Mengusap puncak kepala Sheeva, Salwa turut prihatin atas apa yang menimpa putrinya sekarang. Sebagai seorang ibu, tentu saja dia merasa kasihan dan tergerak hatinya untuk membantu Sheeva, tetapi melihat betapa keras kepalanya sang suami, dia tak mampu melakukan apa pun. Mengunci rapat mulutnya dan menuruti apa yang dikatakan Damian adalah jalan terbaik bagi semua orang.
"Sheeva, mama sudah buat janji temu dengan Tante Yuli di butik. Nanti sepulang pemotretan kamu mampir sebentar ya untuk fitting kebaya yang akan dikenakan saat prosesi lamaran. Mama menunggumu di sana," kata Salwa sambil menyodorkan potongan buah segar ke hadapan Sheeva yang sedang duduk di kursi santai tepian kolam renang.
Mendesaah pelan mendengar permintaan sang mama. "Akan aku usahakan, tapi tidak janji soalnya hari ini jadwalku padat sekali. Kalaupun ada waktu break, hanya tiga puluh menit sampai satu jam saja lebih dari itu tidak bisa. Meskipun aku cukup dekat dengan fotografer yang bertanggung jawab dalam sesi pemotretan kali ini, tapi aku tak bisa seenaknya saja izin sesuka hati. Bagaimanapun aku mesti profesional agar tidak dicap buruk orang lain."
Salwa merengkuh jemari lentik kemudian mengusapnya secara perlahan. "Baiklah, tidak masalah. Jam berapa pun kamu senggang jangan lupa memberitahu mama, ya?" Sheeva menganggukan kepala sebagai jawaban.
Sheeva menepati janjinya kepada sang mama. Meskipun terasa berat melanglah, tetapi mau tidak mau dia terpaksa menerima rencana pertunangan yang telah ditentukan kedua keluarga. Siang ini, saat ada waktu senggang dia meminta Azam mengantarkannya ke butik milik Yuli, salah satu teman lama Salwa.
Sheeva dan Azam berjalan di antara pertokoan mall termegah di kota Jakarta. Mengenakan topi dan kacamata hitam, Sheeva melangkah dengan gontai memasuki blok pertokoan yang disewa teman lama sang mama. Sheeva menyamarkan penampilan agar tak ada satu orang pun mengenalinya sebab saat ini dia sedang tak ingin diganggu oleh siapa pun.
"Sebetulnya aku malas sekali, Mas, datang ke mall ini. Aku teringat bagaimana menjijikannya Amaar dan Amora saat tengah bercumbu. Mereka ...." Menggeleng kepala cepat, berusaha melupakan kejadian beberapa hari lalu. "Sudahlah, lupakan saja. Aku muak bila harus membicarakan kedua manusia sialan itu."
"Saya bisa merasakan bagaimana perasaan Mbak Sheeva saat dikhianati seseorang. Sakit, kecewa dan marah dalam waktu hampir bersamaan. Walaupun tidak ada cinta di hati masing-masing, tetapi tidak sepatutnya Mas Amaar bersikap demikian kepada Mbak Sheeva. Dia seharusnya menghormati dan menjaga ikatan yang terjalin di antara kalian bukan malah selingkuh dengan wanita lain."
Sheeva manggut-manggut, membenarkan apa yang dikatakan Azam. "Tapi sayangnya isi pikiran Amaar kosong. Dia hanya memikirkan bagaimana caranya melampiaskan napsu bejatnya itu."
Tanpa terasa mereka telah tiba di depan sebuah butik ternama di tanah air. Sebuah butik yang menjual aneka ragam pakaian pengantin dengan model dan desain terkini dipilih Salwa untuk menjadi saksi penyatuan antara dua insan manusia yang berbeda sifat, watak dan latar belakang.
Menghentikan langkah kemudian menarik napas panjang seraya memejamkan mata, mengumpulkan keberanian yang menguar di udara. Ketika Sheeva sedang fokus dengan kegiatannya, suara lembut salah satu pelayan toko terdengar.
"Selamat siang, Mbak Sheeva. Silakan, Bu Salwa dan Bu Yuli sudah menunggu di dalam." Wanita berseragam abu-abu dipadu kemeja putih mendatangi artis papan atas tanah air yang sedang naik daun.
Sheeva mengikuti ke mana langkah kaki pelayan itu melangkah. Azam mengekori di belakang, tapi saat menemukan sebuah kursi, lelaki itu melipir dan membiarkan majikannya menyelesaikan urusannya. Pria tampan itu tak mau terlalu mencampuri urusan Sheeva.
"Syukurlah kamu sudah datang. Mama pikir kamu tidak bisa datang karena sibuk bekerja." Salwa memeluk tubuh Sheeva dengan erat. Ada perasaan lega saat melihat putri bungsunya berada di tempat yang sama.
Sempat berpikir bagaimana jika Sheeva tidak datang? Bukankah itu akan memperburuk hubungan anak dan suaminya. Namun, rupanya Tuhan mengetuk hati Sheeva dan meringankan langkah gadis itu menuju tempatnya saat ini.
"Mana pakaian yang harus kukenakan saat lamaran nanti?" ucap Sheeva saat pelukan terurai. Dia tidak punya banyak waktu untuk sekadar basa basi sebab Rahmi memberinya waktu hanya satu jam saja untuk melakukan fitting baju sebelum acara pertunangan digelar.
"Tunggu sebentar!" Yuli langsung menepukkan tangan sebanyak dua kali. Anak buahnya cepat menoleh. "Bawakan pakaian yang telah kusiapkan untuk Nona Sheeva dan Bu Salwa. Ingat, jangan sampai rusak karena pakaian itu secara khusus kubuat untuk teman lamaku."
Para pelayan toko segera menjalankan perintah yang diucapkan Yuli, berjalan menuju salah satu koleksi pakaian yang berada di dekat kasir. Satu deretan itu diperuntukan khusus bagi keluarga Bagaskara dan calon besannya.
Tangan Sheeva meraih kebaya warna biru langit serta jarit warna senada yang diberikan pelayan toko kepadanya. Dia membentangkan kebaya tersebut ke udara, memperhatikan betapa indahnya kebaya tersebut. Desainnya bagus dengan model V neck hingga memperlihatkan leher jenjang, putih dan mulus Sheeva.
Terdengar helaan napas berat berasal dari Sheeva. "Aku akan mencobanya terlebih dulu. Kalau misalkan terlalu besar atau tidak sesuai selera, aku beritahu Tante Yuli."
Saat ini Sheeva tengah berada di dalam ruang ganti, mencoba mengenakan kebaya dan bawahan terbuat dari kain jarit bermotif. Dua orang pramuniaga menunggu Sheeva di depan, berjaga-jaga siapa tahu gadis itu membutuhkan bantuan mereka.
Namun, saat Sheeva sedang sibuk memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin besar di depan sana, dering ponsel berbunyi membuat gadis itu bergegas meraih benda pipih itu dari dalam tas.
Sebuah pesan asing dikirim nomor seseorang. [Datanglah segera ke Hotel Shangrila sekarang juga. Di sana kamu akan mendapatkan apa yang selama ini dinanti.]
[Jangan sampai kamu melewatkannya! Sekali saja datang terlambat maka tidak akan ada kesempatan lagi bagimu.]
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments