Allina
Lembaran -lembaran foto kebersamaan kami, berserakan di atas ranjang, momen-momen indah yang kami habiskan diabadikan ke dalam semua gambar. Ya, kebanyakan gambar itu wajah Dio, Tuan Vano dan aku.
Semua gambar menceritakan dengan jelas bagaimana tawa, senyum, kesal, sampai raut saling mengejek satu sama lain terlukis jelas di dalam gambar itu. Ya, itu ekspresi milikku dan Tuan Vano.
Memperhatikan gambar itu, meluruhkan rasa ku yang telah mati. Perasaan lucu, menggemaskan, mengingat momen itu.
Bukan kebencian lagi atau kesal saat melihat sosoknya disitu, Tuan Vano.
Astaga!. Apa yang terjadi denganku. Mengagumi suami orang lain diam-diam. Suatu hal yang salah, apalagi dia majikan ku.
Cukup! Aku melakukan kesalahan yang sama, mengagumi seorang pria yang haram bagiku. Apalagi suami orang, rasa yang salah! Harus ku bunuh! Sebelum itu mengembang memenuhi ruangan hatiku.
Hati ini terlalu lama kosong, normal saja jika aku merasakan getaran berbeda.
Semua getaran bukan berarti pertanda itu spesial. Itu hanya hal baru yang datang menghampiri hidupku, merasakan yang belum pernah dirasakan, wajar hati ini bergetar.
Aku tidak boleh mengartikan rasa ini menjadi spesial, lalu hanyut kedalamnya menenggelamkan logika, membuat yang salah menjadi benar, hitam menjadi putih, melupakan rasa malu demi rindu, melupakan agama demi cinta.
Cinta itu membutakan, jika aku tak mampu mengemudikannya, akan tersesat.
Yang lebih parahnya akan menghancurkan diri sendiri dan orang lain yang tak berdosa.
Jalan yang lurus harus tetap diutamakan, rintangan harus dihadapi dengan tenang, jangan melaju dengan cepat dan jangan juga terlalu sering melihat kebelakang, agar tepat sampai pada tujuan.
Untuk membunuh rasa yang salah ini.
Aku perlu keberanian untuk menyakiti hati sendiri, butuh kekuatan untuk bertahan, atau lari pergi menjauh.
Masih banyak pilihan yang tepat, membunuh rasa ini takkan membuatku mati, tetapi menjadikan aku pahlawan bagi diriku, menyelamatkan diriku dari lumuran dosa.
Jalan takdir, siapa yang mendapat menduga.
Pintu hati ini sudah terketuk tanpa persiapan, aku sudah membukanya, mendapati sosok yang telah mengetuk bukanlah orang yang tepat. Pilihanku harus menutupnya dan tidak akan membiarkannya masuk, karena dia sudah milik orang lain.
"Foto kalian mengagumkan, berasa lengkap dan sempurna. Seperti keluarga seutuhnya. Ada sosok Ayah, Ibu, dan Anak." kalimat itu begitu mengalir dan ringan, ada keceriaan dari suara itu dan menggema dalam ruangan hatiku.
Menyeret ku untuk kembali sadar, bertanya di dalam hati dan membaca ekspresinya.
Adakah kata teguran atau sindiran yang tersirat dalam kalimat itu untuk menusukku. Tetapi tidak ku temukan juga, padahal aku sudah mengulang-ulang kalimat itu dalam hati dan membaca gerak tubuhnya.
Wajah cerianya mengulas senyum, matanya memandangi ku dengan penuh permohonan.
Ada yang salah batinku, bagaimana wajah ceria itu menampilkan sekaligus rasa permohonan dan ketidak berdayaan.
Tuan Vano masih diam membeku, tak ada gerakan dari tubuhnya, suaranya pun tak terdengar. Suasana tiba-tiba hening, mencekam perasaanku.
"Lin! Bagaimana kalau kamu menikah dengan Vano?"
Duaarrrrrr............
Firasat ku benar ada yang salah. Aku membeku terdiam tak mampu menanggapi. Leluconkah atau ini benar- benar serius.
Tapi mata itu memohon, tak ada tanda-tanda ini sebuah prank.
Aku masih diam , sudut mataku diam-diam memperhatikan sosok yang dari tadi memunggiku menghadap ke depan televisi, tidak bergerak tetap diam membisu.
Bu Sella ada disampingku dengan Laptop terbuka di depannya, layar monitor menampilkan aplikasi Instragram, memperingatiku untuk berhati-hati bertindak.
Ya, dia seorang Selebgram, membuat lelucon ini mudah baginya, saat aku terjebak mereka akan berteriak mengatakan ini hanya sebuah PRANK.
Senyum. Jawaban pertama yang kuberikan. Lalu tak lama kemudian aku memberanikan diri.
"Ogah Bu, Nikah sama Tuan, dia menakutkan" dengan bahasa sok akrab.
"Lin, Ibu serius!" aku diam terpaku lagi mendengar ucapannya.
Dia yang lebih tua sepuluh tahun dariku, tak seharusnya membuat lelucon seperti ini, disini ada hati, ada keluarga, dan ada pernikahan yang ikut ia tarik dalam permainan ini.
Batinku mendengus marah, aku hanya diam tak mau menanggapi. Apa dia tau yang baru aku rasakan ada getaran lain dalam hatiku, jangan- jangan dia selama ini salah menduga akan kedekatan ku bersama Tuan Vano.
Tetapi tidak, pikirku. Aku dan Tuan Vano tidak pernah dekat kami selalu mencoba menjaga jarak, kadang takdir yang memaksa kami dekat dan akan berakhir dengan pertengkaran.
"Apa maksud Ibu?" tanyaku menyelidik.
"Ya, aku ingin Kau dan Vano menikah hingga melahirkan seorang anak, setelah itu kalian bisa bercerai"
Duaaar...
Lagi-lagi aku terkejut. Ini memang bukan permainan Prank tetapi ini benar-benar permainan hati dan pernikahan.
Apa yang di pikirkan wanita ini?.
Dia wanita lebih dewasa dariku tetapi pemikiran begitu dangkal. Dia menyodorkan suaminya untuk wanita lain, dan dia juga sudah memutuskan tali pernikahan sebelum pernikahan itu terjadi.
Menikah, punya anak, lalu cerai. Aku menghela napas terdiam, seorang pria menikah lagi atas izin istrinya tidak salah, istri melahirkan anak tidak salah, bercerai setelah istri melahirkan juga tidak salah, merencanakan perceraian sebelum pernikahan terjadi itu yang salah, memisahkan anak dan ibu itu yang salah, menawarkan suami kepada untuk wanita lain itu salah.
Dan bagaimana kelak aku menjaga desakan dadaku untuk tidak mengembang, jika udara yang diperlukan terus-menerus masuk ke dadaku, mengisi dan menghantarkan oksigen ke dalam aliran darahku.
"Sebaiknya kita bicarakan lain waktu, kita masih bisa mencoba" jawab dingin seseorang yang sedari tadi hanya diam membeku.
Dia berdiri menatap tajam Bu Sella, sorot matanya terluka, aura kemarahan dari tubuhnya terpancar.
Istri yang seharusnya mempertahankan-nya dari godaan wanita lain, malah berbalik menyodorkan dirinya ke wanita lain. Sakit, tetapi ketidak mampuannya untuk menitipkan benih di perut sang istri, membuat dia merasa bersalah, tak mampu melawan keinginan sang istri.
Entah angin dari mana, tiba-tiba semalam sang istri menyampaikan maksudnya kepada Vano untuk menikah lagi dengan wanita lain.
Marah adalah bentuk reaksi pertama yang Vano tunjukan, ketika mendengar maksud istrinya. Tetapi rasa cintanya yang begitu besar kepada sang istri. Dia mengendalikan kemarahannya, merayu sang istri, memberikan harapan suatu saat nanti mereka akan mampu menghasilkan buah cinta mereka.
"Kita dalam keadaan sehat, semuanya normal, tidak ada masalah, hanya Tuhan yang belum berkehendak dan belum menitipkannya kepada kita" kalimat penenang dan harapan berharap dapat menyentuh hati istrinya dan melupakan tujuan istrinya.
Tetapi Sella lagi-lagi membuat ia terkejut dengan pengakuan bahwa Sella sulit untuk bisa hamil. Sebulan yang lalu, Sella diam-diam melakukan tes kandungan, itulah hasil terbaru bahwa menyatakan Sella sulit untuk memiliki keturunan.
Terakhir kali yang Vano tahu mereka melakukan tes satu tahun yang lalu, mereka dalam keadaan sehat dan subur.
Vano tetap bersikeras kepada istrinya, ia siap menunggu dan bersabar atau menerima semua keadaan ini meski kelak mereka tak akan punya anak sama sekali.
Sella lagi-lagi menghempaskannya, menolak, ia tetap bersikeras bahwa Vano harus menikah dan punyak anak dari benih Vano sendiri.
Alasan keluarga dan desakan Ibu dan Ayah Vano yang membutuhkan keturunan lansung dari Vano tidak dapat lagi terbantahkan, membuat Sella terus mendesak Vano, ancaman pun ia layangkan agar maksudnya dapat terwujud.
"Jika kau tidak mau menikah lagi, sebaiknya kita bercerai"
Vano yang begitu mencintai istrinya takkan mungkin melepaskan istrinya begitu saja. sedangkan ia tau bagaimana cara mempertahankan istrinya yaitu dengan mewujukan keiginan istrinya.
****
"Tidak" Bu Sella dengan tegas mengatakan kata itu, matanya menantang sorot mata Tuan Vano.
"Aku ingin dalam seminggu ini kalian menikah" dengan nada rendah tetapi sangat memerintah.
"Kau yakin?" tanya Tuan Vano
Bu Sella cepat mengangguk.
"Tidak usah menunggu seminggu, besok aku akan menikah jika itu juga mau mu" jawab Tuan Vano dengan ego nya yang sudah terusik, berkata tanpa berpikir, menyakiti dirinya dan Bu Sella.
Aku sadar didalam pembicaraan ini, aku ada di dalamnya. Dengan sedikit keberanian aku memecahkan perdebatan mereka.
"Tidak, aku tidak ingin menikah" tiba-tiba aku bersuara diantara perang dingin mereka. "Aku tidak ingin berada dalam permainan ini." tegasku.
Aku begitu tersinggung, mereka begitu saja memututuskanya tanpa menimbang perasaanku. Aku hanya Ibu Susu dan pengasuh anak mereka, tetapi mereka tidak berhak mengatur dengan siapa dan kapan aku menikah.
"Kalau begitu aku akan mencari wanita lain!"
Aku dan Bu Sella terkejut, mendengar perkataan Tuan Vano. Aku pikir dengan menolak tadi, mereka akan berhenti memperdebatkan tentang permainan pernikahan ini.
Tetapi aku salah, emosi Tuan Vano sudah terpancing, dia mengikuti arus permainan istrinya, mengabulkannya. "Itu adalah hal bodoh yang dilakukan pasangan ini"
"Aku keluar dulu, pikirkan lagi Sella keputusanmu, kuharap besok pagi kau sudah membuang semua tujuan bodohmu itu"
Dia diam sejenak lalu melanjutkan kalimatnya.
"Atau besok sore aku akan menikah sesuai dengan harapanmu" lanjutnya sambil berlalu pergi meninggalkan kami di dalam kamar hotel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Mbok Wami
jngan mau allin
2021-01-07
0
Alya Dewina Maryam
jangan mau alin
2020-09-26
1
Isqiem
Ko Sella egois yaa, dia ga mikirin perasaannya Allin
2020-09-01
5