Randy menelan salivanya, mendengar penuturan Amara. Sebagai laki-laki normal tentu saja penampilan dan penawaran gadis di hadapannya bagai sebuah telaga yang dapat diselami untuk menuntaskan kegersangan dan panasnya hati serta tubuhnya.
“Amara ... aku pria normal. Jangan menggodaku,” cetus Randy.
“Aku tidak menggoda, Pak Randy suami aku dan….”
“Kita jangan bahas hal ini dulu, aku takut khilaf.”
Amara menghela nafasnya, dia malu karena niatnya menjadi istri yang baik dan salihah mendapat penolakan dari sang suami. Malah seperti jal*ng yang ditolak oleh pelanggan, begitu yang dia rasakan.
Melihat perubahan raut wajah Amara, Randy mengernyitkan dahinya. Pria itu sadar kalau Amara sudah tersinggung bahkan mungkin apa yang disampaikannya tadi dia ucapkan murni keinginannya menjadi istri yang baik dan bisa jadi gadis itu mulai bisa menerima hubungan mereka.
“Pak Randy bikin aku jadi malu,” sahut Amara sambil menunduk.
“Kenapa harus malu? Aku bukan menolak tapi aku menahan.”
Amara kembali mengangkat wajahnya dan menatap pria di hadapannya. Pasangan halal itu saling menautkan pandangan mereka begitu dalam dan tanpa mereka sadari pandangan mereka semakin dekat karena wajah yang memang semakin lekat.
Randy akhirnya memberanikan diri memagut bibir Amara dengan pelan dan lembut, sebenarnya Amara sadar dan terkejut tapi dia hanya diam menerima apa yang dilakukan suaminya. Menduga kalau urusan di ranjang tentu saja butuh pemanasan dan yang mereka lakukan adalah pemanasan.
Hal yang mereka lakukan adalah pertama kalinya bagi Amara, begitu pun dengan Randy. Walaupun sudah hampir menikah dengan Hana dan umurnya masuk dalam kategori dewasa tapi Randy tidak pernah mengobral tubuh dan kelakuannya, walaupun hanya untuk berpegangan tangan apalagi pagutan bibir. Menyadari kalau bibir Amara terasa bagai madu nan manis membuat keduanya merasa candu.
Pagutan bibir mereka terlepas, walaupun masih dalam gerakan amatir bagi keduanya tapi mampu membuat keinginan lain dalam diri masing-masing dan nafas yang terengah.
“Pak Randy ….” Suara Amara terdengar begitu seksih dan menggoda di telinga pria yang sedang diliputi keinginan lain.
Akhirnya pria itu kembali memagut bibir Amara bahkan kali ini salah satu tangannya menahan tengkuk gadis yang hanya bisa pasrah mendapat serangan dari suaminya. Jika sebelumnya pagutan mereka begitu lembut kali ini terasa berbeda karena Randy memagut dengan panas. Bahkan sengaja menggigit bibir lawannya membuat Amara membuka mulutnya dan tidak disiakan oleh randy yang langsung meloloskan indra perasanya untuk mengeksplor apa yang ada di dalam rongga tersebut. Amara mulai membalas apa yang suaminya lakukan, indra perasa mereka bergelut dan memilin.
Randy merasakan kembali sesuatu yang lebih kuat begitu pun dengan Amara yang merasa tubuhnya bagai mendapatkan tegangan. Bibir Randy terlepas dan berpindah menuju leher jenjang Amara dan menelusuri bahkan menghissap dan meninggalkan jejak di sana. Tanpa sadar Amara mengeluarkan dessahan apalagi tangan Randy mulai meraba bagian depan tubuhnya.
Pria itu tersadar dan menghentikan aktivitasnya lalu tersenyum dan mengusap kepala Amara. Rasanya Randy ingin kembali menyerang yang lebih ekstrem dan menghujam di bawah sana bahkan begitu penasaran dengan penampilan istrinya yang polos.
“Sudah cukup, anggap saja ini kenalan. Tidak baik kalau aku langsung gempur kamu habis-habisan,” cetus Randy sambil mengusap pipi Amara.
“Kamu cantik dan aku yakin kamu akan menjadi istri yang salihah,” ujar Randy lalu meraih tubuh Amara ke dalam pelukannya.
Menjelang tidur, Randy yang sudah berada di ranjang dan bersandar pada headboard sambil membaca buku, menunggu Amara yang masih berada di kamar mandi. Berharap gadis itu tidak mengenakan pakaian tidur yang membuat kelelakiannya meronta.
Ternyata Amara keluar dari walk in closet sudah mengenakan piyama, membuat suaminya menghela lega karena Amara kerap mengenakan pakaian yang selalu menggoda tanpa disadari olehnya.
“Pak Randy belum tidur?”
“Hm.”
Amara sudah naik ke ranjang tepat di samping suaminya yang masih duduk bersandar. Dia menguap lalu menarik selimut.
“Aku tidur duluan ya, lampunya jangan lupa dimatikan ya pak,” ujar Amara.
Randy tidak menjawab, dia meletakan bukunya lalu mengganti lampu kamar dengan lampu yang lebih temaram.
“Amara,” panggil Randy yang sudah ikut berbaring di belakang tubuh Amara yang memunggunginya. Tidak mendengar ada sahutan hanya deru nafas teratur dari gadis itu, Randy pun memberanikan diri memeluk tubuh ramping Amara.
“Jangan kaget ya, kalau nanti bangun kita dalam kondisi begitu dekat.”
...***...
Amara mengulurkan tangannya sebelum dia turun dari mobil. Pagi ini mereka kembali berangkat bersama menuju kampus dan sudah berada di parkiran mobil. Randy yang paham kalau Amara akan mencium tangannya menyambut bahkan mengusap kepala gadis itu.
“Jangan dekat dengan pria yang bukan muhrim dan jaga sikap,” nasihat Randy.
Amara menganggukan kepalanya lalu kembali mengulurkan tangan.
“Apa?”
“Minta uang, aku mau ke kantin di sana nggak bisa bayar pakai kartu.”
Randy yang paham langsung mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan dua lembar uang merah dan meletakan di telapak tangan istrinya.
Amara tersenyum, “Makasih Pak Randy yang ganteng, jangan tebar pesona ya.”
“Aku tidak tebar pesona.”
Amara hanya mencibir dan tangannya akan membuka pintu mobil tapi di tahan oleh Randy yang langsung menahan tengkuk dan memagut bibir gadis itu.
“Pak Randy,” gerutu Amara.
“Apa? Vitamin C, lumayan untuk stamina aku hari ini,” ungkap Randy. “Nanti siang ke ruangan aku, kita makan siang bareng.”
“Hm.”
Randy memandang Amara yang keluar dari mobil lalu melangkah menjauh. Penampilannya kali ini lebih sopan dengan celana panjang dan kaos tangan panjang. Rambutnya dikuncir tapi bukan ekor kuda yang akan membuat leher jenjangnya terekspos.
Amara tiba di kelasnya, Melly dan Juan sudah tiba lebih dulu.
“Hai,” sapa gadis itu pada kedua sahabatnya.
“Tumben, biasa kalau datang marah-marah atau cemberut. Jadi curiga, jangan-jangan lagi jatuh cinta,” cetus Melly.
Amara hanya mencibir, masih ada waktu beberapa menit sebelum kuliah dimulai dan ketiganya larut dalam pembicaraan termasuk jadwal ujian semester dan magang yang harus diikuti semester depan.
“Ehh, ini apaan?” tanya Melly sambil menyingkap rambut bahkan kaos yang dikenakan Amara. Ternyata jejak Randy terlihat oleh Melly.
“Ish, apaan sih,” elak Amara tapi Juan dan Melly sudah melihat jejak kepemilikan Randy di sana.
“Oh my god, Amara itu ‘kan ….”
“Siapa yang buat itu? Cowok lo, sejak kapan punya cowok nggak ada bilang sama kita-kita,” ungkap Juan menyela ucapan Melly.
“Bukan cowok aku tapi … suami.”
“Hahh.”
Juan dan Melly serempak memekik dan saling pandang, rasa penasaran dan butuh penjelasan mereka tertunda karena dosen sudah berada di depan kelas dan menyapa.
“Lo hutang cerita sama kita,” ujar Melly lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Hearty 💕
Semoga bisa menjelaskan 🤭
2024-01-23
0
Defi
Amra mungkin dengan kamu cerita sama teman2mu, mereka bisa kasi wejangan tentang pernikahan kamu dengan Randy
2023-05-17
0