Shooting

"Aargh! Kenapa sih Papa enggak bisa percaya sama gue? Padahal gue tuh enggak bohong, semua yang diucapkan benar adanya. Amaar itu udah selingkuh, tapi kenapa Papa tetap maksa gue nikah dengan cowok bajingan seperti dia?"

Menghempaskan punggung ke sandaran kursi penumpang dengan keras. "Hu ... terkadang gue heran sebetulnya apa sih yang Papa lihat dari dalam diri Amaar? Jika melihat dari tingkah laku, tampang, menurut gue B aja tuh bahkan ada yang lebih keren dari dia walaupun ...." Sheeva mengalihkan pandangan pada seorang pria yang duduk di balik kemudi. Matanya yang almond menatap Azam dengan tatapan memuja.

Entah kenapa Azam terlihat begitu memesona saat sedang fokus bekerja. Kedua alis tebal saling tertaut menandakan betapa seriusnya dia dalam bekerja dan Sheeva menyukai itu. Meskipun pekerjaan Azam hanya seorang sopir, tetapi pria itu bekerja dengan sepenuh hati.

'Andai Mas Azam lahir dari keluarga kaya, gue bisa jamin akan banyak perempuan yang mengidolakannya,' batin Sheeva sambil terus memandangi Azam dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Azam yang kebetulan sedang mengawasi keadaan belakang mobil dari kaca spion yang berada di tengah mobil (center mirror) memicingkan mata saat melihat majikannya sedang menatapnya sambil tersenyum tipis. Jantung pria itu berdebar tatkala maniknya yang coklat menyelami betapa indahnya sepasang mata almond jernih milik Sheeva. Sorot matanya yang teduh memberi kehangatan bagi siapa saja yang melihat.

Ingin rasanya terus menatap mata indah itu, tetapi Azam sadar sangat tidak pantas jika dia terus memandangi salah satu keindahan ciptaan Tuhan yang paling indah di muka bumi ini. Sheeva adalah majikannya sedangkan dia hanyalah seorang sopir. Oleh sebab itu, dia mencoba memalingkan wajah ke arah lain.

'Jangan lancang, Zam! Sadar diri siapa kamu sebenarnya.'

Berdehem sambil menatap lurus ke jalanan di depan sana. "Mbak Sheeva, bagaimana jika mampir sebentar ke SPBU? Saya khawatir bensinya tidak cukup untuk mengantarkan kita ke lokasi tujuan," ucap pria itu menahan debahan halus di dalam dada.

Sheeva tersadar dari lamunannya kemudian dengan cepat membuang wajah keluar jendela. 'Sialan, kenapa gue mesti terbuai oleh ketampanan Mas Azam. Gimana coba kalau dia sadar kalau tadi gue sedang diperhatikannya kemudian menganggap kalau gue adalah wanita gatal karena memandangi lawan jenis tanpa berkedip sedikit pun.' Gadis berusia dua puluh lima tahun itu merutuki kebodohannya. Tangan kanannya berkali-kali memukul kening dengan pelan.

Azam menggigit bibir dan menahan senyum agar tidak mengembang di sudut bibir. Sungguh, dia ingin sekali mencubit ujung hidung Sheeva yang mancung karena tingkahnya saat ini begitu menggemaskan. Namun, lagi dan lagi sebuah kenyataan bahwa Sheeva adalah majikannya membuat pria itu hanya mampu bermimpi di siang bolong dapat menyentuh permukaan lembut kulit sangw wanita.

"Terserah Mas Azam saja. Kalau mau ngisi bensin, minta diisi full tank sekalian biar enggak bolak-balik SPBU." Lalu Sheeva membuka dompet kemudian menyerahkan lembaran uang berwarna merah kepada Azam.

***

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih dua jam akhirnya Sheeva tiba di lokasi shooting yang berada di kawasan Puncak, Bogor. Hari ini dia akan mulai shooting FTV dan kebetulan tokoh yang diperankan merupakan gadis desa yang bekerja di sebuah perkebunan teh milik saudagar kaya di desanya. Agar dapat menjiwai perannya masing-masing, Imam meminta Sheeva serta rekan sesama artis datang ke lokasi perkebunan teh dan melakukan pengambilan adegan selama beberapa hari di tempat tersebut.

"Mas Azam, selama aku shooting, kalau misalkan merasa bosan nunggu di sini boleh kok keliling, melihat pemandangan sekitar. Kebetulan kita ada di daerah perkebunan sangat disayangkan kalau Mas enggak memanfaatkan kesempatan yang ada. Sayang banget loh keindahan alam di sini dianggurin begitu aja."

"Nah, kalau misalkan setelah Mas Azam berkeliling lalu merasa haus dan lapar, langsung bilang aja kepada asistenku, Asih. Selama aku shooting dia yang bertanggung jawab kepadamu." Sheeva menoleh ke arah Asih dan berkata, "Tolong layani Mas Azam dengan baik. Pesankan dia kopi, teh manis, mie rebus atau apa pun itu. Mengerti?"

Asih mengangguk patuh. "Mengerti, Mbak. Mbak Sheeva tenang aja saya akan melayani Mas Azam sama seperti melayanimu."

Sheeva yang telah mengenakan kostum ala gadis desa mengayunkan kakinya yang jenjang menuju set lokasi sesaat setelah mendengar pak Imam memberitahu bahwa pengambilan adegan akan segera dimulai. Lawan main Sheeva bernama Renata dan juga Rizky turut melangkah bersama menuju lapangan luas yang telah didekorasi sedemikian rupa.

Membawa sebuah pengeras suara yang biasa disebut dengan istilah toa, pak Imam berseru, "Sheeva, Renata dan Rizky, kalian siap di tempat masing-masing. Ingat dengan arahan yang saya sampaikan tadi."

"Baik, Pak Imam," sahut ketiganya hampir bersamaan. Maka shooting pun dimulai.

Azam duduk di sebuah kursi panjang terbuat dari kayu. Pria itu memperhatikan bagaimana kemahiran Sheeva kala berakting di depan semua orang. Tak ada sedikit pun rasa grogi datang menghampiri si gadis cantik bermata almond. Ekspresi wajah, gerak tubuh serta intonasi suara berjalan secara selaras.

Benda pipih berukuran 6.5 inci bergetar membuat Azam mengalihkan perhatiannya ke arah di mana dia menyimpan gawai tersebut. Kedua alis saling tertaut satu sama lain kala melihat siapakah gerangan yang tengah menghubunginya saat ini.

"Mbak Asih, saya angkat telepon dulu," ucap Azam seraya bangkit dan undur diri dari hadapan asisten pribadi Sheeva.

Azam berjalan perlahan hingga tak menimbulkan suara, dia takut jika langkah kaki terdengar akan mempengaruhi konsentrasi para artis yang tengah berusaha mengingat dialog dari adegan yang sedang diperankan.

Mengeluarkan telepon genggam miliknya dari dalam saku celana lalu menempelkannya di telinga. "Halo! Baik, aku mengerti."

Tak lama kemudian sambungan telepon terputus dan Azam memutuskan kembali ke tempatnya semula. Dia masih ingin menyaksikan akting Sheeva pada salah satu judul FTV yang akan segera tayang di salah satu stasiun televisi tanah air.

Pria kelahiran tiga puluh tahun lalu masih menggenggam gawai di tangan sebelah kanan. Tatapan mata Azam fokus pada layar ponsel. Entah apa yang sedang dia baca, tetapi sepertinya sangat serius terlihat sekali dari kedua alis yang tertaut satu sama lain.

Terlalu asyik memainkan gawai, membuat Azam tak menyadari jika dari arah berlawanan muncul sosok wanita muda membawa secangkir teh manis hangat di tangan sebelah kanan. Wanita itu berjalan setengah berlari dengan tergesa-gesa. Jalanan licin karena semalam daerah tersebut diguyur hujan membuat dia kehilangan keseimbangan hingga menyebabkan tubuhnya oleng dan tanpa sengaja menabrak dada bidang Azam.

"Kya, panas!" teriak wanita muda itu histeris.

...***...

Terpopuler

Comments

Baek chanhun

Baek chanhun

lanjutkan mbak 💪😍👍🙏🏻

2023-05-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!