BRAAAKKK!!!
Edo menoleh sekilas saat mendengar hantaman keras pada pintu utama. Lalu cowok itu terlihat kembali menikmati game yang berada di layar ponselnya. Siapa lagi yang bisa bertingkah abnormal seperti itu selain Ray?
Hal yang paling wajar menurut Edo adalah Ray datang dengan kemarahan seolah menjadi ciri khas pria itu. Mungkin bagi sebagian orang yang memiliki kemampuan lebih pasti bisa melihat Ray yang selalu mengeluarkan aura hitam.
"Fucker!"
Yaps, benar perkiraan Edo karena sekarang Ray sudah menghempaskan tubuh tingginya ke atas sofa single yang tak jauh darinya.
Jika manusia pada umumnya akan bertanya, kenapa? Tapi sepertinya Edo lebih memilih fokus menatap layar ponsel nya dan menganggap Ray seperti makhluk tak kasat mata.
"She really makes me mad, fucking shit!"
Kalimat kasar? Itu bukan kalimat kasar, melainkan kata kata indah yang selalu terlontar dari bibir sensual Ray. So what?
Sampai kaki Ray menendang meja kaca itu dengan kasar sehingga membuat meja itu terjengkang nyaris retak. Dan inilah alasan kenapa Ray membutuhkan pembantu karena setiap menahan emosi ia akan menghancurkan barang di rumahnya dan berakhir dengan Raka yang mengganti semua barang itu.
"Anj***ing!!" umpat Edo yang terkejut dengan menaikan kakinya ke atas sofa tanpa mengalihkan pandangannya karena terlalu fokus dengan game yang ada di layar ponselnya.
"Raka masih belum balik, gak bisa gitu langsung matiin aja tu anak? dari pada lo ngancurin isi rumah."
Ck! Sekarang isi rumah lebih berharga dari dari nyawa orang? Hebat!
"Ngapain lo kesini?"
"Numpang bentar" jawab Edo acuh.
Setelah beberapa saat setelah Edo menyelesaikan permainannya. Ia melirik Ray sejenak pria itu terlihat sangat menyedihkan. Untungnya wajah tampan masih menyelamatkannya.
Edo menghela nafas "napa lo?"
Mengenal Ray dari kecil membuat Edo tahu sifat Ray. Bisa jadi, Ray adalah satu satunya pria yang paling irit bicara di muka bumi. Dan dia tak akan berbicara tanpa di minta. Melihat kegusaran Ray membuat Edo sedikit penasaran.
Edo menghela nafas karena sepertinya Ray masih bungkam. Lalu saat Edo memutuskan untuk beranjak.
"Gue benci orang yang selalu ikut campur urusan gue"
"Cewek tadi pagi?" Melihat kediaman Ray membuat Edo melanjutkan kalimatnya "Napa sensi banget si lo? kaya nenek nenek lagi PMS aja. Biasa juga lo nemu jenis manusia kaya gitu"
"Lagian lo juga kenapa harus semarah itu, taii".
"Dua kali!!"
Edo terdiam saat mendengar kata 'dua kali' dari Ray, mungkin berbicara pada Ray harus mempunyai pikiran tinggi sampai menembus awan karena pria itu terlalu pelit untuk mengeluarkan kata kata.
"Dia gangguin lo lagi?" tanya Edo.
"Mending lu coba rukiah deh, mungkin aja setan setan dalam diri lo bisa keluar"
Karena menurut akal waras Edo gadis itu tak akan mau menganggu Ray jika pria itu tidak menyakiti orang lain. Walaupun Ray selalu punya alasan tepat untuk membunuh orang. Tapi, tetap saja kekerasan itu tidak baik bukan?
Ray tak mengindahkan perkataan Edo, Ray berdiri dan berjalan malas ke arah tangga sebelum menendang sofa single yang sempat menganggu jalanya.
"Lu keluar... jangan lupa kunci pintu!"
"anj**irr! jadi gue setanya? Bang**t lo!"
Sebuah bantal melayang tepat di belakang kepala Ray. Dirinya hanya bersikap acuh kembali melangkahkan kaki panjangnya menaiki tiap anak tangga.
🍁🍁🍁
Kanaya terdiam di bawah sinar rembulan yang bersembunyi di balik awan malam. Gadis itu memilih kembali berjalan dan melupakan seorang pria kasar yang baru saja ia temui.
Namun langkahnya terhenti karena pancaran yang berasal dari motor di belakang. Serta klakson yang memekakkan telinga juga ikut ambil peran.
"Nay… Naya".
Mendengar namanya dipanggil Naya pun menoleh kearah sumber suara. Ternyata sepasang anak manusia berhenti tepat di sampingnya.
"Woy ngapain lo jalan sendirian?" Tanya Yuni sahabatnya.
"Abis beli telor tapi pecah, tadi jatoh di jalan, ini mau beli lagi"
"Bahaya Nay. Kamu harusnya gak usah lewat sini. Lewat seberang sana aja, disini rawan" kini cowok yang berada di depan Yuni ikut ambil suara.
"Ih yank...napa si lo lembut banget ngomong ama Naya?"
"Gue perlakuin orang gimana orang itu perlakuin gue"
Naya tahu pertengkaran kecil itu tidak akan berhenti sampai salah satu dari mereka mengalah seperti yang Naya tahu. Yuni dan Jino bukanlah pasangan semacam itu, jadi Naya memilih melanjutkan langkahnya.
"Woy!! kok lo main pergi aja sih?" sergah Yuni.
"Kalian lagi pacaran. Aku gak enak ganggunya" Naya sedikit salah tingkah.
"Yuk bareng aja Nay."
"Terus gue gima--" Jino mengusap kasar wajah Yuni dengan telapak tanganya.
"Taktik beg*, untung lo cewek gue kalo bukan udah gue tinggal lo"
"Ih... jadi lo gak sayang sama gue lagi"
Naya hanya bisa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Aku mau ke warung depan sana dulu" Ucap Naya sembari menunjuk warung yang tak jauh dari sana.
"Kalian pulang aja, dari sanakan juga udah aman ko."
"Tapi masih jauh Nay" ucap Jino, tapi Naya hanya melambai kan tangan sambil berlalu tanda dia tak ingin berdebat lagi.
🍁🍁🍁
Matahari sudah menampakkan wajah nya namun Ray masih bergelut di balik selimut tebal nya menutup wajah dengan bantal, dirinya enggan beranjak dari tempat itu. Seakan ada sesuatu yang mengganjal di fikiran nya, bayangan kejadian semalam masih membuatnya sedikit kesal.
Jika saja semalam gadis itu tidak menghentikan dirinya, mungkin sekarang para preman itu sudah berada di neraka, dan tentu nya dia harus berurusan dengan para penegak hukum.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Den Ray, sarapan nya sudah siap. "
Ucap bi imah asisten rumah tangga.
"Iya bi" Ray bersandar pada punggung ranjang dan menyambar benda pipih yang ada di atas nakas, kemudian menekan tombol hijau setelah nama Raka tertera di layar ponsel nya.
"Ada apa?" nada malas dan tidak bersahabat terdengar begitu panggilan tersambung.
" Kapan lo balik? "
"Kenapa? lo bikin masalah lagi?"
"Ayah nyuruh gue balik ke rumah."
"Gue masih banyak urusan disini, nanti gue kabarin lagi."
" Shit! ", umpat nya seraya melempar benda pipih itu secara asal. Karna lagi lagi Raka memutuskan telfon sepihak, meskipun begitu hanya Raka yang peduli dan mengerti sikap Ray yang kadang di luar akal sehat. Terlebih saat Ray memilih angkat kaki dari rumah ayahnya.
Ray berjalan keluar menuruni tangga menuju ruang makan setelah dirinya selesai bersiap siap berangkat ke kampus. Tapi, ia tak sengaja melihat sang asisten rumah tangganya hampir terjatuh, dengan sigap Ray menahan tubuh wanita paru baya itu yang hampir saja menyentuh lantai.
"Bibi sakit? Pucet banget mukanya" tanya Ray seraya mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Ya, Ray memang kasar tapi dia menghormati orang yang lebih tua darinya, meskipun hanya seorang asisten rumah tangga.
"Cuma masuk angin Den, nanti juga sembuh " jawabnya sungkan.
"Kalo sakit libur aja bi, ga papa " tawar Ray sambil menyuapkan nasi goreng ke dalam mulut nya.
namun asisten rumah tangga itu hanya tersenyum canggung dan mengangguk pelan, ia merasa tidak enak.
KANAYA
mari kenalan dulu kaka biar makin sayang😂
kalau udah kenal tinggalin jejaknya ya kak, like, komen, dan vote .😂
sampai ketemu lagi di chapter selanjutnya, 😎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
visual nya cantik dan ganteng👍🥰
2023-08-20
0
Etik Widarwati Dtt Wtda
cantik
2022-12-17
0
🌷mei aja.🌹
kanaya imut bnget....
2022-03-28
0