Malam makin menggelap, satu persatu lampu mulai padam, suara kendaraan pun juga mulai senyap, sebagian makluk mulai bersemayam pada permadaninya masing-masing, mendiamkan diri mereka untuk menikmati sisa-sisa waktu. Pikiran mulai di benamkan dalam gelapnya mata, membaringkan otot-otot yang sedari pagi tak berhenti bekerja.
Tapi tidak dengan dia, berlari ditengah malam, mengejar helaan napas yang sedari tadi semakin menggebu. Rasa marah, kecewa, dan sedih yang tak mampu dia lampiaskan ia tumpahkan. Teriakannya bersaut-sautan dengan angin, berharap dapat membebaskan luapan emosi, memaki-maki pada malam, menendang-nendang deburan ombak.
Alam yang tak peduli padanya makin menggelap, bintang pun lenyap tak menampakan diri, apalagi sang rembulan bersembunyi di balik awan sedang beradu memekikkan sang kilat, sang angin pun berbisik mengusirnya, tak cukup semua itu segerombolon tetesan air menghantam tubuhnya.
Untuk mengaduh pada alam saja juga tak bisa gumannya
Dia butuh seseorang untuk melampiaskannya, dia butuh air yang meredakan panas amarahnya, di lain pihak dia juga butuh kehangatan untuk melenyapkan rasa sedihnya.
Apa yang kau pikirkan Sella, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu, menerimamu apa adanya. Pesonamu lebih menarik bagiku untuk di perhatikan daripada melihat kekuranganmu karena besamamu selamanya adalah inginku.
***
Vano
Bajuku sudah basah di terpa hujan, saat memasuki Hotel hawa dingin merayap di sekujur tubuh tapi aku tepiskan, rasa kesal dan marahku masih bergelora.
Aku merogoh sesuatu dari kantong celana ku, lalu aku tekan panda benda itu. Terdengar suara disana, menanyakan kabar dariku dan mengkhawatikan keadaanku. Tetapi aku mengabaikannya, aku hanya fokus meminta dan memohon kepada mereka tidak memaksakan sesuatu yang tak mampu aku berikan.
"Kami tidak memaksa Sella, itu keputusannya. Dan kami sangat mendukung itu, karena kami butuh keturunan dari mu Vano. Sebaiknya kau menerima, disini kau tidak mengkhianati siapa-siapa, ibumu takkan membencimu karena ini. Kau sudah menjadi anak berbakti buat Ibumu, menuruti semua perintahnya dan menjadi anak baik. Sekarang waktunya kau berbakti pada ayahmu ini, berikan kami cucu. Aku tau mungkin karma dosaku sudah menyakiti dirimu dan ibumu, tapi biarkan di sisa hidup ku ini aku dapat memcurahkan kasih sayangku kepada cucuku, yang dulu tak mampu aku berikan padamu"
Salah satu tanganku sibuk mengetuk-ngetuk pintu , dan yang satunya menekan tombol kecil di sisi lain pintu.
Pintu itu terbuka, sang pemilik kamar terkaget mendapati sosokku.
Aku tak bicara! Melewatinya dan masuk begitu saja, melepaskan satu-persatu baju ku dan hanya menyisahkan celana pendek yang menempel begitu ketat di tubuhku.
Disana dia diam matanya membola, kemarahan menyeliputinya. Tapi aku tidak peduli.
"Aku ingin tidur dan ketenangan. Jadi kau jangan berisik" perintahku pada perempuan itu sebelum dia mulai membuka suaranya yang sedari tadi ia tahan.Ku kecup lembut pipi kemerahan yang sedang berbaring tidur.
"Kalau kau ingin tidur. Kau bisa tidur di sofa atau kau juga bisa tidur disini" godaku sembari menepuk-nepuk bagian kosong pada ranjang. Perempuan itu mendelikan matanya menunjukkan ketidak sukaannya.
"Anggap saja latihan kita menjadi suami istri" tambahku memprovokasi kemarahannya tanpa merasa berdosa.
Perempuan itu tetap diam mengela napas dalam, maju mendekati, menarik selimut dan menutupi tubuhku. Aku menepisnya, tetapi dia hanya menghela napas lagi dengan sedikit mengumpat. "Dasar pria tua, menyusahkan!"
"Baiklah anak pintar, tidur lah. Diam jangan berisik. Jika tidak, yang disamping mu akan bangun. Jaga sikapmu selama tidur jangan sampai menindihkan badan besarmu itu ke tubuh bayi mungil ini." Ucap perempuan itu sembari memperbaiki selimut di tubuhku.
Dia beranjak menjauh, memutari ranjang, dan mengambil bantal lalu ia bawa ke sofa yang berada di depan televisi.
Aku tidak mampu memejamkan mataku, hanya bolak-balik membalikan tubuhku. Dia di sana melotot dan memperingati.
Aku membaluti selimut ke tubuhku sekenanya dan berjalan menghampiri ke arah nya, menyalakan televisi dan duduk di lantai menyenderkan tubuhku ke sisi sofa yang dia gunakan untuk membaringkan tubuhnya.
"Tuan, mengapa kau disini" ucapnya merasa terganggu. Aku mendongakkan kepala ku melihat ke arahnya, menelisik sorotan matanya, tetapi aku tetap diam tak menjawab.
"Apakah aku harus menerima keputusan Sella menikahinya dan segera memiliki keturunan bersama perempuan ini. Tidak, aku tidak ingin menyakiti gadis ini. Meski aku tidak begitu jelas mengetahui kisah hidupnya tapi aku tau dia pasti terluka, dia tidak setegar yang di lihat. Beberapa kali aku mendapatinya sedang menangis. Masuk ke permainan ini akan menambahkan lukanya lagi" batinku, dalam posisi tetap memandanginya. Dia terlihat mulai risih dan beranjak dari tempatnya, tanganku dengan cepat menahan.
"Allin, tetap diposisi mu. Aku tidak ingin kau menerima permintaan Sella, kau akan terluka kelak"
"Aku tau itu Tuan. Berada diantara hubungan seseorang bukan gayaku, aku wanita egois, aku tidak bisa membagi milikku dengan orang lain."
"Kau menginginkan aku sepenuhnya menjadi milikmu" godaku sembari menahan senyum untuk memancing emosinya. Sekarang menjadi kesenangan bagiku menggoda gadis ini, meski kadang ia bersikap sok dewasa, tetapi jiwa remajanya yang meledak-ledak mudah terpancing.
"Ish..., siapa yang bilang aku ingin kau menjadi milikku. Aku hanya mempertegas bahwa kelak aku memiliki seseorang takkan aku biarkan wanita manapun untuk mendekatinya, dia hakku dan hanya untukku."
"Yakin? Kau tidak ingin aku menjadi milikmu" matanya membola dengan penuh, lalu hidungnya bersungut, bibir bawah sedikit terbuka dan taklama kemudian memukulku dengan bantal bertubi-tubi.
"Belum apa-apa kau sudah KDRT, bagaimana jika kita sudah menikah? Tubuhku pasti hancur olehmu" godaku makin menjadi.
"Dasar pria tua mesum!!!" Siapa ingin menikah denganmu? Jangan harap!" makin menjadi pukulannya, sekarang pukulan itu lansung dari tangan kecilnya.
Aku memerangkap kedua tangannya, ia meronta berusaha melepaskam. Tiba-tiba tubuh itu terhempas di badanku, entah siapa yang menarik atau mendorong, kejadiannya begitu cepat, lain hal sekarang kami diam terpaku tak bergerak bersuara. Aku sibuk mernomalkan detak jantungku yang sedang berpacu, tanpa membenari posisi kami yang terlalu intim.
Suara tangisan Dio, menyadari kami untuk membenarkan posisi kami. Dengan cepat aku melepaskan tangannya dan ia lansung berdiri dan berlalu menuju ke ranjang tempat Dio berada.
"Tuan aku ingin menyusui Dio"
Aku mengangguk, mengerti maksudnya. Lalu dia mengubah posisi Dio dan membaringkan tubuhnya di samping Dio yang membelakangi dari pandanganku.
Kurebahkan tubuhku di sofa mencari posisi terbaik untuk mengistirahatkan diriku. Entah berapa lama aku tertidur, tetapi ini masih tengah malam, tubuhku terasa sedikit sakit saat aku bangun, mungkin posisiku yang tidak tepat atau memang aku tidak nyaman di sofa yang kecil ini, yang hanya mampu menampung setengah badanku.
Ku lihat ke sisi ranjang yang begitu besar masih ada ruang kosong yang dapat kutempati.
"Deru napas Dio dan Allin begitu tenang dan sepertinya mereka sudah terlelap nyenyak." batinku sambil menghampirinya dan membaringkan tubuhku disamping Dio
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Mbok Wami
sella kema suamia,a kok ada sama aliin
2021-01-07
0
Rin's
Sella kemanaa yaaa
2020-12-10
0
Agnia Laila
bilang engga padahal mau🤔
2020-11-07
2