Secangkir teh hangat menemani kesendiriannya menjaga sang kakak yang terlelap. Pasti berat perjalanan hidup dari wanita yang membesarkannya sebagai seorang ibu. Selama ini yang ia tahu hanyalah mendapatkan tempat bernaung serta pendidikan terbaik. Hal itu terbukti dengan dimasukkan ke asrama Vaisali.
Asrama yang memang untuk anak-anak orang kaya. Bagaimana cara kakaknya memenuhi semua kebutuhan ketika sejak awal saja tidak memiliki jaminan hidup layak. Rumah yang mereka tempati terpaksa di jual, lalu dijadikan modal bertahan hidup selama beberapa waktu tapi setengah uang saja digunakan untuk biasa pendaftaran sekolah dan administrasi selama setahun.
Semua uang yang memang sudah dikelola oleh kakaknya hanya lebih mengutamakan kepentingan ia saja. Padahal yang hidup mereka berdua dan jika ditanya, sang kakak dengan mudah menjawab. Masa depan itu seperti coretan tinta di atas kertas. Harapan seorang kakak hanya jatuh pada kebahagiaan adik saja.
Tanggung jawab yang menjadi prioritas utama mengajarkan ia akan rasa hormat tanpa keraguan. Hati yakin setiap usaha sang kakak membesarkannya pastilah sangat besar meski gadis itu tidak tau bahwa Ameera rela memberikan raga sebagai pertukaran biaya kehidupan yang tak seberapa.
Ditengah lamunan tiba-tiba terdengar suara notifikasi pesan masuk. Ia menyambar ponsel dari atas meja, lalu fokus memeriksa isi chat yang memang ditunggunya. "Jadi seorang pengusaha, ya. Lumayan tapi kenapa ingin memanfaatkan Ka Ameera? Coba aku cari tau lagi, siapa tahu menemukan informasi lain."
"Ryan Mahendra." gumamnya seraya mengetik nama yang kini menjadi alasannya untuk tetap bersama sang kakak. Tatapan mata menyipit melihat hasil pencarian yang beragam.
Apa ia kurang spesifik menuliskan kata kunci? Justru yang muncul aneh dan nyeleneh. Ada Ryan si dukun sakti mandraguna, ada cafe Ryan bakery, ada pula artikel arti nama Ryan. Saking beragamnya sampai membuat kepala berdenyut tak karuan.
"Astagfirullah, ini google lagi tidur juga kah. Kenapa malah random banget. Coba aku ganti keluarga Mahendra saja." Zoya menghapus ketikan pertama, lalu mengetik ulang untuk menelusuri hasil pencarian.
Gadis itu sibuk mencari informasi sampai tidak kenal waktu. Rasa lelah yang mendera bersambut kantuk. Berulang kali menguap tetapi mencoba untuk tetap terjaga hingga suara di luar ruangan mengalihkan perhatiannya. Suara yang kini menjadi alarm pribadinya. Bayangan di terlihat samar dari pintu kaca, membuat Zoya memasukkan mematikan ponsel lalu berpura-pura tidur.
Siapa lagi jika bukan Lee yang menghilang selama dua jam. Kepergian pria itu entah kemana dan ia tak peduli hanya saja tetap harus waspada karena berbahaya jika bisa membaca isi pikirannya. Suara pintu terbuka masih terdengar jelas menelusup masuk melewati gendang telinga. Langkah kaki tegas penuh penekanan mendekat ke arahnya.
Biarlah Lee melakukan apa yang diinginkan pria itu. Tidur lebih baik daripada meladeni orang yang bermuka dua. Pikiran masih sibuk berdebat entah sampai kapan tetapi lelah raga membawanya ke alam bawah sadar. Mata terpejam tak lagi berpura-pura menjemput mimpi yang menantinya.
"Gadis ini, pasti gadang." Lee memegang cangkir teh yang masih tersisa sedikit tetapi terasa hangat. Lalu beralih menatap Zoya yang terlelap duduk bersandar di sofa. Sesaat mengamati wajah cantik polos gadis remaja itu, "Kakak adik yang mirip. Jika usianya sama, pasti orang susah membedakan kecuali memperhatikan dengan baik."
Pengamatan Lee semakin intens memperhatikan Zoya yang terlelap hingga tanpa sadar beralih menatap tonjolan yang tidak seharusnya ia tatap. "Kenapa sweater di lepas sih," Otaknya travelling ke arah tujuan yang tidak menentu. "Lebih baik aku pindahkan ke hotel saja. Daripada di rumah sakit trus tiba-tiba perawat atau dokter pria datang melihat asetnya."
Setelah berpikir sesaat akhirnya Lee menggendong tubuh Zoya tapi pria itu tak lupa mengirimkan pesan pada Sashi agar memberikan penjagaan di depan ruang rawat Ameera. Entah saking lelah atau ngantuknya si gadis remaja hingga tak terganggu oleh tindakannya.
Singkat cerita, Lee memesan kamar hotel yang berada di depan rumah sakit. Pria itu hanya memesan satu kamar saja karena berniat kembali ke rumah sakit setelah memindahkan Zoya. Kamar nomor dua puluh satu menjadi kamar pemesanan yang kini menyambutnya dengan semerbak aroma lilin terapi.
Perlahan membaringkan tubuh Zoya ke atas ranjang dengan hati-hati. Niat hati ingin beranjak menjauh dari posisi yang begitu dekat tapi tiba-tiba tarikan tangan menyentak kesadaran membuat tubuhnya ikut limbung jatuh mengecap bibir cherry merah alami. Mata terbelalak tak percaya.
Buru-buru bangkit dengan perasaan tak karuan. Detak jantung lari marathon, tangan terangkat mengusap bibir mengingat apa yang baru saja terjadi. Zoya terlelap tapi sentuhan tak sengaja membangkitkan rasa yang bergejolak di dalam imajinasi. Entah apa yang merasuki Lee hingga seringai senyum menghiasi wajahnya.
"Sedikit saja, tak apa kan." gumamnya lirih kembali mendekati Zoya.
Pria itu naik ke atas ranjang, lalu merengkuh tubuh Zoya. Tangan memegangi dagu, tatapan mata tak melepaskan diri dari bibir yang menggoda. Perlahan mendekat hingga deru napas hangat menerpa. "Just kiss not more."
Pernyataan macam apa yang keluar dari bibir Lee? Pria itu meraup bibir si gadis remaja tanpa permisi. Sentuhan lembut yang membuai rasa membawa permainan manis ke dalam kehangatan peraduan malam. Sentuhan yang menghantarkan sengatan menjalar di sekujur tubuhnya.
Tangan tak tinggal diam meraba menyusup ke dalam kaos Zoya. R3m4s4n yang pelan tanpa tuntutan berusaha memberikan kenyamanan. Sadar akan posisi si gadis yang terbawa permainannya, Lee semakin berani menjelajahi leher jenang nan putih mulus meninggalkan jejak kepemilikan.
Ouh **!*, kamu membangunkan adikku.~umpat hati Lee merasakan gerakan di bawah yang tidak sabar ingin menemukan rumah barunya.
Pemberontakan si otong meningkatkan adrenalin Lee yang merampas melemparkan pakaian Zoya ke sembarang arah, ia juga melepaskan pakaiannya sendiri. Kali ini tidak ingin memandang tubuh yang polos tetapi bibir menyergap menguasai bukit kanan yang menantangnya.
S3s4p4n dengan r3m4s4n semakin frontal mengusik lelapnya tidur Zoya yang merasakan sensasi basah menguasai dirinya. Namun rasa kantuk enggan membuatnya terbangun tanpa sadar meraih kepala Lee menekan kepala pria. Lee mengira si gadis remaja ingin lebih hingga mempercepat permainannya.
Permainan ranjang tunggal membuat Lee sepuas hati mencetak jejak kepemilikan di tubuh Zoya hingga bibirnya turun ke lembah nan menggoda iman. Tatapan mata tak berkedip memperhatikan mulut gua yang mulus tanpa pepohonan. Begitu mungil hingga tiba-tiba mengalihkan perhatian ke otong kesayangannya.
"Apa muat?" tanyanya pada diri sendiri. Sesaat berpikir untuk melepaskan Zoya tetapi hasratnya tak bisa mengembalikan akal sehat sehingga ia melanjutkan aksinya mengecap mulut gua mencari kenikmatan sebelum puncak permainan.
Tubuh Zoya gemetar tanpa sadar mengeluarkan cairan pertama yang membuat Lee mengubah posisinya. Diangkatnya satu per satu kaki si gadis remaja melingkar ke pinggang, lalu ia memposisikan si otong mulai ke dalam mulut gua yang kini siap menjadi rumah baru si adik kecil.
"Satu, dua, tiga ...," Lee menghentakkan pinggul ke depan bersambut jeritan yang terdengar mengejutkan sedangkan di bawah terasa sesuatu mengalir melewati miliknya. "Perawan."
"Ka apa yang kamu lakukan?" Zoya menatap Lee tak percaya. Apalagi rasa nyeri, sakit tak terkira menguasai area int!mnya. Rasa kantuk seketika hilang setelah menyadari apa yang terjadi, "...,"
Tak bisa lagi berkata-kata ketika Lee dengan tega melanjutkan pergulatan yang membuat tubuhnya diam lemah tak berdaya. Hentakan demi hentakan menjadi derai air mata tanpa henti membasahi kedua pipi. Mata tak sanggup lagi melihat tubuh kekar nan polos yang menguasainya tanpa hati.
Hancur sudah masa depannya. Kehormatan yang selama ini dijaga justru direnggut pria asing. Bagaimana bisa ia tidak sadar sentuhan nakal yang kini berhasil memporak-porandakan kedamaian hidupnya. Lee benar-benar iblis yang berwujud manusia. Usai sudah bayangan masa depan bahagia dengan keluarga kecil yang selama ini menjadi impiannya.
Malam yang menjelaga meninggalkan luka yang menyayat rasa. Angan tak lagi ada karena yang tersisa hanya derai air mata. Perbuatan Lee di luar batas menghempaskan kehormatan Zoya. Kini hati terbelenggu dalam rasa jijik, benci tak mampu terucap dari bibirnya. Malam ini adalah malam terburuk bagi si gadis remaja.
Suara kicau burung terdengar begitu ricuh di luar sana mengusik rasa kantuk yang masih mendera. Tubuh terasa remuk tak bisa digerakkan. Apalagi ada tangan kekar yang memeluknya begitu posesif. Seketika tersentak kembali merengkuh kesadaran buru-buru melepaskan diri tetapi gerakannya justru membangunkan Lee.
"Diamlah! Aku masih mengantuk." Lee dengan sadar semakin mengeratkan pelukan meski matanya terpejam. Pria itu sengaja mengunci pergerakan Zoya agar tetap di sisinya.
Bukan karena merasa takut. Ia hanya ingin gadis itu tidur lagi setelah semua energi direnggutnya secara paksa. Sadar akan tindakannya yang melampaui batas tetapi semalam merupakan pengalaman pertama yang menghadirkan rasa berbeda. Bermalam dengan Zoya bagaikan candu yang selama ini ia nantikan.
Perbuatannya bukanlah sekedar hawa napsu melainkan hasrat yang selama ini tidak pernah menemukan tempat berpulang bahkan termasuk dengan Sashi. Ia pikir akan menyatu dalam pergulatan panjang bersama sang sahabat tetapi salah besar. Permainan seketika berubah dimana ia hanya memberikan servis tanpa ingin mendapatkan servis balasan.
Begitu Sashi mendapatkan ******* dari permainannya, tidak ada penyatuan. Justru dibiarkannya sang sahabat menatap memelas memohon lebih dalam pergulatan tetapi hati menolak. Sehingga ia bergegas meninggalkan kamar rahasia tanpa memperdulikan wanita yang siap sedia memberikan raga tuk dinikmati tanpa harus ada ikatan.
Namun bermalam dengan Zoya benar-benar seperti harapannya. Si gadis remaja itu mampu mengubah rasa takutnya menjadi candu. "Jangan khawatir, aku akan bertanggung jawab dan menikahimu secepat mungkin. Sekarang tidurlah!"
Menikah? Apalagi dengan pria yang merenggut kehormatannya. Sungguh tidak habis pikir dengan pengakuan serius seorang iblis seperti Lee. Amarah yang menggebu-gebu kembali muncul meremukkan rasa takut yang membelenggu. Perlahan mengumpulkan kekuatan, menghirup oksigen dalam-dalam. Lalu tanpa hati mendorong tubuh kekar yang menguasainya hingga menjauh darinya.
"Aku tidak sudi menikah dengan iblis sepertimu." teriak Zoya bergema di seluruh ruangan tetapi tubuhnya gemetar menahan emosi berusaha ingin dia lampiaskan. "Cukup!" tangannya terangkat membuat Lee tak jadi berbicara. "Bagiku, kamu iblis."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments