Mahar Satu Juta Rupiah

Randy membuka kaca jendela. 

"Ada apa ya Pak?" tanya Randy pada Bapak-bapak di luar mobilnya. 

"Keluar!' teriak salah seorang.

"Maaf Pak, bisa keluar dulu!” titah warga lain yang lebih ramah.

Randy membuka pintu lalu turun dari mobilnya dan hujan sudah agak reda. Tatapan dari orang-orang itu sangat tidak bersahabat hanya seorang yang terlihat lebih bijak yang saat ini berhadapan dengan Randy. 

"Bapak sedang apa di dalam?" 

"Menunggu hujan reda, karena saya menolong mahasiswa saya yang terjebak hujan dan motornya mogok," jelas Randy sambil menunjuk motor yang teronggok tidak jauh dari mobil. 

"Bohong, mereka mesum. Kita lihat sendiri itu perempuan buka baju." 

"Pakaiannya basah, saya berikan handuk dan itu pun dilakukan di kabin belakang,” jelas Randy menceritakan lebih detail kronologis kejadian mengapa ada perempuan membuka pakaian di mobilnya.

Amara yang masih berada di dalam mobil tidak terlalu mendengar percakapan yang terjadi. 

"Mereka ngobrolin apa sih, kelihatan serius banget." Gadis itu meraih sweater yang ada di atas tas milik Randy dan memakainya. 

"Ehhh," pekik Amara melihat dosennya akan dipukul oleh salah satu warga. 

Tidak lama kemudian Randy masuk ke dalam mobil dan menghidupkan mesin mobil. 

"Pak mau ke mana? Terus motor saya gimana?"

"Mereka salah paham dan kita diminta menemui kepala dusun di daerah sini." 

"Salah paham gimana?" 

Randy menghela nafasnya, "Mereka menduga kita sedang melakukan tindakan asusila."

"Hahh, gila kali. Gini-gini saya juga masih waras nggak mungkin suka dan begituan sama om-om," pekik Amara tentu saja pernyataan itu membuat Randy tersinggung dan menoleh. 

"Aku juga punya standar sendiri untuk wanita yang aku suka, mana mungkin gadis bar-bar seperti kamu bisa membuat hatiku goyah."

Terdengar klakson motor, Randy pun mengikuti motor warga yang sudah berjalan di depannya. Amara masih mengoceh karena kesal harus terlibat dengan dosennya di wilayah orang. 

"Kita nggak bakal dinikahkan karena kejadian tadi 'kan?" 

Randy bergeming masih konsen pada kemudi dan mengikuti motor di depannya. 

"Pak!" 

"Aku tidak tahu tapi jodoh adalah rahasia Allah dan aku berharap bukan kamu jodohku." 

"Ih pede banget, gue juga sama kali ogah berjodoh sama situ." 

Sepertinya mereka sudah sampai di tujuan. Sebuah rumah bergaya klasik dan cukup besar termasuk lahan di depan rumah sangat luas. Randy keluar dari mobilnya salah satu warga berbicara dengannya kemudian pria itu membuka lagi pintu mobilnya. 

"Kamu turun!"

“Nggak mau, gue mau pulang." 

"Turun!" ujar Randy dengan nada agak tinggi.

"Nggak dan lo nggak berhak bentak gue."

Randy beristighfar dan menghela nafasnya. 

"Ayo turun sebelum kamu diseret turun oleh mereka. Kita kedapatan salah dan jangan membuat situasi semakin panas." 

Kedua mata Amara sudah mengembun, kesal karena masalah ponsel juga motornya lalu terjebak di situasi tidak mengenakan seperti saat ini.

"Silahkan duduk!" titah salah seorang yang menggiring pasangan itu.

Randy pun duduk tapi Amara masih berdiri. 

"Amara, duduk!" titah Randy lirih.

Seorang pria paruh baya bergabung di ruang tamu dan memandang kepada Randy juga Amara. Salah seorang warga berbicara sambil berbisik menjelaskan maksud dan siapa pasangan tersebut. 

"Siapa nama kalian?" tanya pria itu. 

"Saya Randy dan ini Amara.” Randy sengaja memperkenalkan diri mewakili Amara dibandingkan gadis itu bicara tidak sopan.

"Apa hubungan kalian?" 

"Tidak ada hubungan apapun, hanya saja dia memang mahasiswa saya," jelas Randy lagi.

"Saya Abdul, ketua dusun di wilayah ini. Ceritakan apa yang terjadi pada kalian sampai para warga membawa kalian kemari.”

Randy pun menjelaskan kembali kejadian di mana dirinya menemukan Amara lalu menolong sampai warga menggiring ke rumah itu.

"Jadi kalian bukan muhrim dan berada dalam situasi di mana salah satu dari kalian membuka seluruh pakaian?" tanya Pak Abdul memastikan dugaan warga dengan kejadian sebenarnya.

"Pak Randy hanya menolong saya lalu salahnya di mana?" 

"Amara," tegur Randy. 

"Kalian bukan muhrim seharusnya Nak Randy keluar dari mobil ketika gadis ini membuka pakaianya."

"Kami mohon maaf, karena darurat tidak terpikirkan oleh saya," ungkap Randy. 

"Kalau kami tidak lewat pasti kalian macam-macam," tuduh salah seorang warga. 

"Nikahkan saja!' 

"Arak keliling kampung," teriak yang lainnya.

Pak Abdul pun kembali bicara dan menjelaskan norma yang berlaku di wilayah tersebut.  Apa yang terjadi pada Randy dan Amara termasuk tindakan asusila bahkan ada yang mengatakan kalau keduanya memang akan melakukan sesuatu.

Randy mengeluarkan kartu identitasnya begitu juga dengan Amara.

“Kalian akan dinikahkan secara siri. Hubungi orang tuamu, saya akan meminta hak untuk menggantikan ayahmu untuk menjadi wali nikah.”

“Ponsel saya rusak dan Ayah saya sudah meninggal,” ujar Amara lirih dan parau karena menahan tangis yang siap luruh.

Bagaimana dia tidak akan menangis kalau tiba-tiba dia akan menikah karena situasi bukan karena cinta. Randy menoleh karena merasa bersalah pada Amara juga pada Hana calon istrinya.

“Kalau begitu sudah tidak ada masalah, kalian akan menikah. Apa mahar yang akan kamu berikan?” tanya Pak Abdul pada Randy.

“Tidak,” pekik Amara sambil berdiri. “Saya tidak ingin menikah. Kalian salah paham, kami tidak macam-macam. Kalau memang mau memberantas tindakan asusila seharusnya kalian datangi hotel dan kelab malam,” tutur Amara dengan wajah yang sudah basah karena air matanya sudah menetes.

“Amara,” panggil Randy sambil memegang tangan gadis itu.

Para warga bersorak dan memaki Amara. Randy pun menarik tangan Amara agar kembali duduk, karena situasi akan semakin panas dengan kemarahan dan penolakan.

“Nak Amara dan Nak Randy, urusan di luar sana bukan urusan kami tapi di wilayah ini tentu saja jadi urusan kami. Keputusan kalian harus menikah adalah mutlak sesuai dengan norma sosial yang ada di wilayah ini,” tutur Pak Abdul.

Pak Abdul memanggil seseorang dan keluarlah seorang wanita paruh baya yang mengajak Amara untuk ikut dengannya. Tidak lama kemudian gadis itu kembali sudah mengenakan sebuah gamis yang agak longgar juga selendang.

Randy menatap Amara yang sudah duduk di sampingnya dengan mata sembab dan hanya menundukan wajah.

“Jadi apa maharnya?”

Randy mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan semua lembaran uang yang ada.

“Hanya ini yang saya miliki, sungguh saya tidak berniat macam-macam.”

“Satu juta rupiah,” ujar Pak Abdul setelah menghitung jumlah uang tersebut. “Ini jumlah maharnya.”

Amara menarik nafasnya tidak menduga jika hidupnya begitu tragis. Hari ini bisa dijadikan hari paling sial sepanjang umurnya. Mulai dari terjebak hujan, motornya rusak, ponselnya hancur dan berakhir dinikahkan. Yang paling menyedihkan adalah mahar pernikahannya hanya bernilai satu juta rupiah.

“Maaf,” ujar Randy pada Amara.

 

 

 

Terpopuler

Comments

Pahri Pahri

Pahri Pahri

gara " ganti baju di dalam mobil ber2 an jd salah saka

2023-05-05

2

mariammarife

mariammarife

lanjut Thor...

2023-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!