Bab 4
"Halo...," sapa Lisa yang masih menutup matanya.
"Halo, Lisa...," sapa seseorang diseberang sana.
Sontak Lisa melebarkan matanya tersentak kaget, dan langsung melihat ke arah layar ponselnya. Apa Direktur Choi?
"Ada apa, Direktur Choi? Apakah ada yang penting?" jawab Lisa canggung. Jujur saja dia saat ini tidak sering berkomunikasi dengan Direktur Choi. Tak ada pembahasan yang berarti, pikirnya.
"Apakah harus ada yang penting terlebih dahulu baru aku menghubungimu, Lisa?" ucap lelaki dibalik ponselnya.
"Tidak, hanya saja... aku merasa canggung untuk menerima telepon darimu. Lagi pula aku sekarang bukanlah pekerja anda lagi."
Terdengar suara Direktur Choi yang tertawa pelan. "Kau ini sungguh lucu, Lisa. Bagaimana kalau kita lusa berjalan-jalan di Kota Baru. Biar ku tebak, kau pasti belum sempat untuk berjalan-jalan di sekitaran sana, kan?"
"Direktur Choi, kau berada di kota yang berbeda denganku. Bagaimana bisa kau ingin mengajakku berjalan-jalan? Kau sungguh aneh dan membingungkan aku," ucap Lisa sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh lelaki itu.
Memang kedekatan Lisa dan Direktur Choi tidak dapat diragukan lagi. Selama masa bekerja Lisa, mereka berdua selalu berhubungan erat dengan pekerjaan tersebut. Lisa merupakan seorang fotografer yang handal dengan teknik-teknik yang tidak dimiliki oleh pekerja yang lainnya. Maka dari itu, Direktur Choi menahannya mati-matian untuk tidak keluar dari perusahaan miliknya. Proyek yang ditangani oleh Lisa selalu menghasilkan kepuasan tersendiri bagi client dan perusahaannya.
Tapi sayang, karena tragedi itu Lisa memutuskan untuk menjual seluruh aset bahkan peninggalan orang tuanya. Dia tidak ingin mengenang hal itu. Baginya itu semua membuat dirinya tidak bisa move on daro kejadian itu.
Pada malam itu, Lisa mendapat tugas dari perusahaan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan luar negeri yang mengharuskan dirinya terbang ke negara client-nya berada. Pada malam itu juga, terjadi kecelakaan hebat di jalan protokol yang mengakibatkan kedua orang tuanya menjadi korban kecelakaan tabrak lari. Ayah beserta Ibunya meninggal ditempat, karena tak ada yang menolong di tengah malam buta. Ayah dan ibu yang pulang dari pesta kolega bisnisnya, entah bagaimana bisa mereka mengalami kecelakaan nahas itu. Pada saat itu, kebetulan seorang supir truk yang melintasi jalan protokol tersebut mendadak menghentikan truknya, lalu turun menghampiri mobil yang melintang di jalan tersebut.
Tok Tok Tok
Supir itu mengetuk kaca mobil. Melihat tidak ada pergerakan dari orang yang berada di dalam, dirinya merasa curiga. Dia langsung menelepon pihak polisi yang berada di daerah itu. Dan didapati sebuah kebenaran bahwa kedua orang yang berada di dalam mobil itu telah meninggal dunia karena kekurangan gas dan terkunci di dalam. Sopir hanya dapat bersaksi karena menemukan mobil itu dalam kondisi terdiam ditempat.
Segera korban kecelakaan itu dilarikan ke rumah sakit terdekat dan menghubungi keluarga bersangkutan. Pihak rumah sakit telah menghubungi nomor yang tertera di kontak milik kedua korban, namun tak terjawab. Saat itu Lisa tengah sibuk memotret client-nya, karena adanya perbedaan waktu dari negara asalnya. Panggilan itu pun tak terjawab oleh Lisa.
Setelah selesai dari kerja padatnya, Lisa mengambil ponsel disaku jasnya. Tertera nomor yang rumah sakit dari negaranya. Sempat bingung, mengapa rumah sakit negaranya bisa menelepon dirinya? Apa hubungannya? Dia pun segera menelpon balik pihak rumah sakit. Sontak saja beberapa menit kemudian, Lisa terduduk menutup mulutnya dengan satu tangannya, tak percaya. Dengan panik, Lisa bergegas merapikan semua barang-barangnya, lalu pamit. Untung saja pekerjaan heatic-nya itu telah rampung. Dia segera menelpon Direktur Choi memberitahu apa yang terjadi.
Sambil tersedu-sedu dirinya menangis saat perjalanan pulang setelah menyelesaikan dinasnya. Mencoba menerima segala dugaan kabar yang tak baik untuk dirinya. Berjam-jam dalam burung besi yang mengudara, dirinya dengan gelisah ingin segera sampai dan melihat jasad kedua orang tuanya yang telah terbujur kaku. Ada penyesalan dalam dirinya, kenapa saat kedua orang tuanya mengalami hal itu, dia tidak berada disamping mereka berdua. Sungguh penyesalan teramat dalam. Kembali lagi, Lisa menelungkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, menangis tersedu-sedu. Untung saja penumpang yang berada disebelahnya tak merasa terganggu. Tetapi melihat sekilas ke arah Lisa, hanya bisa ikut bersimpati diam menghargai Lisa yang sedang tersedu-sedu.
Setelahnya burung besi itu landing, Lisa sudah tak sabar ingin keluar dari sana. Ketika pesawat mendarat sempurna, Lisa langsung mengambil kopernya yang berada di kabin dengan bantuan para pramugara untuk mengeluarkan kopernya. Ia berterima kasih, dan segera berlari menuju arah keluar. Asisten Direktur Choi sudah menunggu Lisa di lobby penjemputan penumpang.
Tak butuh waktu lama, Lisa langsung menemukan asisten itu. Mereka berjalan cepat ke arah mobil, lalu berjalan meninggalkan kawasan airport.
"Lukas, antar aku ke rumah sakit cepat! Aku harus melihat orang tuaku. Sebelum mereka di kremasi," pinta Lisa dengan suara yang sudah parau. Sedari tadi dirinya hanya menangis. Berhenti, menangis.
"Baik, nona Lisa," sahut Lukas.
Di dalam mobil itu tak ada yang bersuara. Hanya Isak tangis yang terdengar. Lukas memandangi Lisa dari kaca spion tengah. 'Kasian sekali nona Lisa. Nahas ditinggal kedua orang tuanya,' pikir Lukas, dan langsung menatap ke depan melajukan mobilnya.
Menghabiskan waktu dua puluh lima menit dari bandara ke rumah sakit. Belum saja mobil terparkir dengan sempurna, Lisa langsung membuka pintu mobil dan meloncat dari pintu tengah. Tak peduli Lukas memarahinya atau menyuruhnya untuk menunggu sebentar. Lisa berlari menuju resepsionis rumah sakit itu dengan tergesa.
"Suster... di mana orang tua saya? Nama pasien Han Rui beserta istri," tanya Lisa cepat.
"Di ruang Anggrek, Nona," jawab suster jaga tersebut.
Lisa langsung berterima kasih dan melejit menuju ruang Anggrek. Dilihatnya petugas yang ada di depan pintu anggrek, dan bertanya. Lisa di antar ke suatu ruangan khusus yang bertuliskan papan nama "Ruang Mayat" itu pun menelungkupkan kedua tangannya ke mulutnya dan menangis sejadi-jadinya melihat jasad yang terbaring tak berdaya di ruangan itu. Tubuh yang memucat dengan mata yang tertutup.
"Ayah... Ibu... hiks ... hiks..., kenapa kalian bisa secepat ini meninggalkanku seorang diri di dunia ini? hiks, hiks..," ucapnya tak sadar kalau di sana masih ada suster yang berdiri di depan pintu. Tak lama, Lukas datang bersama dengan Direktur Choi.
Direktur Choi mendekat ke arah Lisa yang sudah berjongkok, menangis penuh penyesalan.
"Lisa...," panggil Direktur Choi lembut.
"Hiks ... hiks... kenapa ini semua bisa terjadi, Direktur? Kenapa? Di saat aku tidak berada disamping mereka? hiks ... hiks...," Suara yang keluar dari bibir Lisa tak begitu terdengar jelas.
Direktur Choi memeluk pelan tubuh Lisa yang gemetar dengan kepergian kedua orang tuanya. Mengelus bagian punggung Lisa dengan lembut. Berusaha untuk menenangkan kembali jiwa yang penuh dengan sesal itu.
Sesaat Direktur Choi membawa Lisa keluar dan meminta para petugas rumah sakit menyiapkan upacara kremasi kematian orang tua Lisa untuk menghormati mendiang ayah dan ibu.
Segera saja dilaksanakan oleh pihak rumah sakit.
Lisa sudah sedikit tenang. Dia agak termenung dengan kejadian yang begitu cepat.
Lukas pergi dari rumah sakit untuk kembali ke perusahaan. Sedangkan Direktur Choi yang mengantar Lisa pulang.
...****************...
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments