“Amara, sarapan dulu,” titah Mirna pada putrinya.
Amara hanya meraih gelas yang berisi air lalu menghabiskan setengah isinya. Masih dalam mode tidak suka dengan ulah sang Bunda yang dekat dengan pria beristri.
“Udah telat Bun, aku langsung berangkat.”
“Amara ….” Mirna hanya menggelengkan kepalanya melihat sang putri yang keras kepala. “Maafkan Bunda sayang, tapi Bunda dan Mas Pram Saling mencintai dan beliau sudah banyak membantu kita," gumam Mirna setelah kepergian putrinya.
Amara mengendarai motor, walaupun dalam keadaan kesal dia tidak ngebut atau ugal-ugalan tapi saat memasuki area kampus dia tidak sabar dengan mobil yang ada di depannya berjalan begitu pelan. Gadis itu memberikan klakson tapi masih belum diberi jalan, saat ada peluang dia menyalip dan mengklakson panjang saat melewati mobil.
“Astagfirullah,” ujar Randy yang berada di dalam mobil. “Gadis itu lagi, kenapa sih sikapnya kasar begitu. Seharusnya seorang perempuan lebih lembut dan penuh kasih.”
Bugh.
Amara melemparkan tasnya ke atas meja lalu duduk dan menelungkupkan wajah pada kedua tangan yang dilipat di atas meja lainnya.
“Eh, kesambet apaan ini bocah,” ejek Melly.
“Nggak dikasih uang jajan ya, tenang aja kalau teh gelas doang mah nanti gue beliin.” Juan menimpali ejekan Melly.
“Iya Ra, gue beliin ok* jelly dan prom*g buat tahan lapar seharian ya,” timpal Melly lagi.
“Dasar teman lakn4t kalian,” gumam Amara.
“Nah, elo datang-datang langsung pundung. Ngomong dong Ra, siapa tau bisa kita biarin aja,” ungkap Juan lagi-lagi ujungnya tidak mengenakan.
Amara mengangkat wajahnya.
“Ayah lo pernah selingkuh?” tanya Amara.
Juan dan Melly saling pandang lalu menggelengkan kepalanya.
“Kalau ternyata Ayah lo selingkuh dan selingkuhannya punya anak sepantaran kita. Lo bakal lakukan apa?” tanya Amara lagi.
“Hm. Biarin aja sih, tapi sebelumnya mungkin akan gue tampar bolak balik terus gue cakar dan gue jambak kalau perlu gue injek dan ….”
“Cukup,” sela Amara yang ngeri mendengar penuturan Melly, tidak bisa membayangkan kalau dia akan merasakan apa yang Melly sebutkan.
“Kalau lo?” tanya Amara pada Juan.
“Gue berharap dia cewek.”
“Kenapa?” tanya Amara semakin penasaran.
“Gue balas ulah ibunya dengan gue tidurin anaknya, kalau perlu jadi simpenan gue,” tutur Juan dengan ide konyolnya.
“Dasar aja otak lo emang nggak beres.” Amara menghela nafasnya, bergidik ngeri jika dia mengalami apa yang Melly dan Juan katakan.
Hari ini hanya ada dua mata kuliah dan terasa sangat lama karena Amara tidak begitu antusias. Bahkan sempat pamit ke toilet untuk cuci muka.
“Alhamdulillah,” ucap Amara ketika kuliah berakhir.
“Tumben amat.” Melly membereskan tas sambil menatap heran pada sahabatnya.
“Lagi enggak semangat, gue cabut ya,” usul gadis itu.
“Gimana kalau kita nge-mall, nonton kek atau shopping gitu,” usul Juan. “Tenang aja, untuk kali ini gue yang traktir.” Juan merangkul bahu Amara.
“Sorry, gue mau ke makam.”
Melly dan Juan tidak berkomentar. Berteman sejak SMA dengan Amara dan sudah paham kalau gadis itu sedang gundah dan akan mengunjungi makam ayahnya. Meskipun saat Ayahnya masih hidup, dia sempat kecewa pernah ditinggalkan tapi bagaimanapun pria itu adalah Ayahnya.
“Mau kita antar? Jauh ‘kan? Masa lo mau pakai motor,” usul Melly.
“Nggak apa-apa, kalian have fun ya. Bye.” Amara pun meninggalkan kelas dan bergegas menuju motornya.
...***...
Perjalanan dari tempat tinggal Amara menuju daerah di mana makan Ayahnya berada memang agak jauh, kira-kira satu jam setengah perjalanan dengan motor. Berada agak ke pelosok kampung dan saat ini langit sudah gelap.
Amara bergegas mengendarai motornya, khawatir terjebak hujan. Apalagi dia harus melewati jalan membelah kebun yang jauh dari pemukiman.
Terdengar bunyi petir dan langit yang semakin gelap, Amara pun semakin mempercepat laju motornya.
Sedangkan di tempat berbeda, Randy sedang mengemudi akan menuju ke sebuah kampung untuk survei kegiatan. Beberapa panitia dari mahasiswa sudah berada di lokasi. Ponsel pria itu berdering tertera nama calon istrinya di layar.
Randy pun menjawab telepon sambil me-loudspeaker.
“Assalamu’alaikum, dek.”
“Walaikumsalam, Mas Randy apa aku mengganggu?” tanya Hana di ujung telepon.
“Tidak, tapi aku memang sedang mengemudi,” sahut Randy.
“Hm. Ya sudah aku tidak akan berlama, kartu undangan sudah selesai dicetak. Untuk yang Mas Randy, aku paketkan saja atau bagaimana?”
“Hm, nanti aku sambil sekalian silaturahmi dengan Pak Kyai,” usul Randy.
Panggilan tidak lama berakhir, tersemat senyum di wajah Randy karena tidak lama lagi dia akan meminang gadis cantik dan salihah putra kyai yang juga pemilik pesantren.
Walaupun Randy sebenarnya lahir dan besar di keluarga pebisnis tapi dia sendiri pernah mengecap pendidikan pesantren jadi bisa dikatakan ilmu agamanya lebih baik dibandingkan anggota keluarga lainnya.
“Hujan,” ujar Randy yang kemudian bersyukur karena walau bagaimana pun turun hujan adalah sebuah berkah.
Jalan yang dilalui Randy semakin rusak, bahkan kiri dan kanan jalan adalah kebun. Mengendara dengan sangat hati-hati dan perhatiannya teralihkan pada sosok yang tidak jauh di depannya.
Ada pengendara dari arah berlawanan yang sedang kesulitan karena motornya terjebak di jalan yang rusak. Semakin dekat, Randy semakin menyadari kalau pengendara itu adalah perempuan.
Pria itu menepikan mobilnya lalu berhenti, mencari payung dan keluar dari mobil.
“Motornya kenapa Mbak?” tanya Randy.
Perempuan itu menoleh dan terlihat pakaiannya sudah basah begitu pula dengan wajah dan rambutnya.
“Pak Randy!”
“Kamu ….”
Randy menghela nafasnya ternyata dia bertemu lagi dengan mahasiswinya yang bar-bar.
“Kenapa dengan motormu?” tanya Randy.
Amara menggelengkan kepalanya.
“Hubungi bengkel atau keluargamu,” titah Randy.
Amara mengeluarkan ponsel dari saku jacketnya.
“Tadi jatuh waktu motor selip, malah pecah,” ungkap Amara memperlihatkan layar ponsel yang memang pecah parah.
Randy menatap keliling memang tidak ada pemukiman dan jarang sekali ada yang lewat karena hujan.
“Ikut saya ke mobil, kamu saya antar sampai ke pemukiman warga.”
“Nggak usah Pak, pakaian saya basah nanti mobil Pak Randy kotor,” tolak Amara yang tidak ingin berurusan dengan dosennya.
“Kamu tidak takut? Di sini jarang ada yang lewat,” ujar Randy.
Tidak ada pilihan lain, Amara pun pasrah dan ikut masuk ke dalam mobil. Melihat gadis itu kedinginan, Randy tidak menyalakan AC bahkan sempat membuka tas yang dia siapkan untuk acara kegiatan dan mengeluarkan handuk juga pakaian ganti.
“Keringkan dan ganti di belakang,” titah Randy yang tadi sempat melihat pakaian dalam Amara terlihat jelas karena kaos yang dikenakannya basah.
Randy menyadari kalau mereka tidak seharunya berada dalam mobil hanya berdua saja apalagi bukan muhrim. Namun, karena situasi darurat pria itu berharap tidak akan ada masalah yang terjadi.
Amara berpindah ke jok belakang melewati tengah jok depan.
“Bapak jangan ngintip ya,” pekik gadis itu.
“Astagfirullah, mana mungkin aku melakukan hal itu,” sahut Randy. “Aku menutup mata.” Pria itu benar menutup matanya dan membenamkan pada stir.
Amara membuka pakaiannya lalu mengeringkan dengan handuk. Mengganti dengan kaos dan celana training dengan ukuran besar, yang jelas dia melepaskan pakaian dalamnya karena tidak mungkin mengganti dengan pakaian kering sedangkan ********** basah.
Saat hendak mengenakan kaosnya, terdengar ketukan di jendela mobil tepat di samping Randy.
“Eh, jangan dibuka pak. Saya belum selesai.”
Randy menatap ke jendela sudah ada beberapa orang yang berdiri di luar mobil dan menunggunya membuka pintu.
“Cepat,” titah Randy lagi.
Ketukan terdengar semakin kencang bahkan ada yang berteriak, “Buka pintunya atau kita pecahkan jendela. Mesum aja lo.”
"Sepertinya mereka salah paham."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
wah bakalan di kawinin ini
2023-09-16
1
khalisa
upnya dongggg
2023-05-05
2
Es Cendol
walahhhh,, dinikahin niihhhh
2023-05-05
0