*
Perang dingin kami berlanjut lagi saat tiba bandara, tiba-tiba dia menarik kerah bajuku dari belakang, aku menjerit terkejut.
"Aaa..." jeritku.
Dia lansung membekap mulutku dengan tangannya, tak menyia-nyiakan kesempatan, aku gigit tangan brengsek itu dengan sekuat tenagaku.
"Auw..." rintihnya sambil menarik tangannya secepat mungkin, walau tidak berdarah kupastikan gigitan itu pasti membiru di jemarinya.
"Kau ini" jelitnya sambil mengibaskan tangannya.
"Kau ingin membuat jermariku ini putus? Kau mengigit ku seperti seekor hewan buas, bisa-bisa tangan ku terinfeksi penyakit bar-bar mu itu"
"Siapa suruh juga tiba-tiba menarik kerah bajuku, untung saja tidak aku teriakin maling"
"Dan iya, aku seekor hewan buas, jadi Anda harus menjaga jarak dengan diriku" lanjutku
"Eh, aku ini majikanmu, apa kamu tidak punya sopan santun, berkatalah dengan baik"
"Kamu tidak lihat apa tanda ini, kamu mau mempermalukan dirimu, atau kamu memang sengaja mencari mangsa di dalam" tambahnya lagi.
"Oh astaga!" batinku
Aku tadi terlalu buru-buru dan tidak memperhatikan tanda khusus pria, yang aku tangkap hanya bacaan toilet yang membuatku bergegas melangkah ke arah sini.
Suhu udara yang terlalu dingin membuat kantung kemihku penuh ingin segera dikeluarkan.
Tetapi yang aku herankan kenapa dia berada disini, setauku, saat bu Sella mengambil Dio dari gendonganku, mereka lansung menuju salah satu coffe shop dalam bandara ini.
Jangan-jangan dia memang sengaja mengikuti dan sengaja membiarkan aku salah arah, dia ingin mencari-cari kesalahanku dan mempermalukan diriku.
Mulutnya itu tidak bisa disesuaikan dengan kondisi, dimana saja dia berada, selalu melontarkan kalimat pedas. "Mencari mangsa" dia kira aku ini seorang pemburu, atau otak mesumnya berpikir lebih kejam lagi dengan anggapan aku mencari pria dan menggoda pria-pria dalam ruangan toilet.
"Maaf" jawabku paksakan.
Kebutuhan mendesakku masih ingin segera dituntaskan, aku melilit kedua kakiku menahan sebisa mungkin.
"Kenapa kau masih disini" tegurnya.
Aku abaikan tegurannya.
Mataku sibuk melihat sekitar mencari-cari tanda toilet khusus wanita. Tetapi tidak juga kutemukan, apakah karena diriku terlalu panik. Dan desakan kantung kemihku yang sudah penuh terus mendorong-dorong membuatku sedikit gugup dan berkeringat menahannya.
"Toilet wanita dibelakang sana!" tunjuknya menyadari apa yang ingin aku cari.
"Terimakasih" jawabku terbirit-birit mencoba melangkahkan kaki meninggalkannya.
Aku sedikit lega, aku tidak perlu mengantri.
Keadaan toilet wanita tidak terlalu ramai jadi aku bisa lansung menuju satu bilik yang kosong untuk menuntaskan hajatku.
"Hush...! Pantas saja aku susah menemukannya, posisinya berbelakangan dengan ruang tunggu yang aku tempati tadi" dengusku sambil menuntaskan hajatku.
**
Mataku membola, saat kusadari, dia berdiri menyandar disalah satu pilar besar yang kokoh, yang berada tak jauh dari ruangan toilet.
Kedua tangan ia lipat diatas dadanya dan kakinya ia silangkan, pandangannya sibuk memperhatikan lalu-lalang para pramugari yang berlenggaaaak-lenggok berjalan di depannya.
"Dasar pria tua mesum" gumanku dengan tatapan sinis.
"Aku pura-pura tidak melihat saja" sambil berjalan mengendap-ngendap ingin melewatinya, bersembunyi diantara kerimunan orang-orang yang lalu.
"Mau kemana kau?" tanyanya.
"Hehehe..." kekehku seraya membalikkan badanku mengarah ke hadapannya.
Dia hanya diam tanpa balas kekehanku, tetapi sorot matanya yang begitu tajam diikuti salah satu sudut bibirnya tertarik keatas, menyeringai seolah meremehkanku.
Membuat aku makin kesal, tanpa kusadari bibirku bawahku sudah maju mencibir.
"Kau ingin ditinggal apa?" tanyanya seraya membentak.
"Ti-tidak tuan" jawabku menunduk tetapi sudut mata atasku masih tetap memandangi sosok majikanku.
"Sella dan Dio, sudah naik ke atas. Cepatlah!" perintahnya diikuti gerakan tubuhnya berbalik berjalan menuju eskalator.
Aku dengan cepat mengikuti.
Tubuhnya yang tinggi dengan bahu yang lebar menutupi jarak pandangku ke depan, dengan cepat kulewati dia, bahunya dan bahuku berbenturan tetapi ku abaikan saja.
"Kau ini" lirihnya tetapi tetap terdengar marah
"Apa?" jawab ku pura-pura tidak tau dengan wajah polos.
"Tidak sopan" balasnya.
"Siapa suruh Anda berada di depan saya"
"Emang kenapa" tanyanya bingung.
"Anda begitu besar, saya takut Anda roboh dan menimpa tubuh kecil saya ini."
"Haah!" wajah tak paham terpatri di garis wajahnya, tetapi tak lama kemudian dia lansung mengerti. "Kau pikir aku pohon yang tiba-tiba roboh dan menimpamu"
"Siapa tau" jawabku cuek seraya memalingkan wajah mengarah ke depan.
"Astaga, kau ini! Membuat orang emosi saja" jawabnya
"Tuan tahan emosimu, tidak baik bagi kesehatan kamu! Apalagi usia Anda sudah termasuk usia yang rentan dengan penyakit jantung, jangan sampai Anda mati mendadak" gumanku seraya menahan tawa.
"Apa yang kau tertawakan? Memangnya ada yang lucu?"
"Tidak, saya hanya..."
"Hanya apa?" sambarnya
"Hanya..., ah tidak jadi" jawabku tidak jelas.
"Cepat katakan"
"Bukan apa-apa Tuan"
"Cepat katakan atau saya tinggal kamu disini"
"I-iya baik Tuan" jawabku terbata-bata. "Tetapi Anda jangan marah!" ucapku sedikit ragu.
"Tergantung apa yang kau katakan"
"Kalau begitu, aku tidak jadi bicara"
"Kau ini!" geramnya, "Ya bicaralah, aku tidak akan marah"
"Anda sudah janji Tuan, Anda harus tepati. Seorang pria yang dipegang adalah ucapannya jangan menodai jiwa pria-mu"
ucapku seraya berpikir, "Jiwa pria-mu" kata apa itu kekehku dalam hati.
Tetapi sudut bibiku sudah tak tak tahan menahan senyumku.
Aku sengaja memojokannya terlebih dahulu, untuk berjaga-jaga takut dia ingkar janji.
"Ya, katakanlah" ucapnya melunak.
Aku sedikit ragu-ragu untuk mengatakan dan terlihat hati-hati mengucapkan.
"Anda harus mampu menahan emosi, tidak baik bagi kesehatan dirimu Tuan! Apalagi usia Anda sudah termasuk usia yang rentan, se usiamu penyakit jantung mudah menyerang tubuhmu Tuan" ucapku yang tidak sepenuhnya mengutaran semua pemikiran konyolku tadi
Matanya membola marah, tangannya terkepal membuat urat-urat jemarinya menonjol.
Tetapi dia tetap diam menahan amarah.
"Tarik napas yang dalam Tuan, Anda pasti bisa menahannya" komporku seraya menahanan tawa.
Tetapi dia tetap melakukan intruksi dariku. Wajahnya mulai terlihat santai, gurat kemarahan mulai memudar dari wajahnya.
"Apa Anda baik-baik aja tuan" tanyaku polos tak berdosa.
"Hmm" jawabnya, "Aku tidak setua yang kau kira, umurku baru tiga puluh tahun" tambahnya
Aku hanya mengangguk mengerti, tidak ingin menambah kemarahannya lagi, dia tadi cukup tersiksa menahan kemarahannya.
*
Tiba di atas eskalator, aku menunggu dia bergerak, lalu mengikuti. Tidak aku sadari kami tiba di depan toilet pria.
"Oh astaga," gumanku.
Ternyata dia mengerjaiku.
"Tuan, bisakah kau antar aku ke tempat bu Sella" pintaku seraya menahan emosi.
"Tunggu disini, jangan kemana-kemana!" Perintahnya dan mengabaikan permintaanku.
"Seharusnya Anda tadi tuntaskan dibawah, bukan diam saja berdiri memandangi pramugari" umpatku dalam hati.
"Jangan mengumpat dalam hati" jawabnya seolah bisa membaca jalan pikiranku.
"Ini salah dirimu, aku tau kau orang yang mudah panik. Aku tidak bisa memprediksi seberapa lama aku menuntaskan hajatku dalam ruangan itu. Aku takut kau mencari-cari keberadaan kami, Sella menyuruhku untuk mengikuti dirimu, memastikan dirimu tidak terpisah dari kami"
"Jadi kau jangan terlalu besar kepala. Diam dan tunggu aku disini" perintahnya.
"Terimakasih Tuan" jawab ku tulus.
Ada rasa senang dalam lubuk hatiku, meski dia bermulut pedas tetapi dia tidak seegois yang aku pikirkan , dia tetap mengkhawatirkan ku sebagai pegawainya.
Sosoknya mulai beranjak dan pergi menuju tempat pembuangan hajatnya.
"Iya, aku akan selalu menunggu mu Tuan" jawabku semanis mungkin, sedikit berteriak karena sosoknya mulai memasuki pintu toilet.
"...!???" dia tampak terlihat geli seraya mengangkat kedua bahunya seolah merinding mendengar suara manisku, mungkin?.
Sepertinya bukan terdengar manis tetapi manja. Kulihat orang-orang sekelilingku bergerak memperhatikanku, mungkin mereka berpikir aku pekerja yang sedang menggoda tuannya atau bisa jadi mengira aku lebih kejam dari itu.
"Bodoh amat" pikirku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Zalfa
🤣🤣🤣
2020-10-31
0
Lilis wahyuningsih
pertengkaran majikan dan pegawainya
2020-10-08
0
Bayu Alvaro
gak adalah pembantu sebebas itu bicara dengan majikan tor.....😁
2020-10-08
0