu aja sekarang, biar gak rebutan. Gimana?"
"Setujuuuu!!" akhirnya pembelajaran pun berjalan dengan kondusif. Tiara mun memenuhi keinginan para muridnya untuk menjawab satu-persatu pertanyaan darinya.
"Huft! Rame juga yaah, ngurus bocil." gumam Tiara sambil tersenyum.
Saat ini Tiara hendak shalat di dalam kamarnya. Lalu ia pun berencana ke rumah ummi Susi untuk membantu para santri yang tengah mengurus pesanan, juga akan memberitahukan ummi Susi, bahwa dia akan ikut kelas tahfidz mulai besok.
...----------------...
"Assalamualaikum," Tiara pun mengetuk pintu, lalu memindai sekeliling rumah keluarga kiai Rifki.
"Loh, kok sepi??" gumamnya heran.
"Tiara?" kata seorang pria dari arah sampingnya.
"Yusuf?" Tiara pun terkejut, karena Yusuf tiba-tiba saja ada di pesantren.
"Kamu dari hari apa mesantren?" tanya Yusuf basa-basi.
"Baru aja lusa kemarin, kok." jawab Tiara acuh.
"Mau ke ummi?" tanya nya lagi.
"Iya. Di mana ya? Bukanya para santri pun pada di sini?" tanya Tiara heran.
"Kamu gak tauuu? Ummi lagi di madrasah, mereka pada packing pesanan di sana. Katanya kalau di sini para santriah gak begitu nyaman, jadinya pada milih di madrasah deh," tuturnya santai.
"Huft. Ya udah deh, aku ke sana ya!" Tiara pun pamit pada lelaki di hadapannya. Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya.
"Aku kemarin ketemu om Raihan. Katanya, bulan depan orang tua kamu gak bakal jenguk ke sini. Ada pekerjaan lama di luar negeri 3 bulanan. Apa kamu gapapa?" kata Yusuf menahan Tiara yang hendak pergi.
"Loh, kok gak nelepon ke pihak pesantren. Setidaknya, ngobrol kek sama aku. Ko lewat kamu? Ini bukan akal-akalan mereka kan? Ko mendadak gini?!" protes Tiara. Dia jadi marah-marah ke Yusuf.
"Nih, kamu telepon aja pakai ponselku," tawarkan Yusuf pada Tiara.
"Halo. Assalamualaikum," ketus Tiara saat Raihan mengangkatnya di ujung telepon.
"Waalaikumussalam. Loh, Ti? Kok telepon papa pakai nomor Yusuf?"
"Gak usah basa-basi. Apa maksud papa mau ke luar negeri? Ini bukan akal-akalan papa sama mama kan? Kok gak bilang dulu sama Tiara. Setidaknya, ke sini dulu kek. Apa kek," omel Tiara bertubi-tubi.
"Ya ampun, nak. Santai sayang! Papa sama mama mau ke sana dulu kok. Sekalian bawa baju kamu nih, kamu kan baru bawa dikit baju nya. Papa ke sana dulu kok," ungkap Raihan di balik teleponnya. Saat ini ia sedang menahan ketawa, ternyata Yusuf langsung memberi tahu Tiara.
"Nah, gitu dong. Apa jangan-jangan, kalau Yusuf gak ngasih tau aku. Kalian mau kabur gitu ajaa?!" sungut Tiara dengan nada sebalnya.
"Ti!" tegur Yusuf yang memperhatikan Tiara marah-marah sejak tadi.
"Apaan sih," ungkap Tiara tak menoleh sedikit pun kr arah Yusuf.
"Jangan terlalu keras. Bagaimanapun mereka orangtua kamu. Gak baik loh gitu sama mereka," nasihat Yusuf pada Tiara.
"Biarin, suka-suka aku. Suruh siapa mereka kayak gitu ke anak sendiri," ucapan Tiara barusan masih terdengar oleh Raihan.
"Ya sudah sayang. Papa tutup yah, papa masih di kantor nih. Eh, sebelumnya om Beni pernah ada ke sana ya?" tanya Raihan sebelum mengakhiri percakapan.
"Iya." jawab Tiara cuek.
"Ya sudah, papa tutup ya. Assalamualaikum," pamit Raihan.
"Waalaikumussalam,"
"Nih." ketus Tiara pada Yusuf sambil menyerahkan ponselnya.
"Kamu tambah jelek tau, kalau lagi marah," kata Yusuf sambil melirik ke arah Tiara.
"Apaan sih, gak lucu!" Tiara pun meninggalkan Yusuf begitu saja. Tiba-tiba saja Tiara pun terpeleset.
"Awww," untung Yusuf sigap membantu Tiara, sehingga keadaanya tidak terlalu sakit saat terjatuh.
"Ihh, kenapa kamu pegang-pegang aku!" sentak Tiara.
"Yusuf?" seseorang pun melihat mereka berdua yang saat ini seperti saling berpelukan.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments