Sedang di tempat lain. Tepatnya disebuah kamar unit apartemen. Dua manusia berhati iblis sedang menikmati permainan panas mereka. Suara erangan dan des-sahan memenuhi ruangan, seakan merasa bebas berekspresi keduanya saling berteriak memanggil namanya dan keluarlah kata-kata frontal yang menyakitkan telinga.
''Marko, penuh sekali!'' pekik Suci yang saat ini berada di bawah kuasa permainan Marko.
Dengan gagah perkasanya, Marko terus menghujam dahsyat milik Suci dengan senjata tumpulnya itu. Kedua tangannya pun tidak mau tinggal diam, ia meraih buah melon yang tergantung bebas lalu ia rem-mas dengan sedikit kasar.
Bukan merasa kesakitan, Suci malah mengerang kenikmatan. Dan tangannya malah menuntun tangan Marko untuk merem-mas nya yang lebih kuat.
Gila! memang gila mereka berdua, hati nurani tidak lagi mereka miliki. Otak mereka sudah tertutup oleh hawa nafsu belaka. Pengkhianatan yang menyakitkan itu mereka lakukan dengan keadaan sadar.
Bahkan sangking terbawa hawa nafsu, saat suara notifikasi berbunyi dari ponsel Marko. Marko pun membalasnya dengan cepat dan salah, tapi dengan segera ia meralatnya sebelum Anjani membacanya, batinnya.
Tanpa dia tahu, Anjani sudah membacakannya. Dan membuat rasa curiganya semakin menjadi-jadi.
Punggung putih nan mulus Suci membuat darah Marko semakin panas, dan mempercepat gerakannya.
''Aky hampir sampai!'' ucap Marko tersengal-sengal.
''Eum, aku juga!'' balas Suci.
Dan beberapa saat kemudian, Marko pun ambruk di punggung putih Suci, mereka saling meraup oksigen yang hampir habis itu. Suci tertawa kecil begitu juga Marko.
Mereka tertawa tanpa nurani, merayakan kebebasan mereka yang hampir setiap hari harus menahan suara erangan karena berada dalam kantor, dan disini mereka bisa bebas berteriak sekencang mungkin.
''Marko?''
''Eumm?''
''Tentang bulan madu kalian?''
Marko terdiam, lalu segera beranjak dari punggung Suci. Ia berdiri lalu memunguti pakaiannya, Suci berbalik menatap Marko yang sedang memakai celana pendeknya.
''Marko!''
''Pakailah pakaian mu cepat, kita akan kembali ke kantor. Kalau tidak, istriku akan curiga.''
Tanpa mempedulikan raut wajah Suci yang berubah, Marko terus melanjutkan memakai pakaiannya.
''Brengsek!'' pekik Suci. Marko berbalik dan menatap bingung dengan emosi Suci yang berubah-ubah.
''Aku bukan wanita jallang! Marko! Setelah membuang benih mu, kau beranjak lalu memakai pakaian! cih, keterlaluan!''
Suci bangun dari tempat tidur yang berantakan itu, tanpa memakai sehelai benang pun, ia bertolak pinggang menatap kesal pada Marko.
''Lantas kalau bukan jallang, sebutan apa yang pantas untukmu, Suci!''
Suci tersentak, tidak terasa air matanya luruh dari sudut matanya.
Marko melangkah mendekat, tangannya mencengkram pelan rahang Suci. Menatap dengan dingin seraya berkata lagi.
''Kau menangis, hm? kenapa? kamu tidak suka dengan kenyataan yang aku ucapkan padamu?''
Suci menatap dalam iris mata Marko, ia tidak yakin pria ini pria yang sama tadi bertukar keringat dengannya.
''Marko, kenapa kau berkata seperti itu?''
''Karena itu kenyataannya, Suci. Kau jallang ku, dan Anjani adalah istri sah ku,'' ucapan penuh penekanan keluar dari mulut busuk Marko. Ia menyadari kalau Anjani adalah istrinya, tapi dia juga melakukan hal yang tak bermoral dengan mengkhianati cinta pernikahan mereka.
''Aku bukan jallang, Marko!'' Decih Suci dengan gigi yang saling menggeletuk.
Marko melepaskan tangannya dari rahang Suci dengan sedikit kasar hingga membuat wajah Suci terbuang kesamping. Terdengar suara tawa meledek dari Marko yang tengah memakai dasinya.
Suci menyeka air matanya sejenak lalu tersentak lagi ketika mendengar penuturan Marko yang tak kalah menyakitkan dari ucapan Marko yang tadi.
''Wanita yang dengan suka rela membuka pahanya pada seorang pria beristri, bahkan istri si pria itu, sahabat nya sendiri. Apa pantas dipanggil malaikat? tidak 'kan? jadi ku rasa panggilan jallang itu lebih pantas untukmu!''
Suci benar-benar tidak menduga kalau Marko bisa sejahat itu. Dengan dada yang terasa sesak ia pun mengambil pakaiannya yang berceceran dilantai lalu pergi kekamar mandi, untuk membersihkan noda dosa mereka.
Marko menatap langkah Suci yang menghilang dari daun pintu, ia tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. ''Lucu sekali dia. Tidak mau dipanggil jallang katanya, cih!"
Beberapa saat kemudian, Suci keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya, berjalan berlahan ke meja riasnya. Tanpa mempedulikan Marko yang duduk ditepi ranjang dan saat ini sedang memperhatikan geraknya.
Suci mengeluarkan hairdryer miliknya, lalu mengeringkan rambut panjangnya. Marko beranjak lalu mendekat.
Grepp!
Marko memeluk Suci dari belakang, menghirup aroma sampo dan sabun suci yang membangkitkan gairah setan nya lagi.
''Kau sedang menggoda ku lagi 'kan?''
''Marko diam!'' Suci berontak tapi Marko tetap memeluknya.
''Kau marah ya?'' tanya Marko dengan suara yang terbenam diceruk leher Suci, tapi dia tetap diam tidak menjawab ucapan Marko.
''Kau memang jallang ku, Suci. ****** favorit ku, kau milikku, hmm?'' Marko membalikkan tubuh Suci agar menghadap kearahnya.
''Ini untukmu!'' Marko menunjukkan sebuah kalung indah didepan mata Marko, lalu memakainya keleher jenjang Suci. Suci tersenyum karena senang mendapatkan hadiah itu. Dia tahu harga kalung itu tidaklah murah.
''Ini untukku?''
Marko mengangguk samar, ''Ya, untukmu. Jadi jangan pasang wajah cemberut mu itu, oke?''
Suci mengangguk dan seakan melupakan mulut tajam Marko padanya tadi, yang jelas-jelas sangat menyakitkan hati. Tapi hanya karena sebuah kalung mahal, ia melupakan rasa sakit itu.
Merekapun memutuskan untuk kembali ke kantor setelah meninggal kantor selama 5 jam lamanya.
''Aku lapar, bagaimana denganmu?'' tanya Suci yang masih saja memegangi kalungnya itu.
Marko yang sedang mengendarai mobilnya, menoleh dan kembali fokus dengan jalanan.
''Kita sudah terlalu lama meninggalkan kantor, kalau kau mau kau bisa pesan dari restoran sekalian pesankan untuk ku.''
''Baiklah.''
Dua puluh menit kemudian mereka pun telah sampai di pelataran kantor, mereka keluar dari mobil dan bersikap seperti seorang bawahan dan atasan pada umumnya. Marko yang berjalan didepan dan Suci yang mengikutinya dari belakang.
Dan saat tiba dilantai 29, Suci langsung duduk di meja kerjanya, begitu juga Marko yang langsung masuk kedalam ruangannya.
Membenarkan dasinya yang terasa sesak, Marko melemparkan dengan sembarang tas kerjanya. Lalu duduk disofa.
Kepalanya bersandar disandaran sofa. Hari ini ia merasa sangat lelah, bukan lelah bekerja tetapi lelah berkuda dengan Suci, sekretarisnya.
''Dia merawat diri dengan baik,'' gumam Marko.
''Siapa yang merawat diri dengan baik?''
Marko terbelalak, ia terkejut mendengar suara itu. Dengan cepat ia menegakkan tubuhnya untuk melihat suara siapa gerangan.
''Sayang?'' decih Marko.
''Aku tanya, siapa yang merawat diri dengan baik?'' tanya ulang Anjani.
Ya sejak tadi Anjani hanya diam dikursi kerja milik Marko, dan memperhatikan Marko yang baru datang dan tentunya tidak menyadari kehadirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Yoo anna 💞
terus kalau suci jalang, situ apa dajal ya 😏 berkacak lah laki-laki gak tau diri...
udah tau suci teman istri mu tpi kamu gagahi jg, sok sok an ngatain suci, yang jelas kalian sama sama biadab
2023-05-18
6