Kecelakaan

Sheeva menutup mulut tak percaya ketika dirinya menabrak seseorang. Dia merutuki kebodohannya karena telah lalai berkendara. Akibat emosi dia justru mencelakakan orang lain.

"Lukanya berat enggak, ya?" tanya Sheeva.

Sheeva membuka sabuk pengaman, lalu segera turun dari mobil untuk memeriksa korban yang dia tabrak. Korban masih duduk di jalan, Sheeva menghampirinya. Sheeva jongkok menyetarakan tubuhnya dengan korban.

"Mas, ada luka yang parah enggak?" tanya Sheeva dengan wajah pucat. Dia sangat mencemaskan si korban, khawatir pria di hadapannya itu mengalami luka berat.

Korban tersebut tampak lebih tua, jadi Sheeva memanggilnya dengan embel-embel 'Mas' supaya lebih sopan. Pria tersebut sepertinya berumur sekitar 30 tahunan. Korban yang ditanya pun menggeleng seraya tersenyum.

"Enggak ada, aman," jawabnya.

"Maaf ya, Mas, aku tadi lalai berkendara jadi mencelakakan orang lain."

Beruntungnya korban tersebut tak mengalami luka serius. Hal tersebut karena Sheeva mengerem tepat sebelum menabrak si korban. Jadi hanya ada lecet saja karena korban sempat terjatuh, tidak ada luka parah.

"Santai aja, lain kali lebih berhati-hati," sahut si korban.

"Aku antar ke rumah sakit, ya?" tawar Sheeva masih membujuk si korban untuk memeriksakan lukanya tersebut ke rumah sakit.

Mau bagaimanapun juga, Sheeva merasa tak enak hati karena telah membahayakan nyawa orang lain. Sheeva tetap menawarkan pria di hadapannya untuk diantar ke rumah sakit. Sheeva tak masalah harus membiayainya, dia tidak akan lari dari tanggung jawab.

Menggeleng kepala cepat. "Enggak usah, cuman lecet aja, kok," tolak korban secara halus.

"Biaya rumah sakit, aku yang tanggung," ujar Sheeva.

Namun, pria di hadapannya tetap menggeleng. Jujur saja, dia tidak memerlukan perawatan dari rumah sakit hanya karena lecet sedikit. Menurutnya, sama sekali tidak masalah, nanti juga sembuh sendiri.

"Nanti kalau infeksi gimana?" tanya Sheeva khawatir.

Pria dengan tinggi 180 cm tersenyum samar melihat ekspresi wajah Sheeva yang tampak mencemaskannya. "Aman, cuman lecet biasa, Mbak. Kalau saya perhatikan tidak ada yang perlu dicemaskan," jawab korban.

Sheeva akhirnya mengangguk, dia tidak akan memaksa korban untuk ke rumah sakit. Korban disuruh untuk tetap diam di tempat, sementara dirinya kembali menuju mobil. Sheeva mengambil tas kecil yang ada di mobilnya, dia mencari kartu nama.

"Ketemu," ujar Sheeva memegang kartu namanya seraya tersenyum.

Sheeva masih diselimuti rasa bersalah, dia benar-benar tak mau lepas tanggung jawab. Sheeva kembali menghampiri korban, lalu tersenyum menatapnya.

"Ini kartu namaku," ujar Sheeva seraya menyodorkan kartu namanya.

Mata sang korban memicing tajam, memperhatikan wajah cantik jelita itu dengan lekat. Dia tampak kebingungan untuk apa Sheeva memberikannya sebuah kartu nama.

Karena penasaran, si korban pun berkata, "Kartu nama, untuk apa, Mbak?" tanyanya seraya mengambil kartu nama tersebut.

Sheeva mengangguk. "Mas bisa menghubungiku kapan aja. Kalau membutuhkan bantuan, aku akan membantu sebagai penebus rasa bersalahku."

Dilihatnya kartu nama tersebut oleh si korban, lalu tersenyum. 'Ooh, jadi gadis ini adalah artis dan foto model yang sedang naik daun itu. Pantas saja wajahnya begitu familiar.'

"Baiklah, kalau memang saya butuh bantuan maka akan menghubungimu. Terima kasih, Mbak," ujarnya.

Sheeva sengaja memberikan kartu namanya, supaya dia bisa membantu korban kalau suatu saat membutuhkan bantuan. Dengan begitu, Sheeva akan menebus rasa bersalahnya karena telah membahayakan orang lain.

"Sama-sama. Jangan sungkan kalau butuh bantuan!" timpal Sheeva.

Setelah memastikan tidak ada luka serius pada korban, Sheeva pamit. Sheeva masuk ke dalam mobilnya dan melanjutkan perjalanan. Hanya saja, dia tidak akan langsung pulang ke rumahnya.

Amaar dan Amora membuat mood-nya berantakan hari ini. Gara-gara dua manusia itu, Sheeva membahayakan orang lain. Bagaimana kalau kecelakaan yang dialaminya itu serius? Ah, sepertinya Amar dan Amora akan senang mendengarnya.

"Mama dan Papa harus tahu kebusukan Amaar. Tapi bagaimana caranya? Mama dana Papa pasti enggak bakalan percaya." Sheeva yang awalanya berniat membongkar kebusukan sang calon tunangan jadi berpikir dua kali untuk mengadukan masalah ini kepada Damian dan Salwa. Kedua orang tua Sheeva tidak mungkin percaya begitu saja sebelum ada bukti nyata di depan mata.

Melihat Salwa yang begitu perhatian kepada Amaar memang membuat Sheeva miris. Salwa dan Damian tidak akan percaya begitu saja pada dirinya. Terlebih Amaar selalu bertingkah laku baik, berkata manis di depan semua orang sehingga tak mungkin ada yang percaya jika pria itu berengsek.

"Ah, daripada mood gue semakin hancur lebih baik pergi menenangkan diri ke suatu tempat. Mumpung masih break. Ehm ... tapi ke mana, ya?" tanya Sheeva bingung.

Sheeva berpikir sejenak, harus ke mana dia pergi sekarang. Namun akhirnya, satu tempat muncul dalam pikirannya. Sheeva tersenyum tipis, lalu berputar arah untuk menuju tempat tersebut.

"Lebih depan sedikit, Mbak!" ucap tukang parkir sambil memberi aba-aba. Bunyi pluti terdengar nyaring di telinga Sheeva siang itu.

Sheeva mengangguk seraya tersenyum, dia mengikuti arahan tukang parkir tersebut. Setelah selesai, dia segera turun dari mobilnya, lalu masuk ke dalam kafe. Ya, Sheeva memang mengunjungi kafe, tetapi bukan kafe pada umumnya.

Kafe yang dikunjungi oleh Sheeva berbeda dengan yang lain. Hal tersebut dikarenakan mengusung konsep di mana pengunjung dapat bermain bersama kucing.

"Miaw, miaw."

Seekor kucing menghampiri ke arah Sheeva. Dengan senang hati, gadis itu berjongkok dan menggendong kucing tersebut. Kucing memang hewan lucu nan menggemaskan yang disukainya.

Dalam keadaan seperti ini, bermain bersama kucing yang lucu bisa membuat suasananya lebih tenang. Setidaknya, emosi Sheeva mulai reda, tidak terlalu menggebu seperti awalnya.

"Mau pesan apa, Mbak?" tanya pelayan pada Sheeva.

"Sebentar ya, lihat-lihat dulu menunya," jawab Sheeva dengan ramah. Dia sesekali merapikan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung saat menyadari bahwa pelayan kafe tersebut tengah memandanginya dengan lekat.

Menjadi artis dan model tanah air membuat Sheeva terkenal, tak ada satu orang pun yang tidak mengenali siapa dara cantik kelahiran dua puluh lima tahun silam. Oleh sebab itu, ke mana pun dia pergi, kacamata hitam dan topi menjadi teman sejati guna menutupi penyamanarannya agar tidak ada orang yang menyadari bahwa dia itu adalah artis papan atas. Kalaupun memang penyamarannya diketahui para fans-nya, tentu saja dia bersedia menyapa mereka dengan ramah.

Sheeva melihat menu yang ada di sana. Tersedia berbagai pilihan menu membuat Sheeva bingung. Pasalnya, makanan yang pernah dicoba oleh Sheeva saat berkunjung ke sana tidak ada yang gagal.

"Mint Choco Vanilla Milkshake, Frozen Choco Banana," ujar Sheeva akhirnya menentukan.

"Baik, Mint Choco Vanilla Milkshake satu, Frozen Choco Banana satu, ada tambahan lagi?"

"Tidak ada, itu saja," jawab Sheeva.

"Oke, ditunggu dalam beberapa menit ya, Mbak. Permisi."

Setelah pelayan tersebut pergi, kini Sheeva bermain dengan dua kucing yang naik ke pahanya. Sheeva mengelus kedua kucing tersebut dengan gemas. Sheeva akan bermain dengan kucing seraya menunggu pesanan dan sahabatnya yang datang.

Di perjalanan, Sheeva sempat menghubungi sahabatnya. Sheeva ingin bercerita terkait apa yang telah dilihatnya. Tentu saja tentang Amar, Amora, hingga dirinya yang menabrak seseorang.

"Sheeva!" panggil seseorang dari belakang.

Sheeva menoleh ke belakang, sahabatnya telah datang. Sheeva melambaikan tangannya, menyuruh sahabatnya itu mendekat.

"Makasih ya, udah nunggu lama," ujar sahabatnya.

"Kenapa sih, harus teriak kayak barusan? Nanti rame lagi pada ke sini!" protes Sheeva.

"Yaudah iya, maaf. Makasih ya, udah nunggu lama," ujar Mila. Akhirnya dia pasrah karena memang telah melakukan sebuah kesalahan.

"Gue juga baru, kok. Belum lama-lama banget," timpal Sheeva.

Sheeva memesankan Mila makanan pada pelayan yang mengantar pesanannya. Dia sengaja tidak memesankannya tadi sekalian, karena takut sahabatnya datang lebih lama dari perkiraan.

"Jadi gimana itu calon tunangan lo?" tanya Mila.

"Gue tadi lihat dia dan Amora lagi bercumbu, pakaian mereka bahkan hampir mau lepas," jawab Sheeva. Telapak tangan gadis itu mengepal saat membicarakan kedua makhluk tak tahu malu macam Ammar dan Amora.

"Gila, terus reaksi mereka gimana waktu lo datang ke sana?"

"Biasa aja, kayak enggak bersalah."

Mendengar apa yang diceritakan oleh Sheeva, membuat Mila geram. Dia tak menyangka kalau Amaar ternyata selingkuh di belakang Sheeva. Terlebih, selingkuh dengan Amora.

"Mereka enggak bisa dibiarkan," ujar Mila.

Sheeva dan Mila pun bercerita panjang lebar terkait masalah tersebut. Keduanya memang menyukai kucing, jadi bercerita sambil bermain bersama makhluk menggemaskan itu lebih seru.

"Eh, jangan gigit, dong!" tegur Sheeva pada kucing.

"Jadi lo nabrak cowok tadi?" tanya sahabatnya.

"Iya, kaget banget. Dia nolak mau dibawa ke rumah sakit, katanya cuman lecet biasa nanti juga sembuh."

Mila tampak manggut-manggut sambil menyesap minuman dingin miliknya. "Udah tua, anak sekolah, atau gimana?"

"Kayaknya lebih tua dikit."

"Aduh, hati-hati jodoh!" ucap Mila santai. Dia memang biasa bergurau dengan sahabatnya itu.

Sheeva terkekeh mendengar penuturan Mila. Bisa-bisanya mempunyai sahabat random, menabrak pria seumuran di jalan malah diperingatkan terkait jodoh. Sheeva jadi berpikir, bagaimana kalau apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu menjadi kenyataan?

Tangan Sheeva melambai ke udara. "Alah, enggak mungkin." Berpikir bagaimana mungkin berjodoh, toh mereka hanya kebetulan saja bertemu. "Udah ah, mendingan kita nikmati semua hidangan ini. Khusus hari ini, gue yang traktir deh."

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!