Tamu Tak Diundang

Tampak sepasang suami istri paruh baya sedang duduk berdua di sofa panjang ruang keluarga. Damian dan Salwa menikmati kebersamaan mereka dengan menonton televisi yang menayangkan berita seputar tanah air. Sebagai seorang pengusaha dan pebisnis sukses, keduanya harus rajin menambah wawasan tentang dunia ekonomi dan bisnis agar saat bertemu dengan klien maupun rekan bisnis arah pembicaraan mereka sejalan.

Damian melirik ke arah jam dinding berbentuk burung merak warna keemasan yang ditempel di atas cabinet televisi. Waktu menunjukan pukul tujuh malam, akan tetapi Sheeva belum juga tiba di rumah padahal Rahmi, manajer Sheeva memberitahu jika salah satu artis yang berada di bawah naungannya itu sudah kembali ke Jakarta sejak pukul sepuluh pagi. Namun, hingga detik ini putri bungsu mereka belum juga menampakkan batang hidungnya di depan mereka.

"Anak itu, selalu saja membuatku cemas. Sehari saja tak membuat masalah, rasanya hidup dia seperti ada yang kosong. Benar-benar keterlaluan!" gerutu Damian sambil meraih cangkir kopi di atas meja.

Menyentuh pundak Damian dengan lembut, mencoba menenangkan amarah yang muncul dalam diri suami tercinta. "Sabar, Pa, mungkin saja Sheeva pergi bersama Mila. Namanya juga anak muda pasti ingin hang out bareng teman-temannya. Apalagi Sheeva hampir satu minggu bekerja, dia pasti lelah dan ingin refreshing jadi pergi ke suatu tempat tanpa sempat memberitahu kita."

"Selain itu, 'kan sudah ada Azam yang menemani jadi setidaknya kita tidak perlu terlalu mencemaskan Sheeva karena Mama yakin pria itu dapat menjaga putri kita dengan baik. Percaya deh sama Mama, sebentar lagi Sheeva pasti pulang," ucap Salwa bijak. Dalam situasi ini dia tidak mau menambah beban Damian walau sejujurnya dia pun sangat mencemaskan Sheeva, tetapi mencoba bersikap biasa saja di hadapan suaminya.

"Pak Damian, Bu Salwa." Salah satu pelayan datang menghampiri. Dia berjalan setengah berlari mendekat kedua majikannya. Refleks, orang tua Sheeva menoleh ke samping.

"Ada apa?" tanya Damian dingin dengan wajah kesal.

"Maaf menganggu. Saya ke sini hanya ingin memberitahu kalau Pak Erick dan Den Amaar datang. Mereka sedang menunggu Pak Damian dan Bu Salwa di ruang tamu," ujar Alena memberitahu yang mana hal itu membuat Damian semakin kesal. Pasalnya dia nyaris saja lupa jika malam ini sahabat sekaligus calon besannya akan datang ke rumah guna membicarakan hal penting terkait masa depan putera putri mereka.

"Sialan! Hampir saja aku melupakan janjiku kepada Erick. Ini semua gara-gara aku terlalu memikirkan Sheeva hingga melupakan janjiku sendiri." Salwa menggelengkan kepala mendengar umpatan sang suami. Namun, tak berani menegur lelaki yang telah mendampinginya selama hampir tiga puluh tahun lamanya.

Damian mengembuskan napas kasar, mencoba mengendalikan diri. Jangan sampai kekesalannya terhadap Sheeva terbawa dan pertemuannya dengan Erick berantakan hanya karena anak bungsunya itu.

"Minta mereka untuk menunggu. Aku dan istriku sebentar lagi menemui mereka," ucap Damian.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu." Lalu pelayan itu menundukan kepala, pamit undur diri dari hadapan Damian dan Salwa.

Damian mengalihkan pandangan pada istrinya yang sejak tadi membeku di tempat. "Minta putrimu segera pulang sedangkan aku akan menyapa Erick terlebih dulu sambil menunggu kepulangan Sheeva."

Salwa mengangguk patuh menuruti perintah sang suami. Lantas dia mengirimkan pesan lewat aplikasi berwarna hijau dan meminta anak bungsunya agar segera pulang ke rumah. Sementara Damian bergegas meninggalkan ruang keluarga menuju ruang tamu tempat di mana Erick dan Amaar berada.

***

"Erick, apa kabar? Maaf aku lupa jika malam ini ada janji temu denganmu." Damian segera mengulurkan tangan kemudian menyambut kedatangan sahabat terbaiknya itu dengan sebuah pelukan yang sangat erat. Maklum saja, mereka sudah lama tak bertemu karena terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan.

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja, Damian. Meskipun usiaku semakin menua, tetapi semangatku masih seperti anak muda." Lalu kedua pria paruh baya yang rambutnya mulai keperakan terkekeh bersamaan. Jika mereka bertemu tak jarang keduanya tertawa bersama meski guyonan berasal dari mulut masing-masing terdengar garing.

"Halo, Om, lama tak bertemu. Om semakin gagah dan tampak lebih muda," puji Amaar basa basi.

Aah, tampaknya kini kita semua tahu kenapa Damian begitu bersikeras ingin agar Sheeva menikah dengan Amaar. Selain Amaar adalah putera dari sahabatnya, rupanya pria kelahiran dua puluh tujuh tahun itu memang pandai memuji hingga membuat orang di sekitar besar kepala.

"Alhamdulillah, baik. Mari silakan duduk. Maaf sudah membuat kalian menunggu."

***

"Mas Azam, terima kasih ya udah temenin aku. Perasaanku jauh lebih lega sekarang dan itu semua berkat bantuan Mas Azam," ucap Sheeva saat kendaraan roda empat miliknya berhenti tepat di depan garasi mobil.

"Syukurlah kalau begitu, saya jadi ikutan senang mendengarnya. Ke depannya, kalau Mbak ada masalah dan ingin curhat jangan sungkan bicara kepada saya, saya pasti siap mendengarnya."

Azam turun dari mobil, kemudian berjalan memutar lalu membuka pintu kursi penumpang untuk sang majikan. "Hati-hati, Mbak." Tangan pria itu menyentuh bagian atas pintu mencoba menghalau agar kepala Sheeva tidak terantuk.

"Ya sudah, kalau begitu aku masuk dulu." Azam menunduk hormat mempersilakan majikannya masuk ke dalam rumah.

Sheeva berjalan meninggalkan Azam, tapi baru saja melangkah dia teringat sesuatu. Menepuk kening pelan dan berkata, "Bodoh, kenapa gue sampai lupa sih." Lalu dia membalikan badan dan berseru, "Mas Azam, besok datang siang aja ke sini. Kebetulan besok pagi aku free jadi kita bisa istirahat lebih lama dari biasanya."

Lagi dan lagi Azam mengangguk patuh. "Baik Mbak Sheeva. Selamat malam."

Baru saja menginjak anak tangga pertama, Sheeva sudah disambut oleh salah satu pelayan bernama Alena yang bekerja di kediaman Bagaskara. Melihat raut penuh kegelisahan di wajah wanita itu, dia yakin jika kedatangannya telah dinanti oleh kedua orang tuanya. Terlebih ekor matanya yang indah sempat melihat satu unit mobil harga ratusan juta rupiah terparkir di depan rumah.

"Mbak Sheeva dari mana saja, kenapa baru pulang jam segini? Pak Damian sudah hampir gila karena terlalu lama menunggu kepulangan Mbak. Beruntungnya Mbak datang, jika tidak Pak Damian akan meminta orang suruhannya untuk melacak di mana posisi Mbak saat ini," lapor Alena.

Sheeva menyerahkan satu kantong plastik belanjaan berisi potongan buah segar yang sudah dipack dan beberapa botol yogurt kepada Alena. "Apa Om Erick datang bersama si Berengsek?" tanyanya pada pelayannya itu. Alena menatap keheranan mendengar pertanyaan Sheeva. "Maksudku, Amaar."

Bibir Alena membulat membentuk huruf O. "Tentu saja. Bahkan Den Amaar terus bertanya keberadaan Mbak Sheeva. Tampaknya Den Amaar sangat merindukan Mbak." Mengulum senyum sengaja ingin menggoda anak majikannya. Seandainya dia tahu kalau Amaar tukang selingkuh, masihkan dia bersikap demikian kepada nona muda keluarga Bagaskara?

Sheeva bergumam lirih. "Omong kosong! Sudahlah, aku masuk duluan. Jangan lupa, tolong simpan semua belanjaanku ke dalam lemari es."

Sheeva berjalan sambil sesekali menghirup udara di sekitar mengisi oksigen di dalam paru-parunya. Sungguh berat rasanya bertemu kembali dengan Amaar setelah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan laki-laki itu di belakangnya.

Aura dingin dan tegas menyambut kedatangan Sheeva. Damian menatap gadis itu dengan tatapan mata tajam dan sorot mata penuh kekesalan.

"Kamu dari mana saja Sheeva, kenapa jam segini baru pulang?" ujar Damian menahan amarahnya.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!