Shit!!
Ray membating ponselnya ke sofa yang ada di hadapannya setelah ia membaca pesan dari seseorang.
" Breng**k "
Ray meremas rambutnya hingga mencuat, seseorang di sebrang sana sedang memancing emosi Ray hingga umpatan tak luput dari bibir tipisnya.
Demam semalam sepertinya tidak membuat setan yang ada di tubuh Ray berkurang. Nyatanya pagi ini bibir tipis itu masih mengabsen kata kata kasar. Begitulah cara pria tampan itu melampiaskan kekesalannya.
Seseorang yang mengirim pesan adalah Martin. Rupanya pria paruh baya itu tak pernah bosan memancing emosi Ray, duplikat dirinya. Martin masih mencoba membujuk anak bungsunya itu agar mau berdamai dengan dirinya. Membujuk? Bukan! lebih tepatnya memaksa.
Ray sangat membenci pertemuannya dengan pria tua itu yang hanya bisa terselesaikan dengan kekerasan. Terakhir kali ia bertemu, Martin menghajarnya habis habisan tanpa belas kasih, hanya karena ia tidak Sudi memanggil wanita ****** itu dengan sebutan 'mama'.
Terdengar suara pintu gerbang terbuka membuyarkan lamunannya. Dibalik pagar hitam yang berdiri kokoh, mobil hitam buatan Eropa itu menerobos masuk dan sudah terparkir apik di pelataran rumah Ray.
Mendapat kabar dari orang suruhannya bahwa Ray sedang sakit membuat Martin mengambil kesempatan untuk mengunjungi anak bungsunya itu. Mungkin ini waktunya untuk dirinya mengalah dan berdamai dengan duplikat dirinya itu.
Orang suruhan Martin sudah menyadap kamar yang di tempati Ray, sehingga ia tau apa saja yang di bicarakan oleh penghuni kamar itu.
Martin turun dari mobil mewahnya setelah supir membukakan pintu bagian belakang. Martin keluar dari mobil dengan memakai stelan jas mahal yang melekat di tubuhnya hingga membuat penampilannya terkesan perfectionis bagi yang melihatnya.
Martin berjalan memasuki teras dan membuka pintu itu tanpa mengetuknya, jelas tau pasti Ray tidak akan mau repot-repot membukakan pintu untuknya.
" Ayah dengar kamu sakit ? "
Pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Martin setelah ia berhadapan dengan Ray di ruang tengah.
Kehadiran Martin sedikit merobohkan benteng kebencian di Antara mereka. Ternyata ayahnya yang arogan masih memperdulikan keadaannya. Tapi, sayangnya Ray tak mau semudah itu luluh dengan kata kata Martin.
" Aku baik baik aja, seperti yang ayah lihat! " jawab Ray ketus dengan tanpa menatap wajah Martin hingga Ray bertanya yang kedua kali " Ada perlu apa ayah datang kesini ? "
Ray mencoba menahan emosinya dengan mengalihkan pandangannya menatap langit-langit, ia tidak bisa jika bertatap mata dengan ayahnya. Jangan ditanya, Ray adalah manusia dengan tingkat kepedulian sangat tipis di muka bumi.
Martin menghela napas pelan mendengar jawaban dari anak bungsunya itu, entah sampai kapan kebencian itu bisa di hapuskan. Apakah harus menunggu dirinya di kubur di liang lahat baru anak keras kepala itu mau memaafkan dirinya.
" Ayah datang kesini tentu untuk menjenguk kamu " Martin mencoba mengalahkan egonya demi bisa berbicara dengan Ray.
" Masih inget punya anak? Kirain udah lupa! " Ucap Ray dengan senyum menyeringai dan menatap mata Martin yang terkesan menantang.
" Jaga ucapanmu, saya masih ayah kamu!" Martin beranjak dari duduknya dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
" Ayah kira dengan kamu keluar dari rumah bisa membuat kamu bersikap lebih dewasa. Ternyata begini hasil didikan ibumu, menjadi anak pembangkang! " intonasi suara Martin mulai meninggi.
" Jangan pernah bawa-bawa ibu, aku bersikap seperti ini karena ayah menikah dengan wanita muraha..."
Plak!
tamparan keras mendarat di wajah tampan Ray hingga menyisakan luka robek di sudut bibirnya dan darah segar mengalir disana.
Perkataan Ray sepertinya sudah mematik api di atas bensin hingga membuat Martin tersulut emosi.
Ray tersenyum miris seraya mengelap sudut bibirnya yang robek, ini bukan yang pertama kalinya buat Ray, dan inilah yang membuat Ray malas bertemu pria tua itu.
" Udah selesai? Ayah boleh pulang, Aku mau istirahat! "
"Ray! "
Martin mengepalkan tangannya menahan emosi seraya berjalan keluar meninggalkan Ray yang terduduk lesu di sofa. Ia lebih baik pergi jika ia terus berada disana sudah dapat di pastikan Ray akan berakhir dengan tergeletak di rumah sakit. Meskipun usia Martin tidak lagi muda tapi tidak mengurangi tekhnik bela diri yang ia miliki.
belum lama Martin keluar dari rumah Ray, Naya langsung menghampiri Ray setelah mobi mobil Martin pergi meninggalkan pelataran rumah Ray. Sedari tadi ia hanya bisa melihat dari balik pintu dapur tanpa bisa membantu, apalagi memisahkan mereka berdua.
" Kamu luka, sakit ya? " Naya mendudukkan dirinya di sebelah Ray seraya menyentuh bibir Ray yang robek bekas tamparan Martin.
" Menurut Lo! "
" Sakit "
timpal Naya dengan wajah polosnya.
" Terus kenapa nanya! " jawab Ray ketus dan kemudian merebahkan tubuhnya di punggung sofa untuk meredakan emosinya akibat perlakuan Martin barusan.
" Aku ambil kompres dulu,biar aku obatin ! "
Naya beranjak dari duduknya tapi tangan Ray lebih dulu mendarat di pergelangan tangan Naya untuk mengehentikan langkahnya.
" Ga perlu! "
ucapnya ketus sembari menarik tangan Naya hingga terduduk lagi di posisinya semula, dan hal itu membuat Naya mengerjap bingung.
" Kenapa? "
Bukannya menjawab pria tampan di depannya ini malah merebahkan kepalanya di pangkuan Naya tanpa izin dan langsung memejamkan matanya.
" Gue cuma butuh Lo disini! " ucapnya dengan masih memejamkan matanya.
" Aku ? "
Tanya Naya bingung sembari menunjuk dirinya sendiri.
" Kenapa mesti ak..."
Syuttt!
Ray mendaratkan jati telunjuknya agar Naya berenti bertanya.
" Kepala gue tambah pusing denger Lo ngomong! Gue mau tidur "
ujarnya dengan masih berada di pangkuan Naya, dan posisi ini jujur saja membuat Naya merasa geli. Tapi, karena keadaan pria mesum ini yang sedang tidak baik sepertinya Naya harus sedikit mengalah. Ia tidak ingin mati muda dengan membangunkan singa yang sedang tidur.
tangannya terangkat untuk mengusap pelan luka di sudut bibir Ray dengan tisu. Tapi, pria tampan ini sepertinya memang sengaja mencari kesempatan dalam kesakitannya. Ray justru menuntun tangan Naya untuk mengusap rambutnya. CK! modus.
Sementara Martin masih berkutat dengan fikiranya, ia merasa bersalah karena sudah melakukan hal itu, menampar wajah Ray. Dia menyesali kebodohannya yang mungkin akan membuat Ray semakin benci padanya. Hampir saja Martin mengulang kesalahannya di masa lalu. Dimana dia pernah membuat Ray koma dan di rawat di rumah sakit selama satu bulan akibat perbuatannya. Ia berharap suatu saat nanti Ray dapat memahami tindakan Martin.
🍁🍁🍁
jangan bosen mampir kak,,temenin aku terus ya 😂
tinggalin jejaknya biar aku ingat terus sama kalian.
sampai jumpa next chapter 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
Ray lagi pengen di manja ya... pengen di perhatiin jg 😁😆
2023-09-09
0
Etik Widarwati Dtt Wtda
hidup yg kerass
2022-12-17
0
Sri Widjiastuti
kok bisa sihh p martyin... sampe segitunyya
2022-09-01
0