Cepat-cepat Marko menyembunyikan barang yang dia beli dibelakang tubuhnya. Ia malu kalau sampai Roger melihatnya.
Tapi sayang, Roger sudah terlanjur melihat itu. Lantas Marko pun segera membayarnya dan menyimpannya disaku jasnya dengan buru-buru.
''Marko?'' panggil Roger dan Marko pun menghentikan langkahnya.
''Berhenti mengurus urusan orang lain!'' Marko berlalu pergi setelah memberikan peringatan tegas pada Roger. Yang Roger sendiri kebingungan karena sikap Marko.
Ia memungut dompet yang terjatuh dilantai. Ya alasan Roger memanggilnya bukan untuk mengurusi urusan Marko, seperti apa yang dia katakan tadi, melainkan untuk memberitahu kalau dompetnya terjatuh.
Tapi saat Roger akan mengembalikannya, Marko sudah pergi meninggalkan tempat itu menggunakan mobilnya.
''Ceroboh sekali dia,'' gumam Roger.
Roger kembali kedalam untuk membayar barang belanjaannya, dan setelah itu pergi ke sepeda motornya. Tapi sebelum ia menyalakan mesin motornya, ia membuka dompet milik Marko ingin melihat alamat yang bisa ia datangi untuk mengembalikan dompet tersebut.
''PT Jan's,'' ujar pelan Roger membaca kartu nama yang ada di dompet Marko.
''Jadi Marko Direktur Jan's!'' Wajah Roger menggambarkan bahwa ia sedikit terkejut karena pria yang dia kenal saat di bangku kuliah adalah seorang pengangguran dan pemalas tapi ternyata bisa berada diposisi itu sekarang.
Kemudian Roger segera menghidupkan mesin motornya lalu pergi dari sana.
Dimobil Marko terus mengumpat Roger, karena merasa pria itu tidak pernah berubah. Dia selalu ingin ikut campur urusan orang lain, bahkan saat ia masih berpacaran dengan Anjani, Roger seakan sebuah benalu yabg terus menempel pada Anjani, bagi Marko.
Setibanya di kantor, Marko segera naik ke ruangannya yang terletak di lantai 29. Beberapa karyawan disana memberikan sapaan hormat seperti biasa pada Marko saat berpapasan. Marko yang humble meresponnya dengan ramah juga, tapi siapa sangka sikap ramahnya menyimpan sebuah kebusukan.
Ketika sampai diruangannya, matanya langsung tertuju ke meja Suci. Namun, Suci tidak ada ditempatnya.
''Pia?'' panggil Marko pada staffnya yang baru saja keluar dari ruangan atk.
''Ya, Pak?''
''Dimana Suci?'' kepala Marko menoleh ke tempat kerja Suci dan diikuti oleh Pia yang juga menoleh kesana.
''Belum datang, Pak. Sepertinya terjebak macet,'' jelas Pia dan Marko pun mengangguk-anggukkan kepalanya karena memang tadi jalanan agak padat.
''Kalau begitu, kalau dia datang suruh langsung menghadap saya!'' titah Marko dan Pia pun mengiyakan-nya.
Marko berlalu masuk keruangannya. Pia segera mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan pesan singkat kepada Anjani. Ya, sesuai perintah Anjani padanya, ia diminta untuk mengawasi pergerakan mereka lalu segera melaporkan kepada ibu bos nya itu.
Ya benar saja, Suci memang terjebak macet. Taksi yang ditumpanginya tidak bergerak sama sekali. Ingin turun pun percuma karena jarak untuk kekantor masih sangat jauh, memesan ojek juga tidak akan membantu, karena yang ia lihat jalanan saat ini benar-benar padat.
''Masih lama, Pak?'' tanya Suci pada supir Taksi itu.
''Sepertinya begitu, Mbak. Faktor akan ada libur panjang anak sekolah, pasti semua pergi untuk berliburan.''
Mendengar apa yang dikatakan supir taksi itu. Suci teringat kalau lusa Marko dan Anjani akan pergi berlibur juga. Bulan madu! membayangkannya saja Suci merasa kesal.
''Mbak tidak liburan?''
''Tidak!''
Mendengar jawaban ketus Suci, supir itu langsung diam. Dia tidak mau membuat penumpangnya merasa tidak nyaman.
Marko mengerjakan beberapa berkas, memeriksa satu persatu berkas yang ada dimeja. Ia memijat pelipisnya dengan terus melirik kearah pintu, berharap Suci segera datang.
Tapi sudah jam 10, Suci belum juga tiba. Lalu ia pun menghubunginya, tetapi ponsel Suci tidak dapat menerima panggilan. Kemudian ia menelpon nomor kantor yang ada dimeja Suci dan hanya beberapa kali berdering, telpon pun terjawab.
''Kau dimana? kenapa nomor mu tidak aktif?!''
''Maaf, Pak. Saya Pia, Suci belum datang.''
Marko menjauhkan gagang telepon, lalu berdehem. ''Ya sudah!''
Marko segera meletakkan gagang teleponnya. Terdiam sejenak, berharap kalau Pia tidak akan merasa curiga dengan ucapannya yang diperuntukkan untuk Suci tapi malah Pia yang mendengarnya.
Dan disana, Pia yang sudah kembali ke tempat kerjanya semakin yakin kalau mereka memang ada apa-apanya. Terbukti dengan cara bicara Marko pada Suci, seperti bukan sebagai atasan pada bawahannya. Melainkan seperti pria yang mengkhawatirkan keberadaan wanitanya.
Tepat pukul 10:30, Suci pun datang. Dengan wajah kusut karena lamanya terjebak ditengah-tengah kemacetan, tidak ada satu pun sapaan yang Suci sahuti, ia duduk dan langsung membuka satu persatu berkas yang ada dimeja kerjanya.
Tapi baru saja ia menghidupkan mesin komputer, Pia menghampirinya lalu berkata, ''Bu Suci. Pak Marko, meminta Ibu langsung menghadapnya.''
Suci membuang nafasnya begitu malas, dan beranjak setelah memastikan komputernya menyala lalu mengisi daya ponselnya yang ternyata ponsel miliknya mati total karena habis baterai.
Pia melirik kearah layar ponsel Suci. Ya sebab itulah Marko mengatakan nomornya tidak dapat dihubungi, karena lowbat.
''Bu!'' panggil Pia lagi dan membuat Suci berbalik dengan wajah kesalnya.
''Ada apa lagi!''
''Saya bantu periksa ini, boleh?''
''Hemm, terima kasih sudah mau membantu.'' Lalu Suci pun masuk keruangan Marko tanpa mengetuknya dan itu Pia lihat.
Umumnya seorang bawahan akan menghadap atasan ke ruangannya pasti akan mengetuknya untuk meminta izin memasuki ruangan tersebut. Tapi kenapa tidak dengan Suci?
''Enak ya jadi gundik bos besar mah, bisa datang sesuka hati,'' ucap salasatu staff dengan jengkel. Dan staff lain pun ikut menimpali, tapi tidak dengan Pia.
Pia hanya diam dengan menyimak tentang apa yang telah dia tahu. Karena dilingkungan pekerjaan kita tidak dapat membedakan mana musuh dan mana teman. So! harus hati-hati dalam bertindak dan berucap.
Suci masuk keruangan Marko yang sudah menunggunya sejak tadi. Ia mendekat kekursi Marko dan ....
Bruukk!
Suci menjatuhkan tubuhnya diatas tubuh Marko. seakan ingin berkeluh kesah dengan apa yang dia lewati hari ini. Marko mengusap lembut punggung Suci seraya berkata begitu manis, ''Ada apa, kenapa sepertinya kau sangat lelah?''
''Aku terjebak macet, aku lelah ….''
''Aku juga lelah menunggu mu datang. Dia juga lelah menunggu mu,'' ucap Marko yang sengaja menggerakkan adik kecilnya sampai terasa diarea perut Suci yang merasakan pergerakan disana.
Suci memukul dada Marko kesal. ''Hanya peduli itu, kau bahkan tidak peduli keadaan ku …" lirih Suci dengan nada bicara yang manja.
"Tentu saja peduli, tapi dia juga butuh perhatian, hmm?''
Tanpa ba-bi-bu Marko langsung membuka paksa blazer dan kemeja Suci, lalu membuka pengait rok span yang suci kenakan. Suci memberontak tapi bukan memberontak karena menolak hanya untuk menggoda Marko.
Dan hanya satu kali gerakan saja, Marko mampu melucuti semua pakaian yang menempel ditubuh langsing Suci hingga hanya tersisa Br-ra dan cellana dallam saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Yoo anna 💞
bukan ikut campur, tpi Marco sendiri yg sensitif bgt sama roger 🤭
2023-05-19
4