Seperti yang direncanakan sejak awal, Su Menglan tidak tahu bahwa Wan Tian telah membawa pedang kayu terlebih dahulu. Setelah kembali, gadis itu pun belum bangun dari tidurnya. Ini memberikan waktu untuk memasak.
Karena di alam liar, yang bisa dimasak adalah apa yang bisa dibakar. Adapun buah-buahan yang semalam juga masih tersisa. Hari berubah menjadi terang dan Su Menglan pun bangun saat makanan tersaji di depannya.
"Whoahh ... aku sangat lapar. Hmm, harumnya aroma masakan yang enak ini." Su Menglan bangun dan melihat makanan yang berada di depan matanya.
Seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Su Menglan tidak berharap bisa kenyataan. Namun jika itu nyata, ia sangat berharap itu nyata. Tidak ada impian terindah kecuali ada makanan tersedia saat bangun dari tidur.
"Bahkan jika aku tahu ini mimpi, aku tetap akan makan ini semua. Hemm, rasanya enak. Seperti di dunia nyata. Wan Tian, ayo makan semuanya, nyam-nyam."
Karena Su Menglan menganggap semuanya adalah mimpi, ia bebas melakukan apapun. Namun saat mencoba makanan itu, ia merasakan itu sangat nyata. Bahkan tidak ada seorangpun yang berebut makanan dengannya. Ia membayangkan bagaimana jika ada yang lainnya. Seperti daging babi panggang yang gemuk. Namun tidak ada di depannya.
Semakin keras ia mencoba membayangkan nya, tidak juga muncul. Hanya harapan kosong yang ada di depan nyata. Hingga pada akhirnya menyadari ini bukanlah mimpi. Namun ia masih menolaknya. Jelas-jelas itu adalah mimpi baginya.
"Kak Menglan. Hari ini kau sungguh berbeda. Mengapa cara makanmu hari ini begitu bersemangat? Tapi aku senang, kau memakan semuanya." Wan Tian tersenyum senang. Melihat gadis itu makan, makanan yang ia temukan.
"Apa? Apa yang kamu katakan? Haha! Ini jelas-jelas mimpi. Mengapa kamu bisa mengatakan itu? Wan Tian, mana babi gulingnya? Yang dipanggang dengan bumbu rempah pilihan. Yang berwarna kecoklatan dan memiliki rasa yang begitu nikmat itu? Ah, aku ingin memakannya."
Su Menglan menolak sadar bahwa itu bukanlah mimpi. Namun kenyataan membuktikan, tak ada imajinasinya yang menjadi kenyataan.
"Apa yang kak Menglan katakan? Daging babi apa? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan." Wan Tian tampak kebingungan dengan segala hal yang dikatakan Su Menglan.
Sedari kecil Wan Tian hanya mendapatkan makanan sisa atau sampah yang diambil di tanah. Wan Ren Wu (bibinya Wan Tian) bahkan tidak memikirkannya, makan atau tidak.
Bahkan di desa Yanshi tidak ada binatang yang bernama babi. Karena desa itu sangat terpencil dan jarang ada yang bebas keluar masuk. Keluarga Wan Tian saja tidak memiliki akses untuk keluar dari desa. Hanya yang berkemampuan tinggi yang dapat meninggalkan desa untuk berbisnis.
Melihat tingkah aneh Su Menglan, Wan Tian masih bisa makan dengan tenang. Ia menatap gadis yang lebih tua dua tahun itu sangat lucu. Beberapa saat ia mulai tertawa dengan tingkah lakunya yang menganggap itu adalah mimpi.
"Sudah-sudah! Kamu jangan ketawa, heh ... kamu jahat!" kesal Su Menglan. Karena telah sadar sepenuhnya, ia pun merasa sangat malu dan menutupi wajahnya.
Rasa malu yang dialami seorang gadis yang merasa semuanya adalah mimpi, seumur hidup pasti akan diingatnya. Rasanya ia ingin sekali membuang ingatan orang yang mengetahui rahasianya. Dalam pikirannya yang berlebihan dan tindakan sesuka hatinya adalah dirinya yang sebenarnya.
Martabat seorang gadis adalah hal yang sangat rahasia. Apalagi tindakannya kali ini membuat waktu terbuang percuma. Matahari sudah berada di sudut empat puluh lima derajat. Membuang-buang waktu, akan lebih lama sampai ke tempat tinggalnya.
Selama berjalan, gadis itu tidak henti-hentinya menatap pedang di tangan Wan Tian. Hanya karena pedang kayu, ia bahkan ingin memilikinya. Ia tidak mungkin memintanya atau mencuri. Tapi rasa ingin memiliki pedang kayu adalah keinginan terbesarnya saat ini. Lebih besar daripada rasa malu karena kejadian barusan.
"Wah, Kak Menglan! Aku menemukan sesuatu di sana. Lihatlah!" Wan Tian menunjuk ke arah pedang yang diletakan di balik batu. Itu adalah tempat yang sudah dijelajahi sebelum matahari terbit.
"Wah! Apakah itu ... pedang kayu? Hahaha! Aku sangat beruntung. Mengapa bisa ada dua pedang kayu di hutan? Milik siapa pedang-pedang itu? Ayo kita ambil pedangnya!"
Pedang kayu terbuat dari ranting pohon willow. Meski berbeda, tetap saja memiliki tampilan yang bagus. Pohon willow langit sangat kuat dan dapat dialiri energi spiritual untuk membuat jurus. Itu bahkan lebih berguna daripada pedang besi biasa. Namun kepadatan pedang itu tidak sekuat pedang yang dibuat oleh Dewa Yuwen.
"Pedang ini mengapa aneh sekali? Ini seperti baru dibuat. Dan ada aroma pohon willow yang kita temui tadi. Dan nama ini? Mengapa ini ada namaku? Hemm, apa ini suatu kebetulan atau–"
"Kak Menglan! Mungkin ini adalah pedang yang dikirim oleh seorang Dewi. Hahaha! Mungkin karena Dewi mengabulkan keinginanmu untuk memiliki pedang kayu. Jadi dia memberikanmu pedang itu, hehe."
"Benarkah? Apa aku orang bodoh yang bisa ditipu oleh seorang bocah sepertimu? Tidak! Apakah kamu yang membuatnya?" Tak ada yang tidak mungkin jika seorang Dewi mengabulkan keinginannya. Namun rasanya tidak mungkin.
Kemungkinan terbesar adalah ada orang yang diam-diam membuat pedang itu semalam. Namun dilihat dari manapun juga, pedang itu terlihat sama persis. Dan malam hari tidak mungkin bagi orang biasa dapat membuat dua pedang.
Hal yang berbeda dari kedua pedang hanyalah waktu pembuatan dan jenis kayu yang digunakan. Jelas-jelas itu adalah dua jenis kayu yang berbeda. Gadis itu berpikir tidak mungkin anak berusia lima belas tahun yang terlihat tidak tahu apa-apa itu dapat mengukir pedang yang sama persis. Apalagi saat malam hari yang tidak memungkinkan itu terjadi. Pasti akan ada kecacatan dan ada rahasia yang disembunyikan.
"Sudahlah. Yang penting aku memiliki pedang kayu yang indah ini. Meski tidak seperti punyamu, wangi pohon willow ini juga lumayan. Bahkan lebih baik daripada pedang kayu milikmu, hihihi."
'Kak Menglan tidak boleh tahu semua ini. Dewi, mengapa kau mengukir nama itu di gagang pedangnya? Ah, bagaimana kau mengerjai ku sekarang?'
"Hemm, apa kau protes dengan usahaku? Bahkan aku mengorbankan tanganku yang halus ini untuk mengukir pedang yang sama persis. Harusnya kamu berterima kasih padaku, Wan Tian."
Yang Yue tahu apa yang ada di pikiran Wan Tian. Sehingga membalas perkataannya. Bahkan seorang Dewi pun memiliki keusilan seperti gadis manusia biasa. Hanya saja tidak bisa mengatakan terus terang. Hanya Wan Tian yang tahu bagaimana sisi lain dari seorang Dewi.
Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di hutan gelap yang menakutkan. Terlihat aura menyeramkan yang harus mereka lewati. Di dalamnya ada hewan buas atau perampok yang menghadang jalan bagi orang yang ingin ke kota.
"Setelah melewati hutan ini, kita sudah sampai ke kota. Kita bisa beristirahat di kota dan mencari pakaian untukmu. Kita juga bisa beristirahat di penginapan. Aku akan mentraktir kamu dan dapat membalasnya saat kamu bekerja dengan kakekku."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Qing shan
👍👍👍👍
2025-01-24
2
Qing shan
🥰🥰🥰🥰
2025-01-24
1
Dhika aja
semangat terus
2023-11-05
5