Begitu tiba di London, kedatangan mereka sudah dijemput oleh orang kepercayaan Gerard Smith. Wanita berkulit eksotis yang sangat cantik, namanya Amanda.
"Gerard masih sama saja, pemain wanita," celetuk Arthur yang hanya dapat didengar oleh Jane dan Brianna. Sementara Amanda sudah berjalan lebih dulu didepan mereka untuk mengarahkan jalan yang harus dilalui untuk memasuki resort kepunyaan atasannya.
"Arthur ..." Jane menegur putranya dan Arthur hanya mengendikkan bahu cuek tanpa merasa ada yang salah dengan ucapannya tadi.
"Amanda itu pekerjanya, bukan berarti dia menjadi salah satu kekasih Mr. Smith," jawab Jane.
"Siapa yang tau, Mom." Arthur menyunggingkan senyum miringnya. "Wanita seperti itu tidak mungkin dilewatkan oleh Gerard," sambungnya mengendikkan dagu ke arah Amanda disana.
"Sudahlah, Arthur. Kita disini akan membahas bisnis, bukan mengenai kehidupan pribadi Gerard."
"Yah. Baiklah, kalau begitu jangan membahas mengenai privasiku juga didepannya nanti," kata Arthur pada Jane. Dia berkata begitu karena Jane selalu membicarakannya dengan Gerard. Tentu saja mengenai dirinya yang tak pernah terlihat memiliki kekasih.
"Bri, Mr. Gerard Smith itu masih keponakanku. Ayahnya adalah sepupuku dari pihak ibu. Jadi, jangan heran jika Arthur banyak mengoceh tentang beliau. Tetaplah fokus pada pekerjaan kita, oke?"
Brianna mengangguk. "Baik, Nyonya."
Sampai akhirnya mereka tiba disebuah area dimana disana hanya terdapat beberapa pintu kamar saja.
"Ini adalah area khusus VIP. 3 kamar khusus untuk anda, Nyonya," terang Amanda.
Ketiga kamar itu akan ditempati oleh Arthur, Brianna dan Jane, tentu saja.
"Thank you, Amanda."
Amanda mengangguk dan sesekali mencuri pandang pada Arthur yang terlihat cuek.
"Baiklah, saya permisi, Nyonya. Pertemuan dengan Mr. Smith akan berlangsung besok pagi. Selamat beristirahat."
Amanda tersenyum pada Jane, kemudian melakukan hal serupa pada Arthur, namun senyumnya terkesan menggoda pria itu. Arthur ikut tersenyum tipis, tapi seperginya Amanda---dia memutar bola matanya.
"Aku langsung istirahat, Mom." Arthur merangsek menuju kamar yang paling sudut.
Brianna menggeser tubuh setelah dia juga mendapat kartu akses masuk ke kamarnya sendiri. Tapi tentu dia takkan meninggalkan Jane begitu saja, dia akan masuk setelah Jane memasuki kamar lebih dulu.
"Baiklah, Bri. Kita akan meeting besok. Selamat beristirahat."
"Yes, Mrs."
Brianna menghempaskan badannya di ranjang king size begitu dia memasuki kamarnya disana. Rasanya lelah sekali tapi mau bagaimanapun ini resiko pekerjaan.
Sebenarnya Brianna senang karena dia dapat bepergian seperti ini, tapi karena ada Arthur perasaan senangnya lenyap tak berbekas.
Brianna mengambil ponselnya, dia mau menghubungi Flo dan Chico untuk mengabarkan bahwa dia telah sampai di London.
"Hai, Sayang. Apa kau sudah makan?" Brianna melakukan panggilan video ke nomor Flo namun panggilan itu langsung menampakkan wajah imut Chico.
"Sudah, Momma." Chico tampak bersemangat sekali. Kemarin dia memang sudah keluar dari Rumah Sakit. Dan itulah yang membuat Brianna lega saat meninggalkannya ke London.
"Good boy! Apa obatnya sudah kau minum?"
Chico menggelengkan kepala sembari menutup mulutnya dengan tangan, seolah itu adalah isyarat agar dia tidak mengonsumsi obat lagi.
"Kau harus meminum obatnya, Jagoan."
"Tidak, Mom. Itu tidak enak." Chico menyahut dengan suaranya yang cadel.
Brianna teratas sekilas. "Mom akan membelikanmu hadiah jika saat Momma pulang, obatnya sudah habis."
"Benarkah?"
"Yah. Kau mau apa? Pesawat mainan, Excavator tiruan atau ... tokoh Avengers?"
"Aku mau Kapten Amerika." Chico menyahut dengan lantang dan bersemangat
"Itu bagus. Momma akan membelikannya tapi kau harus meminum obatnya. Okey?"
"Okey, Mom."
"Sekarang, berikan ponselnya pada Ibu Flo. Mom ingin bicara dengannya."
Dalam seketika, ponsel itu mengarah pada wajah Flo hingga membuat Brianna dapat melihat pada adik iparnya tersebut dalam panggilan video itu.
"Ya, Bri?"
"Aku titip Chico, tolong jaga dia dan usahakan dia meminum obatnya, Flo."
"Yeah, kau sudah mengatakannya berulang kali, Bri."
"Maaf aku merepotkan mu."
"Astaga, dia juga putraku. Kami akan memiliki quality time yang baik saat bersama dan aku sangat menyukai hal ini. Jangan merasa merepotkan."
Brianna menarik nafas pelan. "Thank you, kau sangat baik padaku dan Chico."
"Aku menyayangi kalian," balas Flo.
Mereka diam sejenak, tampak sama-sama ragu mengutarakan pemikiran mereka masing-masing.
"Apa dia jadi ikut dengan kalian?" Akhirnya Flo yang lebih dulu buka suara. Dia yang dimaksud Flo disini adalah Arthur. Flo sudah mendengar dari Zach bahwa Brianna bekerja pada ibu Arthur.
"Yah." Brianna memijat pelipisnya.
"Berhati-hatilah, Bri. Aku takut dia mengerjaimu lagi, bagaimanapun kau adalah bawahannya sekarang meski kau tidak bekerja dengannya secara langsung."
"Aku tidak takut dia mengerjaiku lagi, Flo. Yang paling ku takutkan adalah ..." Brianna tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
Namun, Flo seakan tau apa hal yang membuat Brianna takut.
"Yah, aku juga takut akan hal itu," kata Flo menjawab isi hati Brianna yang tidak dia utarakan. Tentu Flo tau Brianna takut Arthur mengetahui mengenai Chico.
"Bagaimana jika dia tau?" gumam Brianna lirih.
"Aku dan Zach akan berusaha semampu kami untuk melindungi Chico. Tapi, kau yang paling tau bahwa dia adalah Ayahnya. Jika tiba-tiba dia tau, lalu mau membawa Chico, aku dan Zach tidak bisa berbuat apapun, Bri. Terlebih, dia memiliki kekuasaan."
Brianna mengesah panjang. Kepalanya semakin terasa nyeri. Kehidupan membawanya kembali bertemu pada pria yang paling dia hindari. Jika bisa, Brianna akan keluar dari pekerjaan ini secepatnya. Tapi semua tidak semudah itu. Dia terikat kontrak yang jika dia memutus hubungan kerja sebelah pihak sebelum waktunya, maka dia akan terkena biaya pinalti yang amat besar.
"Tidak ..." Brianna menggeleng kuat. "Dia takkan tau mengenai Chico dan jikapun dia tau, dia takkan pernah peduli. Chico hadir diluar keinginannya."
Brianna memang sengaja mendoktrin dirinya sendiri dengan kalimat seperti itu agar hatinya tenang, padahal dia memang tidak bisa memprediksi apa yang akan Arthur lakukan jika ternyata pria itu tau bahwa ada seorang anak yang hidup setelah kesalahan satu malam yang terjadi diantara mereka, 4 tahun yang lalu.
"Kau pasti lelah, Bri. Istirahatlah. Kita semua pasti bisa melindungi Chico."
"Yah, kau benar." Brianna sendiri tidak yakin dengan ini, tapi dia hanya mau menghibur dirinya sendiri. Meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Ya sudah, aku tutup teleponnya ya. Chico sudah mau meminum obat sekarang."
Brianna tersenyum lembut. "Oke, bye." Lalu teleponnya pun terputus.
"Chico ..." Brianna bergumam menyebut nama putra yang dia lahirkan itu. Hidupnya tidak mudah setelah dia tau jika dia hamil akibat kejadian satu malam bersama Arthur.
Tentu Brianna tak mau menuntut tanggung jawab pada Arthur pada saat itu. Selain dia takut Arthur memaksanya menggugurkan kandungan, Brianna yang saat itu tak memiliki kendali apapun, juga tak ingin Caitlyn mengetahui bahwa dia dan Arthur pernah menghabiskan malam bersama. Bagaimanapun, Briana sangat tau jika pada saat itu Caitlyn sangat mengharapkan Arthur untuk membalas perasaannya. Dan Brianna amat sangat sadar dengan kegilaan Caitlyn.
Setelah Chico benar-benar lahir, bayi kecilnya itu tidak seperti kebanyakan bayi yang lain. Chico mempunyai penyakit bawaan yang membuat Brianna selalu mengkhawatirkan putranya secara berlebihan. Brianna selalu takut penyakit Chico kambuh karena Chico mengalami penyakit jantung bawaan lahir.
...To be Continue......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Siti Aminah
sabar ya Bri...semangat
2024-11-27
0
Henny Aprilaz
semangat Bri🥰
2024-09-06
0