Sheryl membuang topeng monyet itu ke tempat sampah dengan sebal saat tadi seluruh penghuni kantin menertawakannya, memberinya tatapan seolah dirinya adalah pengamen di lampu merah. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini di sekolahnya yang sebelumnya. Alanzo memang menyebalkan!
Cewek itu mencuci mukanya kemudian menatap dirinya yang sedang kesal di cermin. Ia menyipitkan mata. Alanzo tidak bisa ia biarkan. Ia segera mengeluarkan ponsel di sakunya, mengetikkan sesuatu di sana sebelum ia menelepon seseorang.
“Gue mau lo kirim ahli teknik ke sekolah gue sekarang!” katanya yang disahuti oleh orang di seberang sana.
“Harley Davidson hitam,” jawab Sheryl lagi. Setelah itu telepon tertutup. Sheryl tersenyum senang. Tidak papa, sekali-kali dirinya ingin melihat ekspresi marah Alanzo lagi.
***
Sebagian orang masih terkikik saat Sheryl kembali ke kantin usai dari kamar mandi tadi. Mengingat-ngingat bagaimana Sheryl diperintah oleh Alanzo untuk berdiri di tengah-tengah kantin bertepuk tangan bersama topeng monyetnya serta sebuah sound dangdut yang dipandu oleh Leon dan Kenart, ditambah tulisan ‘Give Me Money!’. Tetapi, Sheryl hanya menampakkan ekspresi biasa, tidak peduli dan terinterupsi oleh tawa itu.
“Icik kiwir-nya mana dong, Mbak?” tanya seorang cowok yang Sheryl lintasi dan ditertawakan oleh cowok lainnya.
Sheryl masih melangkah dengan tenang sebelum kakinya dijegal oleh seseorang yang niatnya hanya bercanda, tapi berhasil membuat Sheryl terjatuh di dada bidang seseorang.
“Anjir! Mampus lo!” kata teman cowok yang menjegalnya tadi.
Kepala Sheryl menengadah ke atas, menemukan wajah tampan dengan mata elangnya. Hal yang membuat keduanya saling bertatapan dengan jarak yang menipis serta aroma parfum feminim Sheryl yang bisa cowok itu hirup. Ada sedikit getaran di dada mereka masing-masing sebelum, getaran aneh. Sheryl lekas mendorong tubuh Alanzo. Mereka saling terdiam dan Sheryl masih tampak tenang-tenang saja setelah jatuh di dadanya.
"Maaf, Zo! Gua gak bermasud!” mohon cowok yang tadi menjegal Sheryl yang harusnya minta maafnya ke Sheryl.
Kaki Sheryl hendak dilangkahkan, tapi Alanzo menahannya. “Mau ke mana lo? Lo masih banyak tugas!”
“Nanti aja, gue mau makan.” Sheryl langsung saja melangkah pada salah satu kios di kantin yang ramai, memesan makanan dan mengantre panjang. Setelah mendapat apa yang ia mau, cewek itu langsung saja mendudukkan diri di salah satu bangku kantin yang agak renggang, tidak ramai.
Belum juga makannya selesai, beberapa cowok menyebalkan duduk melingkari dirinya sambil menyeringai. Alanzo duduk di depannya menatap dirinya yang memasukkan mie ke dalam mulut sambil menompang dagu di tangan.
“Enak banget ya makannya, sedangkan kita kelaperan!” ujar Kenart.
“Boleh minta gak, Cantik?”
“Udah, Bro! Dia lagi makan! Gak enak digangguin!” bela Omero yang bisa merasakan aura-aura negatif dari teman-temannya.
Sheryl hendak pergi, tapi Alanzo menekan bahunya untuk duduk kembali. “Lo pikir lo bisa kabur sebelum kasih kita makan?”
Sheryl menatap mereka satu per satu. “Trus lo mau apa?”
“Lo tuh sekarang babu gue, jadi sekarang gue mau lo beliin kita berlima makanan! Kita laper!” Alanzo memberikan selembar uang merah padanya yang bersifat memaksa, dan Sheryl langsung menyahut uang itu darinya dan mengeluarkan ponsel.
“Gue mau pesen nasgornya bu Endah sama es jeruk!” pinta Leon.
“Gue mau pesen ikan bakar, pisang goreng, sama snack!” pinta Kenart.
“Gue mau nasgornya bu Endah, nasgornya bu Erni, mie ayam, pizza, bala-bala, emmm sama apa ya? Anu, teh, jus jambu, jus mangga—“
“Buset! Lo kulak atau apa! Banyak banget, Anjing! Kelamaan!” Leon langsung saja menoyor kepala Jehab dengan kertas gulung di tangannya.
“Ya udahlah pesen es teh anget aja! Lo paham, ‘kan? Jadi nih, tehnya dikasih air anget trus dikasih es batu!” jelas Jehab yang membuat Sheryl mengerutkan dahi. Ribet!
Sheryl melirik Omero, berekspetasi cowok itu akan memesan hal yang sama dengan Jehab karena sedari tadi Omero diam saja.
“Gue enggak,” jawab Omero menyudahi tatapan Sheryl.
Sheryl mengangguk-angguk saja, menatap ponsel canggihnya yang berhasil merekam pesanan mereka yang otomatis menjadi tulisan. Ia kemudian pergi ke kios-kios kantin, memesan makanan cowok-cowok itu.
***
“Sayang, nanti pkoknya kamu harus nemenin aku ke mall beli sepatu!” rengek Glenca yang tengah menggandeng tangan Alanzo yang diikuti oleh pasukan di belakangnya.
Alanzo mendengus, pacaran dengan Glenca memang harus rela mengantar cewek itu ke mana pun ia mau, membelikan yang Glenca mau, jika tidak cewe itu akan merengek atau bahkan marah-marah gak jelas ke anggota gengnya. “Emang sepatu lo yang baru gue beliin kemarin ke mana?”
“Yang kemarin tuh udah kena lumpur!”
“Lo cuci ‘kan bisa!”
“Ih, sayang! Masa aku cuci sih! Tangan aku tuh tercipta bukan buat nyuci ya!”
“Lo suruh pembantu lo!”
“Enggak ah! Pokoknya ntar kamu temenin dan beliin aku sepatu ya? Ya?” Alanzo tidak menjawab. Wajahnya datar saja. Hal yang menyebabkan Glenca harus merayu cowok itu lagi.
“Sayang,” katanya mulai menggoda sambil mengerucutkan bibir. “Kamu gak mau ‘kan kalo gak ada yang nemenin kamu ke club?”
Alanzo masih tidak menjawab. Langkah mereka berhenti di parkiran. Di sana sudah terdapat orang bergerombol yang saling diam menyaksikan sesuatu.
Mata Alanzo melotot saat menemukan motor hitam kesayangannya dengan keadaan terpisah-pisah. Mulai dari ban motor yang entah tergantung di tembok, knalpot yang copot, windshield yang ada di dekat tempat duduk, single seater, body carbon, handchip yang berpencar dan tak terpasang.
Motor Kenart, Leon, Jehab, dan Omero pun juga tak jauh beda dari motor Alanzo. Benar, motor mereka memang tidak rusak, tapi bagian-bagiannya telah berpencar ke mana-mana.
Glenca menutup mulutnya. Alanzo menggertakkan giginya dengan tangan terkepal. “SIAPA YANG UDAH NGELAKUIN INI?!” kelekar Alanzo pada semua orang yang hanya menunduk terdiam.
“BILANG KE GUE, ANJING! KENAPA DIEM AJA?!” Alanzo menatap satu per satu orang di parkiran.
“Ee—aaku gak tahu, a-aku ke sini tiba-tiba udah rame!” jawab seorang cowok memejamkan mata sebentar, tau jika kata-katanya salah.
“NGAKU LO SEMUA! SIAPA YANG UDAH BONGKAR MOTOR KITA?! KURANG KERJAAN LO, HUH?!”
Tidak ada yang mengaku, mereka semua tak menjawab.
“Aggh!” Alanzo meninju tiang besi di sebelahnya. Sedangkan Kenart mencekal kerah salah seorang di gerombolan itu satu per satu, menyuruhnya mengaku, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang mengaku.
“Wah! Kurang ajar nih orang yang berani sama kita! Maju woy! Gak usah jadi pengecut!” tantang Leon yang ikut tersulut Emosi.
“Udah, Bro, udah!” Omero dan Jehab berusaha menenangkan mereka, terutama Alanzo yang emosinya sampek ke ubun-ubun. Jehab menarik Kenart yang hampir saja membogem salah satu siswa yang malah ingin menertawakan kelucuan motor yang tak berbentuk itu.
Di tengah panasnya emosi anggota Gebrastal yang menegangkan suasana, Sheryl berjalan dengan santai untuk mengambil motor vespanya yang terparkir dekat motor mereka, dan pergi dari sana tanpa peduli apa yang sedang terjadi.
***
A/N
Ouh i love sherylll
guys plis kasih komen donggg
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Sri Wulandari
Pasti suruhan sheril... sekali-kali orang sprti alanzo and the geng mmng hrs d kasih pljrn biar g semen-mena sm teman2ny 👍😁
2024-12-18
0
Anonymous
ahli teknik...maksudnya mekanik mungkin lbh pas ya thor...
2025-01-05
1
camamutts_Sall29
rasakan tuh .. Sheryl di lawan wakaka
2025-01-23
0