“Amara, ini Papi,” ujar Randy menyadarkan lamunan Amara.
Dia, laki-laki itu. Aku harus bagaimana, batin Amara.
Kalau ingat dia ingin segera mengakhiri hubungan dengan Randy, mungkin Amara cukup membahas tentang pertemuan Papi Randy dengan bundanya. Namun, melihat pria itu yang biasa saja walaupun sempat menatap Amara.
Tidak terlihat kekhawatiran apalagi kegundahan kalau rahasianya akan diketahui.
“Siang, Om,” sapa Amara lalu mengulurkan tangan untuk mencium tangan Papi mertuanya.
“Siang, duduklah!”
Amara kembali duduk di samping Randy yang berbincang dengan Papinya. Jika benar Papi Randy dan Bundanya ada hubungan, sungguh hubungan keluarga yang seperti benang kusut.
“Kalian sudah datang?” terdengar suara wanita yang langsung duduk di samping Papi Randy.
“Mih, ini Amara,” ujar Randy mengenalkan kembali istrinya.
Amara berdiri lalu mengulurkan tanganya.
“Siang, Tante. Saya Amara,” sapa gadis itu.
Tanti sempat terdiam sejenak kemudian mengulurkan tangannya. Amara menatap Ibu mertuanya, wanita itu cantik di usia yang tidak lagi muda bahkan penampilannya elegan dan mewah. Satu pertanyaan yang muncul di kepala Amara, kenapa suaminya malah memeluk wanita lain yang jelas bukan dari kelas dan kasta yang sama dengan keluarga.
“Mami sudah dengan kejadian pernikahan kalian. Menurut Mami solusinya mudah, tinggal Randy ucapkan talak maka selesai urusan. Toh kalian juga tidak saling mencintai dan kamu belum menyentuh dia ‘kan?” tanya Tanti pada putranya menunjuk Amara.
“Mih,” tegur PRam pada istrinya.
Randy menghela nafasnya, sedangkan Amara menundukkan wajah. Sedikit banyak dia bisa memahami karakter Ibu mertua nya, agak kasar dan arogan.
“Di mana salahku? Pernikahan mereka karena darurat dan Randy sudah siap menikah. Kalau kamu enggan melepaskan gadis itu karena tanggung jawab lalu mana tanggung jawab kamu pada Hana. Kamu sudah berjanji ketika melamar gadis itu,” tutur Tanti.
“Sudahlah, tidak perlu berdebat lagi,” ujar Pram. “Kita akan segera bertemu dengan keluarga Hana, kamu atur waktunya,” titah Pram pada Randy.
“Jangan dulu, Mami mau bertemu dengan orang tua gadis ini dulu,” cetus Tanti.
Deg.
Amara langsung mengangkat wajahnya menatap bergantian kedua orang tua Randy. Menelan salivanya membayangkan reaksi Bunda kalau tahu Randy adalah putra dari pria itu dan bagaimana pula respon mami Randy kalau tahu besannya dekat dengan suaminya.
Ah, benar-benar pelik, batin Amara.
“Jadi Ibumu single parent?” tanya Tanti saat Randy menjelaskan kalau Amara sudah ditinggal oleh Ayahnya.
“Iya, Tante.”
“Randy, walaupun kalian akhirnya meneruskan pernikahan … tapi sangat jelas perbedaan usia kalian.”
Amara merasa dalam situasi tidak menyenangkan dan tidak nyaman, berharap agar pembicaraan mereka segera berakhir.
“Mami ada acara, sebaiknya kamu segera atur pertemuan kita dengan Ibunya,” tunjuk Tanti pada Amara.
Amara menghela nafas lega saat pasangan itu akhir pergi karena ada acara lain yang harus dihadiri. Randy mengajak Amara makan siang, walaupun sudah terlambat.
“Setelah ini ada rencana mau ke mana lagi?”
“Maunya pulang ke rumah Bunda tapi Pak Randy sudah ….”
“Tidak.”
...***...
“Sebaiknya kamu naik taksi saja, berbahaya naik motor apalagi ini musim hujan.”
Randy yang sudah siap dengan setelannya sebagai dosen, duduk di kursi meja makan sambil menyesap kopinya.
“Lebih ekonomis bawa motor sendiri,” jawab Amara.
“Aku sudah transfer untuk kebutuhan kamu minggu ini,” ujar pria itu kemudian meletakan cangkir kopinya di wastafel.
Keduanya meninggalkan apartemen berbarengan tapi menggunakan kendaraan berbeda. Sesuai kesepakatan kalau hubungan mereka belum bisa dipublikasi.
Kebetulan mata kuliah pertama adalah Randy sebagai dosen pengampu. Amara hanya menunduk ketika Randy mengajar dan menjelaskan materi dan dia bosan karena para mahasiswi yang memuja pria itu.
Randy beberapa kali melirik di mana Amara duduk, memperhatikan interaksi Amara dengan Juan yang duduk bersisian dan Juan terlihat begitu perhatian. Bahkan sesekali laki-laki itu berbisik pada Amara yang hanya dijawab dengan menganggukan kepala.
“Gila, ini dosen makan apa sih? Kok makin glowing aja, ganteng bingittts,” gumam Melly sambil tidak mengalihkan pandangannya dari Randy.
“Lebay, sama-sama makan nasi. Lo pikir dia makan skincare,” balas Amara lirih.
Rupanya bisik-bisik Amara dan Melly didengar oleh Randy.
“Kalian, ada apa saling berbisik?”
“Ehm, nggak ada apa-apa Pak,” jawab Melly. “Tapi Amara bertanya-tanya kenapa bapak makin ganteng aja, makan apa sih Pak?” tanya Melly.
Ucapan Melly membuat riuh kelas tersebut, sebagian mahasiswa bersorak dan mengejek Amara.
“Hah, kamprett. Kapan gue bilang begitu,” ujar Amara.
“Kamu, kenapa selalu membuat gaduh kelas saya. Setelah kelas usai temui saya di ruang dosen,” titah Randy.
“Hahh.”
“Mampuss, untung gue ngelak,” gumam Melly.
“Ini gara-gara lo,” bisik Amara.
“Ssttt, udah sih. Berisik aja,” timpal Juan.
Saat jam kuliah berakhir, Juan dan Melly mengingatkan kalau dia harus menemui Randy.
“Sebenarnya aku malas, tapi ….”
“Udah sana, lo tahu ‘kan cari kita di mana?”
“Hm.”
Amara pun menuju ruang dosen di gedung sekretariat, ternyata Randy tidak bergaung di ruangan secara umum tapi memiliki ruangan kerja sendiri.
“Sepertinya ini ruang kerja Pak Randy,” gumam Amara.”
Amara sudah berada di ruang kerja Randy, duduk di depan meja pria itu yang sedang fokus dengan dokumen di hadapannya. Sudah lima menit berlalu, Amara pun semakin bosan.
“Pak, saya disuruh ngapain sih?”
“Apa hubungan kamu dengan teman pria di samping kamu tadi?”
“Hah, teman pria? Maksudnya Juan ya?”
“Entahlah, aku belum hafal.”
“Dia teman aku dari jaman masih sekolah.”
“Tapi interaksi kalian begitu dekat,” ujar Randy lagi. “Dia bicara sambil berbisik, enggak aja wajahnya menempel dengan wajah kamu atau kalian malah sengaja.”
“Pak Randy apaan sih, siapa juga yang dekat dengan Juan. Atau jangan-jangan Pak Randy … cemburu?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Shyfa Andira Rahmi
🤣🤣🤣
2024-03-25
0
Hearty 💕
Senang dong kalau cemburi
2024-01-23
0
Hearty 💕
Ahahahahaahha
2024-01-23
0