Kanaya kembali berjalan sampai ke loby sembari mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang menelfonnya beberapa saat lalu. Setelah dirinya salah mengira pria tampan yang tersenyum padanya ternyata orang lain. Naya masih menunggu di loby dengan wajah cemberutnya namun perhatiannya teralihkan ketika benda pipih di tangannya bergetar. Sebuah pesan masuk dari pria itu di aplikasi chatnya, ia membuka pesan dengan mencebikan bibirnya.
Kaka tampan
Sorry, aku langsung pergi, ada urusan mendadak. Nanti aku mampir lagi.
Me
Iya kak gapapa, tapi lain kali beneran mampir ya.
" Ish...ngeselin,maen pergi aja! " Gerutunya sembari menatap layar ponselnya. Naya menghela napas pelan, memang sesibuk apa sih orang ini, sampai bertemu sebentar saja terasa begitu sulit, batinya.
Naya membalikan tubuhnya untuk kembali berjalan menuju lift seraya memasukan benda pipih itu kedalam saku celananya. Baru saja ia melangkahkan kakinya, ia mendengar suara yang tidak asing di pendengarannya, Naya menoleh ke arah sumber suara, dan ternyata itu suara Ray dan Edo yang sedang berjalan ke arahnya.
Naya mempercepat langkahnya untuk mencapai lift. Tapi, sialnya ketika lift itu hampir tertutup sebuah sepatu mengganjal hingga membuat lift itu kembali terbuka. Terlihat seseorang berdiri di hadapannya dengan menatapnya tajam hingga membuat Naya mematung di tempat.
" Woy, jangan bengong di pintu! "
Edo menggeser posisi Ray dan melangkah masuk. Tapi, tidak di sangka ia malah melihat gadis yang beberapa hari ini membuat sahabatnya gelisah ada di hadapannya. " Kanaya " ucap Edo spontan.
Naya tersenyum kaku seraya bergeser ke samping begitu Ray dan Edo masuk ke dalam lift, jujur saja ia masih trauma akibat kejadian malam itu. Ray terlihat begitu menyeramkan saat memukuli pria brengsek yang hampir saja melecehkan dirinya, dan itu semua karena Ray meninggalkannya sendirian. Dan berkahir dengan Ayrin yang mengantarnya pulang.
Hanya ada mereka bertiga di dalam lift, membuat Naya canggung berada di antara Ray dan Edo. Sedangkan Ray berdiri di samping Edo tanpa berbicara sedikit pun.
" Lo ngapain disini? si mony*t ampe sawan nyariin Lo "
Ujarnya terkekeh sembari menunjuk Ray dengan dagunya, mengingat beberapa hari kemarin Ray seperti zombie semenjak Naya tidak datang kerumah Ray. Namun sesaat kemudian Edo mendapat toyoran di kepalanya.
" T**, pala gue di fitrahin nih! " Ucapnya tergelak sembari mengusap kepalanya.
" A...aku numpang tinggal di tempat Ayrin " jelasnya terbata dengan tersenyum tipis.
Edo hanya mengangguk, meski ia sebenarnya penasaran kenapa Ayrin mau menampung Kanaya tinggal di apartemennya, padahal Ayrin tidak mengenal Kanaya. Tapi, Edo hanya bisa terdiam setelah mendapat tatapan tajam dari Ray karena Edo tau saat ini Ray dalam mode serius.
Ray menggeser posisinya agar lebih dekat dengan Naya untuk menjangkau pandangannya. Ray masih menatapnya tajam hingga membuat Naya bergeser ke pojokan untuk menghindari tatapan Ray. Tapi, sepertinya sia-sia, tangan kokoh Ray lebih dulu mendarat di kedua sisi bahu Naya untuk mengunci pergerakannya. Dengan jarak yang begitu dekat hingga Naya merasakan hembusan nafas Ray di pucuk kepalanya.
" K..kamu ma..mau ngapain? "
Ucapnya terbata karena merasa terpojok.
" Kenapa Lo ngehindarin gue!? "
Tanya Ray dengan wajah tanpa ekspresi dan sorot mata yang mengintimidasi.
Edo hanya melirik sekilas dari ekor matanya sembari terkekeh geli melihat tingkah sahabatnya, lalu kembali fokus memainkan benda pipih itu di tangannya.
" Siapa yang menghindar, kebetulan aja aku ketemu sama Ayrin, terus dia ngajak aku tinggal bareng " Jelasnya dengan nada sedikit bergetar.
Naya merasa waktu begitu lama berputar karena lift itu terus menanjak naik tanpa berhenti sebentar saja. Ia merasa gemetar hingga keringat dingin membasahi dahinya.
Ray merubah posisinya bersandar pada dinding lift dan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya seraya menoleh ke arah Naya. " Ga usah takut, gue ga bakal ngapa ngapain lo! "
Pandangan Ray teralihkan begitu pintu lift terbuka dan langsung menggenggam jemari Naya untuk ikut dengannya.
Sementara Edo kembali turun ke lantai bawah, ia tidak ingin mengganggu waktu untuk sahabatnya menjelaskan pada gadis itu.
Naya berlari kecil mengimbangi langkah lebar Ray, hingga membuatnya nyaris terjatuh beberapa kali. Naya memperhatikan sekelilingnya, ia tidak tau akan di bawa kemana oleh pria arogan ini.
" Kita mau kemana? " Naya memberanikan diri bertanya dengan menatap wajah Ray, tingginya yang berbeda membuat Naya sulit menjangkau pandangannya.
Tidak ada jawaban dari pria di sebelahnya ini seperti bisu mendadak. Hingga langkahnya memelan ketika sampai di depan pintu coklat. Pintu itu terbuka setelah Ray menekan beberapa digit angka.
" Masuk! "
Titah Ray karena gadis di hadapannya ini tidak bergerser sedikitpun dari posisinya. Ia tau gadis itu pasti takut padanya maka dari itu Ray menjaga jarak dan memilih berjalan menuju balkon.
Naya merasa ragu karena hanya ada mereka berdua di tempat itu. Tapi, ia memberanikan diri untuk melangkah masuk " Kita ngapain kesini "
Naya berdiri di samping Ray yang sedang menatap jalanan kota dari atas balkon, sepertinya Ray memang tidak berniat macam macam padanya, Naya mendekati pagar balkon mengikuti arah pandang Ray.
" Maafin gue "
Lirihnya, tanpa mengalihkan pandangannya. Ia merasa bersalah atas kejadian malam itu, seandainya ia tidak datang tepat waktu saat itu, mengkin lebih buruk dari yang ia bayangkan. dan itu membuat jantung Ray terasa seperti di remas, sesak hingga rasanya sulit untuk bernafas. Harusnya malam itu ia patahkan saja leher ******** itu.
Naya menoleh ke samping setelah mendengar perkataan Ray. " Bukan salah kamu sepenuhnya kok " ujarnya menjelaskan. Karena disini bukan hanya Ray yang bersalah tapi juga cowo brengsek itu.
Ray mengubah posisinya mengahadap Naya, menatap gadis itu lekat setelah beberapa hari ini ia tidak melihatnya. " Kenapa Lo bisa sama Ayrin? "
Ray tidak yakin jika Ayrin membantu Naya tanpa ada maksud lain, karena Ray tau siapa Ayrin. Ayrin selalu punya cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk memanfaatkan orang lain.
" Aku ketemu di jalan, waktu aku cari kontrakan " Naya menghela napasnya pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. " Yuni ngusir aku setelah Bu Imah meninggal " Naya berucap sembari menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Tapi sepertinya bulir bening itu menjalankan perannya dengan baik, terlihat ujung mata Naya mulai basah.
Ray mengepalkan tangannya dan memukul pagar besi itu dengan keras. " Brengsek ! "
Ingin rasanya Ray memeluk gadis di hadapannya ini, ia ingin sekali melindungi Kanaya, gadis yang sudah membuat hatinya gelisah. Ia tidak akan membiarkan siapapun menyakiti gadis ini, termasuk dirinya sendiri. Perasaan macam apa ini .
🍁🍁🍁
jangan di liatin doang Ray, peluk dong 😂
jangan lupa tinggalin jejak kak, like ,komen, votenya, banyakin. 😌
sampai jumpa di next chapter 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Elly Watty
apakah ka2k tampannya Kanaya tuh si Raka?
2023-05-02
0
Sri Wahyuni
dibikin romantis donk Thor jgn ditindas terus kanayanya mati DECH ntar😢
2021-12-10
1
MandaNya Boy Arbeto❤️
issss Abang kagak peka ih..
perasaan lope lope lah bang .. apalagi cb😂🤭
2021-11-21
1