Tidak seperti ketua-ketua geng motor yang akan mengantar cewek pulang usai diajak balapan hingga larut malam seperti di film-film yang pernah Sheryl tonton, Alanzo meninggalkannya begitu saja entah kemana usai balapan tadi. Sebal? Jelas iya ditambah ia tidak membawa ponsel, uang, atau apa pun itu karena tadi ia diculik oleh Alanzo kurang ajar itu.
Ingat, diculik!
Sheryl menghela nafas. Ia menemukan emper yang masih diduduki beberapa cewek di sana. Salah satu dari mereka berjalan sendirian ke kamar mandi. Sheryl menyipitkan mata. Ia seperti mengenal sosok itu. Sheryl berjalan ke arahnya cepat, menepuk pundak cewek itu.
“Lo kenal gue, ‘kan?” tanyanya penuh harap.
“I—iya lo ‘kan anak yang tadi balapan sama Alan—“
“Bukan itu!” Ia melihat ke kanan dan ke kiri sebelum menepikan cewek itu.
“Nama lo kak Raline, ‘kan?” Seketika Raline melotot.
“Lo tahu nama asli gue?”
“Lo masa gak kenal gue sebelum kita ketemu di sini?”
Raline terlihat mengingat-ingat sesuatu. Jujur, sebenarnya ia seperti pernah bertemu dan sangat mengenal cewek itu yang entah di mana. Kemudian ia membuka mulutnya lebat saat teringat. “Ah! Lo! Lo ‘kan anaknya—“
Sheryl mengangguk dan menenangkan Raline yang antusias itu.
“Ini serius elo? Sumpah? Gue gak percaya bisa interaksi sama lo!” Ia memegang kedua bahu Sheryl yang tersenyum. “Lo butuh sesuatu atau apa?”
“Gue boleh pinjem hape Kakak gak buat pulang?” Ia tahu usia Raline lebih tua darinya.
“Boleh, boleh.” Raline menyerahkan ponselnya dengan senang hati. Sheryl mengetikkan sesuatu di sana dan tersenyum lega saat mendapat balasan.
“Makasih. Tolong jangan bocorin ke siapa-siapa soal siapa gue ya! Lo pasti tahu maksud gue!” pintanya mengembalikan ponsel.
“Tenang aja, semuanya aman.” Ia tersenyum santai sambil mengacungkan jempol.
“Thanks ya!” Setelah itu Sheryl melangkah pergi dari sana.
***
“Gara-gara Serkan kita jadi tahu satu hal.” Jehab tiba-tiba saja berceletuk di tengah suasana hening yang tadi sibuk dengan pemikiran masing-masing. Keempat orang di ruang markas itu melirik Jehab.
“Dia gak pernah disentuh, Cuy!” katanya membuat semuanya menghela nafas malas.
“Heh, lo pikir tuh cewek makhluk apaan gak pernah nyentuh!” Leon mengambil leher Jehab lalu dirangkulnya yang kemudian Leon memutar genggaman tangan di rambut cowok itu.
“Ketek lo bau, Anjir!” Jehab melepas tangan Leon, mengusap hidungnya. Dengan bodohnya, Leon malah percaya dan mencium keteknya sendiri. Leon itu paling sensitif kalo dibilang keteknya bau.
“Gue masih mau cari data soal Sheryl!” Alanzo berdiri dari duduknya. Sungguh ia masih belum puas dengan hanya mengajak cewek itu ke sirkuit, semua itu tidak memunculkan satu pun fakta tentang Sheryl, yang ada hanya semakin menambah pertanyaan.
“Bukannya kemarin udah? Kita udah dapet alamatnya, dia anak penjual bakpao, rumahnya kawasan orang miskin!” ujar Kenart. Namun tetap saja, ia merasa Sheryl bukan gadis biasa. Kalaupun Sheryl hanya gadis biasa, tidak mungkin ia bisa setenang itu ketika Alanzo mengajaknya balapan.
Alanzo mulai mengotak-atik komputer di hadapannya. #ERROR 404: Page Not Found.
Itu yang Alanzo dapati saat mencari tahu soal Sheryl.
“Damn!” ucapnya mulai frustrasi entah kenapa. “Lo tahu ‘kan malam ini gue gagal lagi buat kasih pelajaran tuh cewek?”
Mengingat sikap tenang Sheryl sangat mengusik pikirannya, rasanya harga dirinya sebagai ketua geng jatuh begitu saja di hadapan seorang cewek yang katanya anak penjual bakpao itu.
“Gue pingin kasih dia pelajaran yang buat dia nyesel seumur hidupnya.”
Cowok-cowok itu mulai diam beberapa saat sebelum akhirnya otak Leon berbunyi, menyalurkan sebuah ide licik. Ia ingat perkataan Jehab bahwa cewek itu masih belum pernah tersentuh.
“Gue ada rencana supaya kita tahu siapa dia sebenernya dan buat dia nyesel seumur hidup. Rencana gila sih sebenernya.” Salah satu sudur bibirnya terangkat.
***
“Sheryl!”
Sheryl menolehkan kepala saat seorang cowok berambut keriting yang ada di samping bangkunya memanggil namanya.
Cowok itu nyengir. “Boleh minta catatan geografi gak?”
Sheryl mengangguk, memberikan buku bersampul biru itu pada Edine. Cewek itu melanjutkan catatan bahasa inggrisnya. Belum genap satu menit, satu cewek berjalan ke arahnya, memberi senyuman yang sama yang diberikan Edine. “Gue boleh minta catatan matematika gak?”
“Dipinjem Shakir.”
“Oke, entar habis Shakir, bilang gue yang pinjem duluan ya!”
“Heh, gue udah antre duluan!” peringat cewek yang duduk di belakang Sheryl.
“Tinggal difoto aja sih di Shakir! ‘Kan cepet!” Seorang cewek menengahi yang membuat kedua orang yang sedang berebut buku tulis Sheryl langsung memotret bukunya di bangku Shakir. Cewek yang menengahi tadi, Rimbi tersenyum.
“Gue udah catet yang ini, gue boleh minta lo jelasin gak? Gue kurang ngerti, hehe!”
“Boleh, fungsi lambangnya f(x), kalo f(x) sama dengan 2x plus 3, trus x sama dengan lima, jadinya f(5) sama dengan 2(5) plus 3, jadinya 10 plus 3, hasilnya 13!” tunjuknya pada buku Rimbi.
“Oke, oke, gue paham banget! Kalo yang ini?”
“F(x) sama dengan 3(x) plus 6, yang ditanya (g o f) (2), ‘kan? (f o g) itu sama aja kayak g (f (2)) sama dengan 2 min 5 dikali (3.2+6) jadinya 2 min 30 min 30, hasilnya -58!”
Rimbi membelalakkan mata terkagum. “Akhirnya gue paham! Makasih, Sheryl!” katanya bangga.
“Gue tetep gak paham! Otak gue bukan otak matematika, jadi apa pun yang gue lakuin, tetep aja, matematika musuh gue!” Shakir mengacak-acak rambutnya frustasi, ia mengembalikan buku milik Sheryl ke hadapannya.
“Wait!” pusing seorang cewek yang tadi ikut menyimak. “Kok lo bisa tahu cara ginian cepet banget? Kita aja belum diajari? Lo pake cara pintas atau apa? Pun kalo diajari nih, anak IPS tuh gak mungkin se-nyambung lo!”
Sheryl hanya menggidikan bahu. “Google ‘kan banyak.”
Setelah drama mengerjakan PR pagi-pagi itu karena takut dihukum tidak mengerjakan, sorang siswa dengan muka sumringah berjalan memasuki kelas bersama tumpukan kertas di tangannya. “Guys! Hari ini Pak Hendric gak masuk!”
Bukannya senang, siswa-siswi itu memasang wajah jengkel. “Yah, ngapain ngerjain tugas!” Ia membanting bukunya.
“Tapi dia titipin ini, nilai ulangan matematika kemarin yang susahnya kayak ngejar doi! Nih, ya gue bagiin nih sambil gue bacain nih, udah jelek semua nih nilainya!” cerocosnya dengan tampang bahagia seolah bangga dengan nilai jelek berjamaah itu.
Ia menyebutkan satu per satu nilai di hadapan anak-anak kelas sambil membagikannya.
“Bwahaha! Apaan nih! Tiga belas! Pesen dari pak Hendric; Semangat belajar, Nak! Nilaimu sama kayak tanggal ulang tahun saya!” Seorang cowok tertawa yang ikut ditertawai anak sekelas. Edine menyahut kertas ulangannya terlihat sebal.
Hingga semua orang terdiam saat nilai Sheryl disebutkan. “Sembilan ... puluh sembilan.”
Baru kali ini ada seorang siswi yang nilai ulangan matematikanya melebihi Rimbi. Biasanya Rimbi adalah siswi paling tinggi nilainya karena rajin, itupun delapan puluh. Mereka tahu kelas ini bukan kelas kumpulan anak pintar.
“Congrats!” ucap Rimbi tersenyum bahagia. Sheryl hanya memutar bola matanya kala mereka semua menatapnya aneh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
alsava
ini bukan cerita tentang transmigrasi kan?
2025-02-10
0
zihana syera
kasihan😭
2023-07-15
0
saraswati ada di sini
pusing
2023-07-14
0