Bab 3
Lisa dan Pak Gan sudah sampai di lokasi. Mereka keluar dari mobil secara bersamaan. Terlihat pemilik rumah beserta bodyguardnya berada di sana.
"Selamat sore, Bu Lisa, Pak Gan," sapa ramah pemilik rumah yang memberikan tunduk hormat kepada para tamu, beserta pengawal yang berada di belakang pemilik.
"Selamat sore, Pak Minya, Terima kasih sudah menyempatkan waktu anda yang sangat berharga untuk saya," sapa balik Lisa dengan perlakuan yang, kemudian Pak Gan juga turut melakukan hal yang sama..
"Mari, masuk. Anda boleh melihat-lihat rumah yang tidak terlalu besar ini, Bu Lisa," tawar Pak Minya.
Lisa melangkah lebih dulu untuk memasuki rumah itu. Terlihat sangat rapi dan bergaya arsitektur klasik. Rumah ini sudah dilengkapi dengan furniture yang memadai. Sofa yang berwarna abu-abu tua menambah kesan elegan. Cat rumah yang berada di dalam pun di dominasi dengan warna putih bersih. Lampu hias yang tergantung terlihat sangat mewah. Lisa berjalan mengelilingi ruang tamu, lalu dapur. Di bagian dapur terdapat mini bar dilengkapi dengan meja kursi yang tak kalah klasik. Dibukanya pintu yang menghubungkan halaman belakang yang agak berumput tinggi.
Lisa segera menutup pintu belakang dan menguncinya. Dia sudah terpikir akan apa yang dilakukannya dengan halaman luar yang tidak seberapa itu. Yah mungkin sekitar empat kali dua luas keseluruhan. Cukup untuk bercocok tanam di sana. Lalu Lisa menaiki tangga untuk melihat lantai dua.
Sebenarnya rumah ini terlalu besar untuk dirinya sendiri tapi tak mengapa. Dia berani untuk tinggal di sini. Rencananya dia akan menetap lama di kota ini. Langkahnya menuju kamar utama di sana. Cukup luas untuk dirinya sendiri. Kamar itu pun bernuansa putih abu. Apakah pemiliknya suka dengan putih abu? pikirnya.
Dilihat dari depan, rumah ini memiliki gaya yang moderen klasik dengan ber-cat tembok minimalis pada umumnya. Tidak pasaran, dan ini terlihat unik. Cat putih yang mendominasi rumah tersebut menambah kesan elegan walaupun sebenarnya tidak terlalu besar. Benar apa kata Pak Minya, kalau rumah ini tidak terlalu besar.
Lisa turun dari tangga, dan menghampiri Pak Minya, Pak Gan, beserta para pengawalnya yang menunggu Lisa di ruang tamu.
"Pak Minya, seperti yang sudah kita sepakati, saya menyetujuinya," ujar Lisa.
Pak Minya menganggukkan kepalanya, lalu menatap pengacara yang sudah siap dengan tasnya. Pengacara itu mengeluarkan semua berkas-berkas yang harus ditandatangani oleh Lisa.
Pak Gan memperhatikan proses demi proses, setia menemani Lisa yang melakukan transaksi dan melengkapi berkas.
"Baik, Bu Lisa. Semua sudah lengkap. Terima kasih atas kerja samanya. Dan ini kunci rumahnya, Bu. Selamat beristirahat," ucap Pak Minya.
"Berhubung saya ada janji bertemu dengan klien, saya pamit untuk pulang, Bu Lisa," lanjut Pak Minya lagi.
Lisa pun menganggukkan kepalanya, lalu Pak Minya pergi meninggalkan rumah serta Lisa, Pak Gan di sana. Hatinya lega setelah rumah itu laku.
"Apa tidak apa-apa Pak dengan nona itu?" tanya pengawal pribadi Pak Minya.
"Apa maksudmu?" tanya Pak Minya yang sudah berada di dalam mobil bersama pengawalnya. Sedangkan pengacaranya membawa kendaraan sendiri.
"Bukankah rumah itu angker? Saya hanya mengkhawatirkan nona Lisa, Pak," ucapnya lagi.
"Ck... tidak akan terjadi apa-apa. Kau jangan mengarang cerita. Terlalu banyak menonton horor movie juga tidak baik untuk otakmu," sergah Pak Minya.
"Maaf, Pak," ucap pengawalnya.
Semetara di rumah itu, Lisa dan Pak Gan berbincang sebentar di luar rumah.
"Sepertinya saya membutuhkan orang untuk membersihkan belakang rumah, Pak Gan. Apakah Pak Gan punya kenalan?" tanya Lisa yang teringat dengan halaman belakang rumahnya.
"Akan saya carikan, Bu Lisa," sahut Pak Gan cepat.
Lisa dan Pak Gan pun beranjak dari rumah itu. Karena Lisa masih ingin menginap di hotel, maka Pak Gan mengantar Lisa kembali ke penginapan hotel tersebut.
Lisa mengucapkan banyak terima kasih terhadap Pak Gan yang siap sedia membantu dirinya dalam hal ini. Pak Gan pun berlalu setelah mengantarkan Lisa sampai lobby hotel.
Lisa segera menuju lift, memencet angka tempat tujuan ke kamarnya. Lift terbuka, segera dirinya masuk ke dalam kamar. Merapikan semua barang-barang yang ia miliki dan besok pagi dirinya akan meninggalkan hotel.
...****************...
Keesokan harinya.
Lisa bangun pagi sekali. Ia tidak lupa menghidupkan alarm yang ada di ponselnya. Dan dilihatnya ini masih jam tujuh pagi. Namun, mentari pagi sudah meninggi, menyebarkan sinar panasnya ke berbagai penjuru. Ia bangkit dari ranjangnya, langsung menuju ke kamar mandi untuk melakukan ritual yang biasa dilakukan kaum hawa. Beberapa menit berlalu, Lisa keluar dari kamar mandi dan langsung mengenakan setelan baju rapi dengan jas kasual dan celana jeans. Ia duduk di depan cermin sambil tersenyum. 'Aku bisa,' gumamnya seraya menyunggingkan senyuman di bibirnya.
Lisa berdiri dan siap untuk keluar dari kamarnya. Ia menggerek kopernya, lalu turun langsung ke bagian resepsionis. Sebelum ia cek out, Lisa menyempatkan sarapan di hotel itu dengan koper yang ia titipkan di bagian resepsionis. Ia pun menuju restoran hotel yang tak jauh dari dia berdiri. Menikmati sarapan sembari memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti setelah sampai rumah baru.
Lisa selesai melakukan cek out, dan ia pun menunggu taxi untuk mengantarkan ke alamat rumah barunya.
"Pak, ke alamat ini, ya," Lisa menunjukkan alamat rumahnya kepada supir taksi.
"Baik, Bu," jawab supir taksi mengerti.
Di jalan, Lisa banyak menatap keluar jendela. Melihat gedung-gedung yang berjejer di deretan sepanjang jalan, tak lupa dengan kendaraan pribadi yang memadati jalan raya.
Menghabiskan waktu dua puluh lima menit dari hotel menuju rumahnya. Sekarang dia sudah berada di depan rumahnya tepat. Ia mengitari netranya ke seluruh penjuru rumah itu. Ada sedikit berbeda. Dia tahu ada yang lain dari rumah ini. Kemarin dia pastikan tidak ada siapa-siapa di rumah ini. Tak mengapa, dia sudah terbiasa dengan hal itu. Tak mungkin rumah ini berhantu.
Melangkahkan kaki menuju pintu utama, lalu membuka kunci pintu itu. Dia menggerek kopernya sampai ke kamar atas. Dia pun merebahkan diri di atas ranjang setelah menyadari bahwa tubuhnya kelelahan. Dia masih berpikir apakah keputusan dirinya pindah ke kota baru, tempat baru, tanpa relasi ini akan berhasil membuat dirinya kembali seperti sedia kala? Lisa pejamkan matanya beberapa saat, dan tak terasa matanya pun menutup perlahan.
Tring ....
Tring ....
Dering ponsel sedari tadi berbunyi, memekakkan telinga yang masih sayup-sayup mendengar akan nada dering yang menguar. Siapakah gerangan yang menelepon dirinya? Apakah Direktur Choi? Sungguh menganggu istirahatnya.
Lisa perlahan menggerakkan tangannya, meraba-raba nakas lalu mencari keberadaan ponselnya. Tidak ada. Dan dia meraba saku jeans nya. Dilihatnya layar itu dengan mata yang masih sayup-sayup terbuka.
"Halo...," sapa Lisa yang masih menutup matanya.
"Halo, Lisa...," sapa seseorang diseberang sana.
Sontak Lisa melebarkan matanya tersentak kaget, dan langsung melihat ke arah layar ponselnya. Apa Direktur Choi?
...****************...
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments