*
"Allin, kamu siap-siap ya" tiba tiba perintah bu Sella padaku, setelah ia menyelesaikan panggilan melalui ponselnya.
"Siap-siap apa Bu?" tanyaku kebingungan.
"Kamu ikut kami ke luar kota" jawab bu Sella.
Liburan yang ia rencanakan jauh-jauh hari, harus berbenturan dengan pekerjaan, dengan sedikit keterpaksaan ia harus membagi liburan itu dengan pekerjaan.
Tuan Vano sudah mengizinkan dan mereka harus membawa diriku untuk menjaga Dio.
Sepanjang perjalanan ke bandara, suasana begitu kaku, tak ada obrolan diantara kami. Sepasang suami istri dibelakang ku sibuk dengan gadgetnya.
Apakah mereka selalu begini?
Mereka tidak terlihat seperti sepasang suami istri, mungkin jika aku belum mengenal mereka, aku pasti menganggap mereka adalah patner kerja, mereka bicara seperlunya, tidak ada obrolan atau gurauan yang biasa dilakukan selayaknya sepasang suami istri.
Pak Herman, supir yang mengantar kami ke bandara, memecahkan keheningan ini dengan obrolan-obrolan ringan kepada Dio.
Bayi kecil itu sudah pasti takkan bisa menjawabnya, ia hanya menoleh dan tersenyum, atau dia mengabaikan panggilan pak Herman padanya.
"Lin, Den Dio sekarang sudah pintar apa?" tanyanya
"Aku sudah pintar merangkak Pak" jawabku sambil menyerupai suara anak-anak.
"Wah hebat ya Den Dio, sudah merangkak"
"Iya, aku juga lagi belajar bicara" jawabku tetap menyerupai suara anak-anak, sambil aku ciumi pipi Dio dengan gemas.
"Lap pipinya" sentak seseorang dari belakang bangku kursiku, seraya menyodorkan tisu basah.
Aku berdecih dan memutarkan bola mataku tanpa menoleh kepadanya, seraya mengambil tisu basah yang diberikannya.
"Cih, dikiranya aku najis apa" batinku
"Mulai sekarang berhenti menciumi Dio, saya tidak mau lagi ada aroma bagian tubuhmu melekat di badan Dio" timpanya lagi.
"Baik Tuan" jawabku seraya mengelap wajah Dio dengan tisu basah.
"Aroma bagian tubuhmu, apa maksudnya?, dasar pria tua mesum" umpatku dalam hati.
Pak Herman hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengarkan perdebatan kami.
Bu Sella tidak terusik sama sekali dengan perdebatan kami, ia tetap sibuk dengan ponselnya, mungkin pekerjaan terlalu menyita fokusnya, sehingga ia tidak menyadari tingkah suaminya yang begitu kekanak-kenalan, atau mungkin dia memang tidak peduli, entahlah!.
"Lin, kok Bapak perhatiin kamu sama Dio jadi mirip lo" pernyataan pak Herman menarikku kembali ke dunia nyata, sejak teguran tuan Vano padaku, aku memilih diam dan menyibukkan diriku dengan pemikiran-pemikiran tentang sikap bu Sella.
"Mirip gimana Pak" tanyaku
"Mirip apanya Pak, jangan samain Dio sama wanita cengeng ini. Sama tukang sayur ngak apa-apa Bapak samain dia" jawab si pria tua mesum itu memotong pembicaraan kami.
Dari tadi aku kira dia sudah sibuk dengan ponselnya, tak taunya dia tetap menyimak lagi obrolan kami.
"Sayang" tegur bu Sella memperingati tuan Vano.
Tetapi matanya tetap fokus ke layar ponselnya.
Aku begitu penasaran, apa yang dari tadi dia kerjakan, dia lebih senang menghabiskan waktunya dengan ponsel.
Manusia jaman kini, ponsel lebih menarik dan penting bagi mereka.
Mereka mungkin bisa berjahuan dengan keluarganya tetapi tidak bisa jauh dengan ponselnya, atau mereka lebih suka menghabiskan waktu luangnya bersama ponsel. Tidak, mungkin di segala situasi mereka tetap mencuri-curi waktu agar tetap bisa mengeserkan layar ponsel meski hanya sekedar melihat notifikasi.
"Cih! Tukang sayur" gumanku mengulangi salah satu kata pedas yang tadi keluar dari mulut si pria tua mesum.
Lagi-lagi aku berdecih sambil memanyunkan mulutku, meski aku tak membalas kata-katanya, tetapi aku sadar dari tadi dia pasti memperhatikan raut wajah kesalku.
"Huh, dasar pria tua mesum" umpatku lagi saat tatapan mata kami bertemu di balik kaca mobil, walau tak bersuara kutekankan ejaannya biar dia dapat membaca gerak bibirku.
"Dasar emak-emak" balasnya sengit.
Oh tuhan, dia benar-benar kekanakan.
Atau aku rasa mungkin dia tidak mendapati pelajaran moral di sekolah.
Lihatlah! Bagaimana buruk sikapnya kepada diriku, apa dia tidak sadar aku ini wanita yang memiliki sikap femininitas, yang tidak suka di bentak, di pojokkan apalagi di lecehkan, kami wanita ingin selalu di lindungi, di sayang dan di manja.
"Tidak...! Amit-amit dah, di manja oleh pria tua mesum itu" batinku seraya mengangkat bahuku seolah geli dan jijik.
***
POV
Vano
Perjalanan begitu hening.
Bagiku, biasanya kondisi begini takkan menganggu, aku akan menikmatinya, ini adalah kesenangan bagiku memperhatikan kesibukan Sella, bagaima rautnya berubah-ubah. Mengagumi kecantikannya diam-diam adalah hal yang sudah biasa kulakukan sejak jaman kami masih di sekolah menengah.
Tetapi saat ini ada seorang yang selalu menarik perhatianku, Allina.
Dia yang dari tadi sibuk mengajari Dio, mengenalkan benda-benda dari buku bacaan anak-anak tingkat dini, mimik wajahnya yang berubah menekankan setiap bacaan yang ia baca, kadang di iringi dengan gerak-gerakan sebagai bentuk simulasi dari objek bacaanya.
Dio yang duduk di pangkuan tampak tak peduli, dia lebih suka membalikkan buku bacaan itu. Sesekali Allin memperingati dengan meraih tangannya lalu menciumnya atau sengaja ia gigit dengan gemas.
Meski begitu Dio tetap mengikuti intruksi yang di berikan Allin, walau hanya kata yang sama yang dikeluar dari mulut mungil itu.
Pembelajaran usia dini memang jarang dianjurkan untuk anak-anak usia dibawah satu tahun. Tetapi Simulasi yang rutin akan mendapat nilai plus untuk kinerja otaknya yang sedang masa-masa pertumbuhan, apalagi dengan mengenalkan benda-benda disekitarnya, seringnya interaksi obrolan-obrolan pada bayi cepat meningkatkan ketangkasannya dalam bicara.
Pembelajaran dini juga dapat menjadi titik awal lebih cepat bagi orang tua untuk mengetahui gejala-gejala keterbelakangan atau suatu penyakit dari si bayi.
Banyak kini anak-anak yang terlambat bicara, kadang orang tua tak paham kondisi anaknya sendiri.
Keterlambatan bicara, bagi mereka di anggap hal biasa. Dan bergulirnya waktu, anak-anaknya tetap tak mampu untuk berinteraksi dengan sekeliling dan hanya mampu mengeluarkan beberapa kata, barulah mereka menyadari sepenuhnya!.
Salah satunya Autis, penyakit yang paling di takuti para orang tua.
Autisme adalah gangguan otak yang membatasi kemampuan seseorang anak untuk berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain. Naluri orang tua-lah yang harus peka mengamati masa tumbuh kembang anak, untuk dapat mengenali gajala sejak dini.
"Lin, Den Dio sekarang sudah pintar apa?" tanyanya pak Herman ke pada Allin. Seketika menarik kesadaranku yang dari tadi terlalu sibuk memperhatikan Babysitter Dio.
Aku merasa kesal sendiri saat melihat interaksi Pak Herman dengan Allin, mereka mengabaikanku. Apalagi Sella masih saja sibuk dengan ponselnya. Baru kali ini aku merasa di abaikan, padahal siapa mereka, mengapa aku ingin mereka menyertakan diriku dalam obrolannya.
"Huhh...!" dengusku dalam hati.
Kekesalan ku bertambah saat Dio berulang kali mendapatkan kecupan-kecupan ringan dari mulut si gadis emak-emak itu.
Kenapa dengan diriku.
"Lap pipinya" sentakku tidak terima.
Aku dapat melihat jelas raut wajah Allin yang menyeringai kecut dan matanya membola tidak suka.
Ya, sekarang dia lebih berani, ia tidak ragu-ragu lagi untuk menampakkan ketidaksukaan-nya dengan sikapku, semua ekspresi jelek di wajahnya akan iya pertontonkan untuk melawanku.
Kalimat-kalimat pedas tetap saja aku lepaskan untuk menyerangnya, meski ia tidak membalas dengan kata-kata tetapi sorot matanya begitu tajam ia hunuskan untuk menyerang balik.
"Dasar pria tua mesum" itu yang kutangkap dari gerakan bibirnya yang tak bersuara.
Ya, kalimat yang sering digunakannya sebagai senjata untuk menyerangku.
"Dasar emak-emak" balasku seraya menahan senyum melihat kemarahan di matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Ita Rosita
gumuuussshhhh😘😘😘
2020-10-25
1
Setiya
manteeeb
2020-10-20
1
Resliana Ana
😇😇😇
2020-10-17
0