Malam temaram berteman arak awan di atas sana. Sudah satu jam dari waktu pemeriksaan tetapi penantian masih berlanjut tanpa kepastian. Padahal saat ini sudah pukul sembilan malam, membuat hati kian tak tenang. Apalagi tatapan mata sesekali melirik ke arah sisi barat dimana Lee berada.
Pria itu terlihat sibuk berbincang tentang pekerjaan yang tidak bisa dipahaminya. Apa karena ia masih terlalu muda atau karena hal lain? Sungguh tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Apalagi obrolan terdengar random bahkan menyebut beberapa nama barang yang terdengar familiar.
Sebenarnya Lee bekerja sebagai pengawal, apa penjual barang dagangan? Zoya tidak tahu saja, setiap kata yang dirangkai sedemikian rupa hanyalah kode orang yang diseberang memahami tanpa harus bertanya panjang kali lebar. Pria itu memang membiasakan beberapa tipe komunikasi yang diwajibkan untuk semua penghuni mansion.
Seperti saat ini, laporannya tidak bisa langsung kepada Tuan muda karena melihat kondisi tidak memungkinkan ia untuk pulang. Apalagi pemeriksaan begitu lama dan jika pihak rumah sakit memerlukan sesuatu, maka hanya dia yang bisa mendapatkan apapun itu secara cepat dengan koneksinya.
"Okay, salam pada Raja. Aku harus kembali bekerja." Lee mengakhiri panggilan, lalu menghirup napas dalam-dalam. Sesaat ingin melepaskan semua rasa yang menyatu di dalam hati dengan pikiran ini itu yang menumpuk di dalam otak.
Lelah tapi hanya bisa bangkit untuk lebih semangat lagi dalam menikmati pekerjaan yang menyita seluruh waktunya. Setelah merasa lebih baik, barulah ia berjalan menghampiri Zoya yang duduk bersandar dengan tangan bersedekap. Wajah pucat, tatapan mata sayu menyadarkannya akan sesuatu.
Niat awal ingin menghampiri Zoya tapi langkahnya berbelok ke arah lain. Pria itu pergi meninggalkan lorong ruang pemeriksaan, membuat Zoya mendengus sebal. Kenapa malah ditinggal sendiri? Mana suasana spooky dengan lorong panjang yang sunyi.
"Mending dengerin musik aja," ujarnya dengan mengambil ponsel dari saku celana. Lalu memasang headset yang selalu ada di kantong sweater, "Nah, sekarang lebih baik."
Irama nada yang mengalun mengubah suasana hati. Perlahan mengikuti alunan nada dengan gumaman lagu yang menggerakkan bibir merah cherrynya, "This is my fight song. Take back my life song. Prove I'm alright song. My power's turned on."
"Starting right now. I'll be strong. I'll play my fight song. And I don't really care if nobody else believes. 'Cause I've still got a lot of fight left in me." Nada suara pelan tetapi tetap terdengar merdu karena ia merupakan seorang penyanyi mandiri yang sesekali mengasah kemampuan di setiap akhir kelas seni.
Lagu Fight Song yang bertujuan menjadi motivasi diri agar tetap hidup penuh semangat. Masalah yang menerpa dibiarkan tetapi bukan diabaikan. Lagu itu memiliki arti yang dalam jika mengetahui arti dari setiap lirik yang membuat siapapun akan merasa hidup itu hanya tentang pejuangan.
Lagu yang jika dijiwai akan menjadi recharge diri pentingnya sadar diri. Terkadang manusia lupa, di tengah badai memerlukan waktu perenungan agar tetap tenang tanpa ada kegilaan. Keegoisan yang menyapa bisa di redam meski tak semudah perkataan. Pada intinya lagu fight song mengajarkan cara berdiri dalam keyakinan hati.
Masa bodo dengan omongan orang yang seringkali nylekit karena kata pepatah, lidah itu tidak bertulang. Yo auto terabas tanpa bisa direm. Hal itu bisa mencakup banyak aspek kehidupan. Seperti bully yang terjadi di dalam masyarakat atau di area para karyawan di masa kerja. Benar-benar beragam tapi dari semua itu ...
Perang yang menguras tenaga dan emosi adalah melawan diri sendiri. Tau rasanya saat hati berkata harus berhenti. Akan tetapi pikiran masih terus merangkai kata sampai semua cabang perselisihan disangkut pautkan. Begitulah manusia, mereka yang berpikir mencoba menyatukan akal dan perasaan akan selalu menyeimbangkan kebenaran.
Mata yang terpejam membuat Zoya mulai tenggelam dalam irama yang mengalun indah di telinganya. Remaja itu sampai tidak menyadari kedatangan Lee yang kini berjalan mendekat ke arahnya. Langkah kaki pasti dengan tangan memegang kantong kresek.
"Makan dulu!" titahnya begitu sampai di dekat Zoya seraya meletakkan kantong plastik di sebelah kanan tempat remaja itu duduk tapi yang di sapa justru diam.
Sesaat memperhatikan hingga menemukan saluran kabel headset yang menjadi penyebab si remaja tidak mendengarkannya. Sontak saja ia melepaskan salah satu headset membuat Zoya mengerjap membuka mata menatap ke arahnya. "Aku sudah beli makanan, makanlah! Jangan protes."
"Terima kasih, Kakak juga blum makan. Aku tunggu dia saja." timpal Zoya yang memang tidak berselera makan.
Sebenarnya itu hanya alasan saja karena setelah apa yang dia dengar. Jujur tidak bisa mempercayai ucapan pria muda yang kini berdiri di dekatnya. Sekelebat bayangan datang menyapa bersambut suara obrolan yang masih terekam jelas di dalam benaknya. Miris karena harus mendengar secara langsung tetapi bersyukur bisa menjadi alarm.
"Hadeh malah melamun," Lee mengangkat tangan menepuk pipi Zoya pelan, "Sadar dulu, kalau kamu sakit, justru menyusahkan aku. Setidaknya bisa makan demi kakakmu kan? Jangan buat masalah baru."
"Ouh, kalau gak ikhlas jangan kasih perhatian, Ka. Lagian aku di sini cuma mau temenin Ka Ameera dan bukan minta diperhatikan olehmu." ketus Zoya meluapkan kekesalan di dalam hati yang terpendam sejak beberapa jam lalu.
Sahutan remaja itu terdengar tengah komplain tetapi lirikan mata curiga membuatnya mulai waspada. Instingnya mengatakan aura Zoya mulai berubah diliputi amarah meski sang gadis tidak menyadari akan perubahan tingkat tekanan dari nada bicara yang barusan.
Lee meraih kantong kresek, lalu mengeluarkan sekotak foam putih yang berisi nasi goreng hangat lengkap dengan topping lauk pauk. Kemudian meletakkan ke tempat semula, barulah ia beranjak meninggalkan Zoya dengan duduk di kursi lain yang tak jauh dari ruang pemeriksaan juga.
Dasar pria aneh. Hobi kok tukang ganti wajah. Bisa-bisanya kakak tinggal dengan orang-orang seperti itu tapi bagaimana aku mau tetap stay di sisi Ka Ameera, ya? Pasti besok di pulangin ke asrama.~Zoya ngedumel di dalam hati.
Bingung karena ia sendiri hanya mendapat izin tambahan dua hari dari kepala asrama. Izin pun di dapat setelah melakukan sesi perdebatan yang cukup panjang dengan syarat tetap mengerjakan tugas meski tidak di asrama. Bagaimana mengumpulkan tugas? By mobile yang disebut daring.
Lee sendiri tak peduli akan tatapan mata yang terus mencuri pandang kearahnya. Tangan sibuk menyendok nasi goreng pedas yang menggugah selera. Ia juga manusia biasa membutuhkan asupan bahkan terkadang lupa kapan terakhir makan karena saking sibuknya. Menjaga diri sendiri lebih sulit dari menjaga keluarga majikannya.
Tiga puluh menit telah berlalu, Lee yang baru saja balik dari kamar mandi melihat Dokter Sashi sedang mengobrol dengan Zoya. Terlihat akrab sebagai seorang dokter dan keluarga pasien. Apapun yang dibicarakan kedua wanita beda usia itu, ia tidak kepo karena sang sahabat sudah menjelaskan segala sesuatunya sejak awal.
Jadi ia hanya mendekat tetapi tidak berniat menjadi sok tau. "Dok, apa semua berjalan lancar?" tanyanya mengalihkan perhatian Sashi dan Zoya yang serempak menatap kearahnya. "Kompak banget kalian, padahal yang kutanya cuma Bu Dokter."
"Apa ada masalah, jika aku lihat pria galak seperti kakak?" sindir Zoya to the point menghujam tatapan mata Lee yang mendadak menyipit membalas tatapannya. "Dok, boleh saya tengok Ka Ameera?"
Sashi mengangguk seraya menggeser posisi berdirinya untuk memberikan jalan pada Zoya. Izin tanpa suara di berikan agar gadis remaja itu bisa melihat keadaan Ameera yang memang baik-baik saja tanpa kekurangan suatu apapun. Hanya saja masih harus istirahat setelah melakukan serangkaian pemeriksaan yang memakan waktu banyak.
Kepergian Zoya mengalihkan perhatian Sashi yang menatap manja Lee mengharapkan segelas minuman hangat di sisa malamnya. "Mau keruanganku sekarang?" tawarnya tanpa menunggu Zoya melewati pintu ruang pemeriksaan dimana Ameera berada.
Suara Sashi memang tidak keras tapi masih cukup terdengar jelas sampai ditelinga Zoya. Dimana remaja itu buru-buru memutar knop pintu, lalu masuk. Tak lupa menutup kembali tanpa ingin mendengarkan obrolan lebih jauh lagi. Perasaannya di hati semakin campur aduk seraya mengepalkan tangan.
"Aku harus cari cara agar bisa tinggal bersama Ka Ameera. Ayolah, berpikir keras Zoya!" Remaja itu berusaha untuk mendapatkan solusi dari masalah yang disimpannya seorang diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments