Talak Aku

“Sah,” ujar para warga yang menyaksikan ijab qabul antara Randy dan Amara.

Jabat tangan Randy terlepas dan berganti dengan menengadahkan tangan untuk berdoa.

“Amara,” panggil Randy.

Amara bergeming, tatapannya kosong ke depan dengan mata sembab. Dia bukan tidak tahu konsep pernikahan dan yang dia jalani sekarang juga bukan main-main. Hidupnya sudah bukan tanggung jawab dirinya sendiri, tapi sudah ada seorang suami.

Kata SAH tadi mungkin akan begitu membahagiakan ketika pernikahan ini dilakukan memang terencana dan dengan pria yang tepat bukan dengan cara seperti ini yang terdengar seperti kata eksekusi. Begitu pun dengan Randy yang juga sama sedih dan kecewa seperti Amara. Dia merasa berkhianat pada calon istrinya juga merasa bersalah pada Amara.

Pak Abdul memberikan nasihat kepada keduanya agar menjalani pernikahan dengan baik dan segera mendaftarkan pernikahan mereka di catatan sipil. Setelah hujan benar-benar reda, Randy pun pamit dan mengajak Amara pulang.

“Tunggu!” Pak Abdul mengarahkan Randy agar menyerahkan mas kawinnya pada Amara.

Amara menatap lembaran uang sebagai mahar atas pernikahannya.

Sebesar itukah harga dirimu, batin Amara.

Setelah menerimanya, Pak Abdul mengarahkan Amara agar mencium tangan suaminya lalu Randy membacakan doa dengan menyentuh kepala Amara. Doa yang seharusnya dia lantunkan ketika menikah dengan Hana.

“Motor kamu nanti ada yang mengurus dan mengantar kalau sudah selesai diperbaiki” tutur Randy dalam perjalanan pulang.

Amara bergeming, dia mencengkram uang maharnya. Randy merasa iba dengan gadis itu saat melihatnya mengusap pipi yang basah. Dalam perjalanan Randy menghubungi panitia kegiatan kalau dia terjebak sesuatu dan tidak mungkin melanjutkan perjalanan lalu mengarahkan untuk melakukan apa dalam survei tersebut.

“Di mana kamu tinggal? Aku akan menemui orang tuamu dan menjelaskan hal ini. Setelah itu kita ….”

“Talak saya Pak!”

“Hahh!”

“Talak saya sekarang,” cetus Amara.

Randy bahkan menepikan mobilnya mendengar keinginan Amara, untungnya mereka sudah jauh dari wilayah tadi dan sudah berada di area perkotaan.

“Amara, bukan hanya kamu yang kecewa dengan situasi dan hubungan ini tapi saya seorang pria yang bertanggung jawab. Apa yang sudah saya ucapkan tadi adalah janji kalau akan bertanggung jawab terhadapmu dalam sebuah biduk rumah tangga dan bukan main-main dengan segera menalak kamu padahal kita menikah belum ada satu hari.”

“Tapi saya tidak cinta dengan Bapak dan nggak mau Bapak jadi suami saya,” pekik Amara.

Saat ini wajah mereka saling bertatap dan Randy melihat netra istrinya yang masih membendung air mata.

“Amara, saya minta maaf karena kita berada dalam hubungan seperti ini tapi bukan hanya kamu saja yang kecewa saya juga. Saya akan menikah beberapa bulan lagi dan semua sedang ….”

“Nah itu jelas, dengan alasan itu Pak Randy bisa talak saya. Tenang saja pak, tidak ada orang yang tahu kita juga tidak kenal dengan para warga tadi.”

Randy menatap ke depan sambil mengetukkan jarinya di stir mobil.

“Tunggu apalagi sih Pak.”

Randy menoleh, hatinya ingin sekali menuruti apa yang diminta Amara tapi pikirannya mengatakan hal itu salah. Pernikahan bukan main-main dan dia sudah berjanji pada Allah termasuk juga Pak Abdul dan para warga yang terlibat dan menyaksikan.

Mobil pun kembali melaju.

“Pak Randy,” panggil Amara.

“Kita ke rumahmu.”

...***...

“Amara, sudah pulang Nak,” sapa Mirna ketika Amara bergegas menuju kamarnya. “Anak itu benar-benar ya,” keluh Mirna saat

“Bu, ada tamu di depan,” ujar bibi.

“Siapa Bik?”

“Mungkin temannya Non Amara tadi mereka datang bersama.”

Randy masih berdiri menunggu tuan rumah.

“Sore Tante,” sapa Randy saat Mirna sudah berdiri dihadapannya.

“Sore, silahkan duduk.”

Keduanya kemudian berbasa basi dan berkenalan.

“Jadi kamu dosennya Amara?” tanya Mirna, penampilan Randy memang terlihat lebih dewasa dibandingkan Amara, tapi wajah Randy terlihat familiar bagi Mirna.

“Jadi begini Tante, ada yang ingin saya sampaikan.”

Mirna mendengarkan cerita Randy mengenai pernikahannya termasuk permintaan Amara agar segera menalaknya. Mirna mengusap air matanya, paham dengan perasaan sedih dan kecewa yang dirasakan oleh putrinya.

“Mohon maaf Tante, saya tidak tahu kalau semua akan berakhir begini,” tutur Randy.

“Sudah takdir ya mau bagaimana lagi.” Namun, Mirna ada sedikit lega karena pria dihadapannya terlihat bertanggung jawab dan baik. Semoga saja putrinya nanti bisa berubah dan bahagia menjalani pernikahan yang terpaksa.

“Saya berniat mengajak Amara tinggal dengan saya,” usul Randy.

“Owh, iya. Sudah seharusnya memang seorang istri ikut suami. Temui saja, kamar Amara ada di lantai dua.”

Randy pun permisi dan menuju lantai dua. Berhenti di depan sebuah kamar yang diyakini kamar Amara, karena ada tulisan Ara di pintu kamar itu. mengetuknya dan tidak ada jawaban, Randy berinisiatif membuka pintu.

Pria itu menghela nafasnya melihat Amara yang berbaring menelungkup di ranjangnya. Segera Dia menutup pintu dan menghampiri Amara.

“Amara, kemasi barangmu lalu kita pulang ke apartemen aku.”

Amara menolehkan kepalanya.

“Pak Randy itu dosen, pasti cerdas nggak mungkin bod*h. Saya bilang kita cerai saja, selesai urusan. Ngapain saya harus ikut Bapak ke apartemen?”

“Karena kamu istri saya dan sudah seharusnya kita tinggal bersama. Ingat Amara, bukan hanya kamu yang kecewa, kamu pikir saya suka dan cinta dengan kamu,” pekik Randy yang mulai emosi menghadapi Amara.

Terdengar adzan maghrib, pria itu mengatakan akan sholat di kamar Amara dan menanyakan sajadah yang dijawab Amara dengan dagunya.

“Bunda nggak izinkan aku ikut Pak Randy ‘kan?” tanya Amara ketika suaminya sudah menyelesaikan ibadahnya,

“Tidak, dia mengerti dan mengizinkan karena setelah menikah istri memang harus ikut suami. Kemas barang-barang kamu seadanya dulu, ini sudah malam.”

Terdengar ketukan pintu ternyata Mirna yang datang.

“Amara yang sopan dengan suami kamu,” tegur Mirna.

“Aku nggak cinta Bun dan kami menikah karena terpaksa, warganya aja yang aneh. Orang ganti baju dibilang mesum.”

“Itu artinya sudah takdir, cepat kemasi barang kamu. Bunda bantu, ayo,” ajak Mirna.

“Bunda usir aku, karena ingin bebas dengan pria itu ‘kan?”

“Amara,” pekik Mirna.

Terpopuler

Comments

Shyfa Andira Rahmi

Shyfa Andira Rahmi

nahhh...anaknya si pram kyanya

2024-03-25

0

Hearty 💕

Hearty 💕

Nggsk tahunua malah besanan yaaa

2024-01-23

0

mariammarife

mariammarife

jangan² pak Randi anak dari selingkuhan mama nya Amara 🤔
cuma tebak² buah manggis 😁

2023-05-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!