Pia yang Misterius

Dan benar sejak hari itu Suci tidak lagi menunjukkan wajahnya di depan Anjani maupun Marko yang berusaha mencarinya saat ini. Entah untuk apa Marko ingin menemui Suci, yang jelas hanya Suci yang mendukungnya menurutnya.

Iris mata Marko mengecil namun tajam, menatap lembar surat perceraian yang dilaksanakan sidang pertama besok hari. Jemarinya kian gemetar merem-mas lembaran kertas itu.

''Aku tidak akan melepaskan mu!'' tekad Marko.

Sedang Marko yang terpuruk dan sedang menyusun sebuah rencana. Justru Anjani tengah sibuk dengan beberapa pertemuan bersama calon kolega barunya. Dia mengurus semuanya sendiri hingga ketika ia baru mengingat kalau dia tidak memiliki sekertaris yang memang sangat diperlukan.

Endy? tidak mungkin, dia sudah sangat sibuk. Apa dia akan merekrut sekertaris dari para staffnya? tidak buruk juga. Maka Anjani pun segera memberitahukan pihak HRD untuk merekrut sekertaris dan bila perlu menjadi asisten pribadi untuknya.

Divisi pemasaran dikumpulkan disatu ruangan, mengadakan rapat untuk perekrutan sekertaris pribadi Bu Bos mereka.

4 staff terpilih untuk diseleksi lagi, dan mengikuti beberapa rangkaian wawancara dan di berikan beberapa tes. Dan ternyata Pia lah yang terpilih.

Sesuai harapan, Anjani pun turut senang karena ternyata Pia yang akan menjadi sekretaris sekaligus asisten pribadinya.

Dan hari ini Pia sudah mulai bekerja dengan Anjani, ia duduk di meja sekertaris yang pernah Suci duduki.

Semua memberikan selamat pada Pia karena telah menduduki jabatan sebagai asisten pribadi sekaligus sekertaris Anjani. Karena memang Pia pantas mendapatkan jabatan itu, selain kompeten dia juga menguasai semua pekerjaan disana.

Endy memberikan beberapa lembar yang akan memandu nya sebagai asisten Anjani. Dari jadwal pertemuan dengan klien sampai persidangan perceraian, semua Pia pegang saat ini.

''Besok? Bu Anjani tidak mungkin lupa 'kan?'' gumam Pia, karena ternyata ada jadwal penerbangan ke Meksiko besok dan dengan kemampuannya ia mengatur waktu dengan sangat baik agar tidak bertabrakan jadwal.

Trill Trill

Suara dering telepon yang ada di mejanya segera Pia jawab. Dan terdengarlah suara Anjani disebrang telpon sana.

''Pia datang keruangan ku, sekarang!''

''Baik Bu!''

Pia segera beranjak untuk masuk keruangan Anjani, yang bos besar itu sedang duduk menunggunya.

Anjani melemparkan senyumannya pada Pia yang kini sudah berdiri didepannya.

''Sivia Andriani? kenapa semua orang memanggil mu Pia?'' tanya Anjani yang sedang membaca pin name tag milik Pia.

''Karena saya nyaman dengan nama panggilan saya, Bu,'' jawab Pia dan Anjani hanya tersenyum mendengarnya.

''Sebelumnya saya ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih, karena berkat kamu saya bisa mengetahui semuanya. Dan terima kasih juga sudah mau berpartisipasi mengikuti tes. Seperti harapan saya, ternyata kamu yang terpilih.''

''Saya hanya mengikuti prosedur Bu. Dan untuk membantu Anda itu saya rasa sudah menjadi kewajiban semua manusia untuk saling tolong menolong.'' Kali ini Anjani tidak salah menilai orang, walaupun sosok Pria adalah sosok yang sedikit misterius. Namun, aura positifnya benar-benar terpancar.

''Kalau begitu saya akan membahas pekerjaan. Kamu sudah membaca jadwal saya?''

''Sudah, Bu!''

''Besok kita terbang pagi saja. Agar kita memiliki waktu istirahat setelah sampai disana.''

''Pagi Bu? maaf, apa Anda lupa kalau besok juga Anda harus pergi ke pengadilan?''

Anjani berdecih, ia benar-benar lupa kalau besok harus pergi ke pengadilan. Efek terus menyibukkan dirinya sendiri ia sampai lupa kalau dia memiliki satu beban yang belum sepenuhnya terlepas.

''Astaga, saya lupa! ya sudah kalau begitu sesuai jadwal yang ada saja.''

''Baik Bu! kalau begitu saya permisi,'' pamit Pia.

Anjani mengetuk mejanya beberapa kali. Melamunkan sesuatu yang hanya dialah yang tahu. ''Andriani, Sivia Andriani? kenapa nampak tidak asing?'' gumam Anjani yang ternyata sedang memikirkan nama asli Pia.

Jam makan siang tiba. Sebagian karyawan pergi ke kantin dan beberapa lainnya memilih netap dikantor karena masih memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan.

Pia yang memiliki inisiatif ia pun pergi untuk membeli makanan untuknya dan untuk Anjani. Saat sedang menunggu pesanannya siap, ponselnya bergetar dan segera di jawabnya.

''Apa Kak?!'' tanya Pia dengan malas pada si penelepon.

''Kamu ini susah sekali diatur ya. Pokoknya kamu harus pulang kerumah! Kakak tunggu!''

''Tapi Kak, besok aku terbang ke Meksiko ikut dengan bos ku.''

''Ck, kau ini ada-ada saja. Keluarga memiliki usaha, malah memilih bekerja dengan orang lain.''

''Aku hanya ingin mencari pengalaman, kok!''

"Setelah itu urus pengunduran diri mu. Urus usaha keluarga!"

"Mana bisa begitu. Aku sudah mentanda tangani kontrak kerja ku …'' lirik Pia.

''Astaga ... kamu benar-benar keterlaluan, kenapa tidak bicara dulu pada kakak, hah? ya sudah terserah padamu!''

Lantas pria yang dipanggilnya kakak itu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Dan sudah dipastikan Pia, kalau Kakaknya marah padanya.

Ya Pia adalah seorang adik dari seorang kakak yang sangat posesif. Semua harus sejalan dengan keinginan Kakaknya. Yang pada akhirnya Pia pun memberontak dengan cara kabur dari rumah dan mencari pekerjaan sesuai kemampuannya. Dengan alasan untuk mencari pengalaman.

Dan perlu diketahui kalau sang kakak sampai sekarang tidak tahu dia bekerja dimana. Karena ia terus bersembunyi dari sang kakak.

''Biarkan aku mandiri, kak.''

Dikantor, Anjani yang terus menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan bukan semata-mata mencari materi. Hanya saja ia sedang mengalihkan pikirannya yang sebenarnya setiap malam ia masih saja menangis. Bukan menangisi Marko, ia menangis dengan jalan takdirnya, yang harus menjadi janda dengan usia pernikahan seumur jagung. Ia gagal dan rasa trauma itu sangat tercetak.

Ia menikahi dengan Marko karena sebuah rasa cinta dan nyaman. Yang mana rasa itu tidak akan mudah hilang begitu saja. Karena terbukti sampai sekarang pun ia mengakui kalau masih mencintai Marko. Tapi ketika mengingat pengkhianatan nya, rasa bencinya seakan lebih menguasai dirinya.

Bahkan ia kerap melewati jam makannya karena sangking sibuknya. Seperti saat ini, lagi-lagi ia tidak menyadari kalau jam makan siang sudah akan berlalu. matanya fokus ke layar komputer dan berkas-berkas yang berjejer di mejanya. Suara notifikasi membuat perhatiannya teralihkan hingga melirik ke layar ponselnya dan tidak sengaja melihat jam yang tertera di ujung layar ponsel.

''Oh sudah siang ya. Tanggung sebentar lagi,'' cetusnya seperti biasa akan meremehkan waktu istirahat.

Anjani memang wanita pekerja keras, tidak heran kalau ia kerja begitu gila. Dan hasilnya seperti sekarang, ia memiliki semuanya karena kerja kerasnya.

Dan tidak lama kemudian Pia mengetuk pintu lalu masuk setelah Anjani menyahutinnya dari dalam. Pia masuk dengan satu paper bag yang ia jinjing dan mengeluarkan isi paper bag tersebut di meja lain.

Anjani melirik sejenak melihat Pia yang sedang mengeluarkan dua kotak makanan, padahal dia sendiri tidak memesan atau menyuruhnya untuk membeli makanan.

''Bu sudah jam makan siang, silahkan makan Bu. Saya beli dua, kalau tidak keberatan saya meminta Anda untuk makan siang bersama saya.''

Tanpa berkata apapun Anjani beranjak dan menghampiri Pia. Tidak salah memang kalau dirinya menyukai kinerja asisten barunya itu.

''Terima kasih,'' ucap Anjani dan Pia hanya tersenyum.

''Oh ya Pia. Setelah jam makan siang, Leni memberikan kabar kalau klien kita yang pernah ditolak Marko, mengajukan proposal kerja sama lagi. Saya juga belum pernah bertemu, tapi kita coba. Siapa tahu menguntungkan!'

''Baik Bu. Kita makan dulu. Bicarakan pekerjaan nanti saja!'' Anjani tersentak, mendengar Pia yang bicara layaknya seorang adik pada kakaknya.

''Hei kamu!''

''Maaf Bu!'' sambar Pia yabg baru menyadari kalau ucapannya agak kelewatan.

''Tidak apa-apa, saya suka kamu yang seperti ini.'' Anjani mengambil kotak makanan itu lalu memakannya dengan lahap.

Mereka makan dengan hening. Dan saat Anjani akan bicara mengenai pekerjaan, Pia hanya menatapnya dengan datar dan dengan sendirinya, Anjani segera mengunci mulutnya kembali.

Anjani yang mendapatkan perlakuan seperti itu tidak sama sekali terganggu ataupun risih. Justru ia senang karena sosok Pia bisa membuat dia bisa mengatur waktu lebih baik lagi.

Seperti apa yang Anjani katakan sebelum makan tadi. Setelah Mereka menyelesaikan makan siangnya, Anjani segera bersiap untuk bertemu dengan kliennya yang ternyata Ia mendapatkan kabar kalau kliennya itu sudah menunggu mereka.

''Ayo Pia. Kita harus segera kesana. Mereka sudah menunggu,'' ucap Anjani.

''Baik Bu!'' Pia yang sedang mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan segera mengikuti langkah Anjani yang sudah hampir masuk ke lift.

Bagi Anjani Pia bukan seperti seorang asisten ataupun sekretaris, melainkan sikap dia seperti seorang adik yang dia sendiri tidak merasa segan untuk menolak perintah Anjani. Dan Anjani lebih senang seperti itu.

Terpopuler

Comments

Yoo anna 💞

Yoo anna 💞

apa jgn² pia adiknya roger... dan kayak yang mau kerjasama tpi slalu di tolak sama marco itu jg Roger 🤭
semoga saja iya 🤭🤭🤭

kalau jodoh gak kemana, gak papa meski terlambat 😁

2023-05-21

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!