Chapter 3

"Ti, lo gak sakit kan?" tanya Rayn yang kini melihat Tiara sedang melamun.

Sedangkan Mega dan Rere tampak senang menaiki wahana tornado. Tiara dan Rayn tak begitu minat menaiki wahana yang menurut mereka berbahaya itu, sehingga mereka memilih untuk duduk dan menyaksikan kegembiraan dua sahabatnya itu.

"Em, nggak kok. Emangnya kenapa?" ungkap Tiara meng-anehkan perkataan bestienya itu.

"Dari tadi lo ngelamun mulu. Mikirin apa sih?" tanya Rayn kembali.

"Gue bingung, masih kepikiran nasib gue ke depannya. Apa kabur aja gitu ya dari rumah nyokap? Biar gue gak dimasukin pesantren atau dinikahin." ucap Tiara pada Rayn, ia sedang menanyakan solusi pada bestienya.

"Jangan, Tiara. Kenapa lo gak mau banget masuk pesantren? Coba utarakan alasannya pada sahabatmu ini." pinta Rayn.

"Gue gak mau di kurung di pesantren, Rayn! Sebenarnya, malem gue udah scroll-scroll, gimana gambaran hidup gue nanti pas di pesantren. Buset, gue liat videonya aja udah gak sanggup!" ungkap Tiara sendu, saat ini matanya pun sedang berkaca-kaca. Berharap ada keajaiban datang. Apapun itu, dia tidak mau masuk pesantren atau menikah dengan orang yang tak ia cintai.

"Hem, kamu kan cuma liat videonya aja. Belum ngejalaninya. Coba aja dulu deh. Saran gue, jangan kabur atau apapun lah yang berkenaan dengan ketidakridhoan nyokap. Gini-gini gue nurut apa kata nyokap, takut kualat. Nantinya dosa, gak berkah deh hidup gue ke depannya." nasihat Rayn tulus.

"Kok hidup gue berat banget sih, Rayn? Kenapa di saat gue punya cita-cita yang sangat ingin diraih, tapi nyokap gue ngehalangin itu semua. Apa Tuhan gak sayang yah sama gue?" keluh Tiara.

"Hush! Gak gitu konsepnya, Tiara sayang. Tuhan tuh sayang banget sama lo, makannya dia pengen ngebentuk diri lo, menjadi pribadi yang lebih mengenal Tuhannya. Setahu gue, di pesantren itu kita malah semakin dekat pada Allah. Jujur, kalau gue diizinin nyokap. Gue mau kok mesantren bareng lo!" ungkap Rayn apa adanya.

"Tapi kok gue ragu ya?" keluh Tiara kembali. Kini Mega dan Rere pun sudah beres naik wahana tornado dan menghampiri mereka berdua.

"Lebih pada hal itu ngerusak mood lo yang lagi liburan, mending kita basah-basahan yuk, naik arung jeram misalnya," usul Rayn pada ketiga kawannya itu.

"Pengen ke istana boneka dulu..." pinta Rere manja sambil mengkerucutkan bibirnya.

"Hem, yaudah deh. Kita kabulin dulu keinginan bocil ini." Mega pun melangkahkan kakinya duluan, disusul Rere yang mengaitkan tangannya dengan tangan Mega. Mereka sudah damai kembali, setelah drama marah-marahan akibat Mega yang sangat terlambat datang di antara mereka berempat.

"Ti, sabar ya? Pasti ada rencana Tuhan yang paling baik untuk lo. Gue pasti akan selalu ada dipihak lo! Jangan lupain itu." ucap Rayn tulus, sedangkan Tiara mencoba tersenyum walau terasa palsu karena dongkol akibat keinginan orangtuanya.

"Iya, Aamiin." ucap Tiara singkat.

"Ti, Rayn, cepetan! lama banget sih jalannya, kayak keong aja." teriak Rere dari kejauhan, ia sangat antusias dengan wahana istana boneka, karena ya maklum, dia sendiri pecinta boneka, makannya ia begitu semangat ketika masuk ke wahana itu.

"Dasar tu anak. Kalau udah liat boneka, matanya ijo." kata Rayn yang sudah mendekat ke arah Mega dan Rere.

"Apa maksud ijo?" selidik Rere pada Rayn sambil mengrenyitkan halisnya.

"Hem. Tadinya mau bilang, kamu kayak buta ijo. Tapi ya takut ngambek," celetuk Rayn santai, sedangkan Rere tampak tidak tersinggung, ia sudah menemukan moodnya kembali. Jadi ia tak sensitif lagi.

"Tumben tu anak gak ngambek?" ungkap Tiara pada Mega.

"Ah, kayak yang gak tau aja. Dia udah keasyikan tuh main di dufan, apalagi main di istana boneka ini," sahut Mega sekenanya. Akhirnya mereka pun menikmati perahu untuk mengelilingi istana boneka yang ada di Dufan itu.

Dekorasi yang nampak bernuansa Eropa Klasik, namun ornamen di dalamnya ternyata terasa kental akan budaya nusantara yang memiliki beragam jenis etnis suku. Semua itu membuat suasana di dalamnya terasa lebih berwarna. Apalagi bonekanya itu tak hanya berpuluh-puluh, namun jika dihitung bisa sampai ratusan boneka yang terpampang mengelilingi pemandangan di sekitarnya.

"Sumpah, gue seneng banget di sini. Ahh, aku suka, aku suka!" ungkap Rere dengan cerianya.

"Emang dedek pantesnya di pajang juga di sini. Kami turunin ya, kamu kan mau tinggal sama boneka-boneka ini?" tawar Mega.

"Enak aja. Gue masih waras. Gila lo!" ketus Rere kesal, kini wajahnya ditekuk kembali karena Mega bikin moodnya kambuh.

"Hadeuh, lo macem-macem aja sih, Mega. Udah tau tu bocil mood-an nya minta ampun." keluh Rayn yang nampak pusing dengan ulah dua sahabatnya yang kekanakan itu.

"Udah dari sini kita ke mana lagi?" ungkap Tiara mencoba mengalihkan suasana agar lebih kondusif.

"Arung jeram deh." timpal Rere datar. Ia masih kesal, entah sampai kapan sifat kekanak-kanakannya itu mendarah daging.

"Oke. Kita ke sana ya! Udah dong marahannya, kita kan lagi happy-happy an." sahut Rayn tampak tertawa mencoba mencairkan suasana.

"Udah gitu ke wahana Niagara-gara, ya?" ajak Mega tampak tak bersalah dengan suasana yang terjadi.

"Iya deh, kita puas-puasin main di sini." kata Rayn semangat.

"Siap, Mama." sahut Rere sumringah. Moodnya nampak kembali positif.

Mereka pun akhirnya mengelilingi setiap wahana yang ada di Dufan. Mencobanya satu-persatu, karena biasanya mereka pun begitu sering main ke sana. Mungkin ini yang pertama kalinya lagi bagi mereka di tahun 2016, di mana mereka sudah lulus dari SMP.

"Laperrrr" keluh Rere yang kecapean. Mereka belum berhenti untuk sekedar mengisi perut makannya saat ini dirinya begitu lemas. Ia pun langsung duduk di salah satu taman pinggir wahana kora-kora.

"Mau makan apa nih?" tawar Tiara yang sudah siap mentraktir bestienya untuk makan siang. Ia pun sama, perutnya sudah menyahut-nyahut sejak tadi.

"Bakso yuk! Udah gitu kita suki-sukian." ajak Rayn yang nampak tau di mana tempat menu makanan tersebut.

"Boleh. Setuju banget!" ungkap Rere girang.

"Lo suka kan, Ga?" tanya Rayn pada Mega.

"Iya. Boleh. Tapi gue gak mau suki. Nanti aja gue makan yang lain." sahut Mega, karena dia memang nampak tak suka dengan makanan khas dari negeri sakura itu.

"Oke deh. Yok, cabut dari sini!" ajak Tiara. Ia pun jalan tergesa-gesa dan akhirnya tak sengaja menabrak anak kecil berjilbab putih di hadapannya.

"Aduuuh." keluh anak kecil itu sambil memegang keningnya yang sakit tertabrak kaki Tiara.

"Astaghfirullah. Dek.. Maafin kakak ya?" Tiara pun nampak gugup, karena dia lalai dan tidak berhati-hati saat berjalan.

"Lain kali, jalannya yang bener ya, kak!" omel wanita yang sama berhijab namun nampak lebih dewasa darinya. Tebak Tiara.

"Hem, maaf kak.. Saya gak sengaja. Yaudah, kita makan yuk ke restoran. Kebetulan saya dan teman-teman mau ke sana." tawar Tiara sebagai bentuk permintaan maafnya pada gadis kecil berjilbab itu.

"Gak usah kak, terimakasih. Lain kali, hati-hati ya jalannya!" kata wanita itu dengan nada juteknya. Seketika Rere yang melihatnya pun merasa jengkel, karena bukannya menerima niat baik tiara, namun malah disalah artikan.

"Lain kali jaga tuh yang bener adiknya, apa anaknya?! Ini ditawarin baek-baek ama temen saya, malah nyolot! Huh, gak tau terimakasih!" sulut Rere lumayan keras, hal itu mengundang wanita berjilbab itu melirik kembali ke arah empat sekawan itu.

Wanita itu hanya tersenyum sinis, lalu menggretakkan kakinya dengan jengkel, ia tak sudi membalas perkataan Rere karena menurutnya orang-orang kota itu songong-songong, dan gak punya attitude.

"Hih. Buat apa tu jilbab, tapi kelakuan kayak kucing garong!" ungkap Rere yang masih jengkel dengan perlakuan wanita berjilbab panjang itu.

"Udah ah, gapapa. Lagian kan yang salah itu aku, karena nabrak gadis kecil itu. Hem, kita lanjut aja ke tempat makanannya, di mana itu Rayn?" tanya Tiara nampak biasa-biasa saja, sementara Rere masih tampak kesal.

"Kalau bakso itu ada di sekitaran rumah boneka. Yaudah yok, kita cepetan ke sana. Udah mau sore nih, perut udah keroncongan begini." cerocos Rayn, diiringi anggukkan Mega dan Rere.

"Kenapa ya, anggapan aku ke wanita berjilbab, selalu saja gak baik?" tanya Tiara dalam hatinya.

......................

"Hem, enak banget nih bakso. Mana gede-gede," celetuk Rere yang nampak sangat menikmati baksonya itu.

"Ya, makan yang kenyang. Biar nanti malam pas kita di pantai. Kita makan yang berat." ungkap Rayn sambil memasukkan baksonya ke dalam mulutnya.

"Kita nginep nih?" tanya Mega.

"Iya deh. Mending kita nginep aja. Kapan lagi gini-ginian? Apalagi Tiara udah mau jadi bu nyai di pondok pesantren." ungkap Rayn tenang, namun Tiara malah berdecak kesal.

"Gak lucu tau Rayn. Kata siapa gue mau jadi bu nyai? Di mana-mana santri itu yaa tetep santri. Gak ada istilah santri jadi bu nyai. Hih, ngayal!" sangkal Tiara tak suka dengan perkataan Rayn.

"Kan bisa aja, lo tiba-tiba jadi istri dari anak pondok pesantren. Siapa yang tau jodoh, kan?" ungkap Rayn kembali.

"Hadeuh, halunya Mega ini. Gue mana mau dijodohin atau nikah sama anak Kiai. Mimpi apa gue selamanya hidup di sana." Tiara pun menggidigkan bahunya, sementara Mega dan Rere hanya cekikikan.

"Awas loh, nanti omongan lo kena tulah. Btw, ucapan itu kan adalah do'a. Siapa tau omongan Rayn barusan bisa jadi kenyataaan." timpal Mega tampak ketawa melihat wajah Tiara yang sudah semakin kesal.

"Astaga. Kalian membuatku naik darah." tutur Tiara yang tidak mengindahkan godaan dari bestie-bestienya itu.

"Lagian, Jangan terlalu keras terhadap dirimu. Inget! kalau udah gak sanggup, nyokap lo pasti bakal ngeluarin lo dari pondok. Mungkin." tebak Rere ngasal.

"Iya juga ya? Yaudah deh, gue coba dulu aja tuh nurutin keinginan nyokap. Semoga aja orang-orang di pesantren pada jengah ngurusin gue." ungkap Tiara tertawa licik.

"Aamiiin." mereka pun mengaminkan perkataan Tiara.

"Bentar lagi sunset gais! Cepetan yok makan-nya. Kita bisa lanjut makan suki nanti di sekitaran pantai." ajak Mega yang sudah menghabiskan makanan baksonya itu.

"Bentar dulu ah, ashar juga belom." sahut Rere santai.

"Emang kalian mau sholat?" tanya Mega.

"Hahaha." ungkap mereka bertiga saling tertawa bersama.

"Astaghfirullah. Bu nyai... Kenapa bu nyai gak ngajak kami shalat dzuhur?" kata Rayn dengan santainya menggoda Tiara.

"Sialan kalian! Mulai detik ini, yokkk kita semua tobat!" perintah Tiara namun wajahnya begitu datar karena sebal disindir begitu oleh Rayn.

"Siapa takutt?? Btw aku lagi halangan ya! Jadi kalian bertiga aja yang shalat." kata Rayn, kini ia sudah menghabiskan baksonya itu.

"O ya? Lo gak lagi pura-pura kan?" goda Rere pada rayn.

"Helowww. Gini-gini gue selalu ngelaksanain ibadah wajib gue ya! Sana gih, kalian dzuhur dulu, masih ada waktu karena baru setengah tiga. Keburu waktunya abis." perintah Rayn pada Tiara, Rere, dan Mega.

Akhirnya mereka bertiga pun benar melaksanakan shalat dzuhur terlebih dahulu, sedangkan Rayn menunggunya di sekitaran restoran dekat mereka makan bakso tadi.

"Mbak, maaf. Saya mau bertanya, boleh?" ungkap seseorang yang tiba-tiba saja bertanya pada Rayn dari arah belakangnya.

"Eh, iya. Boleh Mas, silahkan." sahut Rayn tenang. Ia nampak tak gugup berbicara dengan lelaki modelan akhi-akhi itu.

"Kalau boleh tau, temen mbak yang tadi pakai baju pink itu, namanya siapa?" tanya lelaki itu kembali.

"Emangnya kenapa ya, Mas?" tanya Rayn heran sambil mengkerutkan halisnya.

"Ah nggak kenapa-napa, saya pengen tau aja. Btw, jangan dibilangin ya.. ke mbak tadi." pinta lelaki itu pada Rayn.

"Dia namanya Tiara Noor Al-Maheera. Mas kenal?" tanya rayn aneh, karena lelaki bertampang akhi itu, sepertinya tertarik pada sahabatnya.

"Oh, iya-iya mbak. Terimakasih. Nggak kok, saya ga kenal. Kalau begitu, saya permisi!" pamit laki-laki aneh, berpeci hitam, bersarung motif Turki dan berperawakan tinggi. Tentunya ia ganteng dengan gaya akhi-akhi, hampir mirip Alwi Assegaf namun lebih dewasa.

"Hih, kenapa tu orang. Ga jelas." gumam Rayn yang nampak tidak peduli pada lelaki yang menanyakan sahabatnya itu.

Sedangkan saat ini, lelaki bernama Yusuf itu hanya senyum-senyum sendiri. Rupanya ia cinta pada pandangan pertama. Entah kenapa, hatinya begitu condong pada gadis yang tak berjilbab itu. Ia berharap, kalaupun jodoh. Ia bisa dipertemukan lagi dengannya. Di manapun itu. Begitulah ungkapan hatinya saat ini, akan harapannya pada Tuhan yang Maha Pemberi Cinta.

...----------------...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!