Malam semakin larut, Alya dan Evan sudah berada di atas ranjang. Keduanya berada dalam posisi telentang. Mata mereka menatap langit kamar. Lampu di kamar sudah mati, pencahayaan di dalam kamar hanya berasal dari lampu di teras yang masuk melalui sela-sela gorden.
“Aku sudah melamar pekerjaan di kampus tempat Gelar mengajar. Tapi baru bulan depan aku mulai mengajar. Itu pun hanya sebagai dosen luar biasa, gajinya tidak besar. Sekarang aku membantu bang Fariz di resto, akuntannya sedang cuti bulan madu.”
“Syukurlah.”
“Aku lihat di lemari, kamu punya beberapa gamis dan juga hijab. Apa kamu mau berhijab?”
“Ehmm.. tapi aku belum tahu kapan.”
“Kenapa?”
“Bu Cheryl tidak mengijinkan karyawannya berhijab. Aku masih butuh bekerja di sana. Cari kerja dengan ijazah SMA sepertiku cukup sulit. Kalau aku sudah dapat pekerjaan baru yang memperbolehkan karyawannya berhijab, baru aku akan menutup aurat.”
“Aku akan mencari pekerjaan yang layak, supaya kamu bisa keluar dari sana dan kamu bisa mewujudkan keinginanmu.”
“Terima kasih.”
Untuk sesaat suasana menjadi hening. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Pelan-pelan Alya merubah posisinya, seperti biasa dia membelakangi suaminya. Sedangkan Evan masih bertahan di posisinya, kemudian dia pun memposisikan diri membelakangi Alya. Namun tak lama kemudian dia berbalik, perlahan dia beringsut mendekati Alya lalu memeluk pinggangnya.
DEG
Degup jantung Alya langsung berdetak tak karuan saat Evan memeluknya dari belakang. Tubuh Alya menegang, jantungnya masih terus berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang. Sama seperti Alya, jantung Evan pun tak kalah hebohnya. Tapi sebagai laki-laki, dia harus mengambil langkah lebih dulu. Pernikahan mereka tidak akan berkembang kalau tidak ada yang mau mengalah dan memulai lebih dulu. Evan pun memilih melakukan sentuhan lebih dulu, ini juga menguntungkan untuknya.
Mata Alya masih belum terpejam, pelukan Evan di pinggangnya justru seperti kafein yang menahan kantuknya. Tengkuknya dapat merasakan hembusan nafas Evan. Bukan hanya berdebar, kini bulu di tubuhnya mulai berdiri tanpa dikomando.
“Apa kamu kedinginan?” tanya Evan yang merasakan ada perubahan di kulit Alya.
“Ng.. ngga..”
Evan meraba kulit tangan Alya yang malam itu mengenakan piyama lengan pendek. Jantung Alya semakin dibuat dag dig dug dengan sentuhan suaminya. Evan melepaskan pelukannya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Dia kembali memposisikan dirinya seperti tadi. Memeluk istrinya dari belakang.
“Tidurlah,” bisik Evan.
Perlahan pria itu memejamkan matanya, begitu pula dengan Alya. Tubuhnya yang semula menegang, perlahan mulai rileks. Sekarang dia mulai menikmati pelukan sang suami di tubuhnya.
☘️☘️☘️
Evan terbangun ketika merasakan hembusan nafas hangat di wajahnya. Matanya yang semula sayu mulai terbuka lebar ketika melihat wajah cantik yang tertidur dengan damainya. Posisi Alya yang awalnya membelakangi, kini sudah berhadapan dengannya. Tangan Evan juga masih melingkari pinggang istrinya.
Cukup lama Evan menikmati wajah cantik yang sedang terpejam itu. Dalam hatinya memuji kecantikan sang istri yang begitu alami tanpa polesan make up. Bahkan di saat tidur pun kecantikannya tidak luntur. Mengingat semua yang dialaminya akhir-akhir ini, Evan bersyukur telah masuk dalam jebakan ayah dan juga kakak-kakaknya. Kini dirinya sudah didampingi bidadari cantik.
Jari Evan bergerak menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantik istrinya. Tuhan memang Sang pembolak-balik hati. Di usia pernikahannya yang baru beberapa hari, hatinya sudah mulai terketuk. Melihat Alya yang cantik, rajin, taat beribadah dan di luar sikapnya yang terkadang membuatnya naik darah, dengan mudah membuat hati Evan luluh.
Evan mendekatkan wajahnya kemudian mengecup kening Alya. Ini adalah kali keduanya mencium istrinya itu. Nampak Alya menggeliat sebentar, namun kembali nyenyak dalam tidurnya. Segurat senyum tercetak di wajah Evan. Sang istri nampak begitu nyenyak tidur dalam pelukannya. Kembali dia mencium kening istrinya itu.
Sayup-sayup terdengar suara adzan, sejak terbangun tadi sampai shubuh menjelang, Evan tanpa bosan terus melihat wajah istrinya. Pelan-pelan Evan melepaskan pelukannya, karena tak ingin membuat istrinya terbangun. Tidak apa dia bangun sedikit telat, karena sedang berhalangan shalat. Perlahan Evan beringsut bangun dari ranjang. Pria itu juga membuka pintu dengan gerakan pelan, lalu bergegas ke kamar mandi.
Alya membuka matanya, mengerjap-ngerjapkannya sebentar, lalu melihat jam yang tergantung di dinding. Gadis itu terlonjak ketika melihat waktu sudah menunjukkan pukul lima lebih lima belas menit. Sontak dia melihat ke samping, ternyata Evan sudah tidak ada di sisinya. Alya segera bangun dari tidurnya, disambarnya handuk, lalu segera masuk ke dalamnya.
Evan masuk ke dalam rumah, setelah menunaikan shalat shubuh berjamaah. Dia membuka sarungnya di ruang depan. Pria itu tidak langsung masuk ke kamarnya, karena takut membangunkan Alya. Setelah meletakkan sarung di sofa, Evan segera menuju ke kamar mandi. Dengan cepat dia membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak terkunci.
Alya yang baru saja menanggalkan semua pakaiannya terkejut saat pintu kamar mandi terbuka. Gadis itu hanya terpaku di tempatnya. Begitu juga dengan Evan, dia tidak menyangka kalau Alya sudah bangun dan ada di kamar mandi. Untuk sesaat matanya memandangi tubuh polos istrinya yang tidak tertutup benang sehelai pun.
“Aaaaaaa!!”
Teriakan Alya sontak menarik kembali kesadaran Evan. Dengan cepat pria itu menutup pintu kamar mandi. Dia bersandar di dinding dekat pintu sambil memegangi dadanya yang berdebar kencang. Evan seperti baru saja berpetualang menjadi ninja Hatori. Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudra. Bersama teman berpetualang. Tempat yang baru belum terjamah.
“Haaiisshhh..”
Evan berteriak kesal, pagi-pagi otaknya sudah dibuat traveling gara-gara melihat tubuh indah nan mulus milik istrinya. Pria itu melirik ke bagian bawahnya yang mulai menyembul gara-gara melihat gunung kembar dan lembah sempit. Buru-buru Evan masuk ke dalam kamarnya. Dia mengambil training lalu memakainya. Selesai berpakaian, pria itu keluar kamar, lalu mengenakan sepatu olahraganya. Evan memilih berolahraga untuk menyingkirkan pikiran mesumnya. Walau Alya sudah halal untuknya, namun lembah sang istri sedang banjir, jadi tidak bisa disambangi.
“Pagi mas Evan,” sapa bu Salma ketika melihat Evan keluar dari rumah.
“Pagi, bu ibu,” Evan menyapa semua ibu yang sedang berbelanja sayuran di gerobak mang Maman.
“Mas Evan, yang kemarin itu siapa?” tanya Tuti.
Seperti biasa, wanita bertubuh tambun itu tidak bisa menahan kekepoannya. Mungkin itu naluri alami Tuti yang cita-citanya saat muda tidak kesampaian, menjadi reporter gossip. Wati yang tidak kalah kepo, membuka telinga lebar-lebar. Hanya bu Salma dan dua orang lainnya yang masih diam dan tidak mengerti arah pembicaraan Tuti.
“Oh.. yang kemarin itu teman saya. Dia emang agak geser otaknya. Dia lagi latihan akting jadi pelakor, tapi terlalu menjiwai banget,” jawab Evan asal.
“Menjiwai banget ya. Sampe kena tampar Alya, mana kencang banget,” tanpa sadar Tuti mengusap pipinya yang tembem.
“Hahaha.. ya gitu deh, bu. Emang agak sinting bin stress, soalnya gagal casting terus.”
“Oalah artis gagal, toh.”
Evan hanya melemparkan cengirannya. Dia segera berpamitan pada yang lain, lalu segera memulai aktivitas olahraga paginya. Sepeninggal Evan, ibu-ibu itu kembali berbelanja. Bu Tuti mulai menceritakan kejadian heboh kemarin sore. Wanita itu antara percaya tidak percaya dengan penjelasan Evan.
Alya yang baru selesai mandi dan berpakaian, bergegas menuju tukang sayur yang masih betah ngetem di depan rumah Tuti. Selain dagangannya terus dibeli oleh ibu-ibu yang ada di blok ini, dia juga bisa mendengar gossip terbaru di kompleks ini. Alya segera mendekati gerobak tukang sayur keliling itu.
“Eh Alya.. kemarin itu siapa sih?” tanya Tuti. Kini dia ingin mendapat penjelasan dari Alya. Biar seperti wartawan, informasi harus didapat secara cover both side.
“Itu.. temannya mas Evan.”
“Berarti benar yang mas Evan bilang.”
“Emang mas Evan bilang apa?”
“Temannya itu stress. Dia lagi latihan akting jadi pelakor. Karena gagal casting terus, dia sampai menjiwai gitu ya aktingnya.”
Hanya cengiran saja yang diberikan Alya. Dia tak ingin memperpanjang masalah, dan membiarkan para tetangganya percaya apa yang dikatakan Evan. Gadis itu mulai serius memilih belanjaannya.
“Neng Alya mau masak apa sekarang?” tanya Endang, ibu yang paling senior dalam hal umur.
“Euungg.. masih bingung. Masak apa ya.”
“Sayur kacang merah aja, neng. Awet.. makin diangetin, makin enak, hihihi….”
“Saya alergi kacang, bu.”
“Oalah.. tapi mas Evan ngga alergi kacang kan?”
“Ngga, kayanya bu.”
“Ya pasti mas Evan ngga alergi kacang, malah demen banget. Apalagi kacangnya Alya, hihihi..”
Memerah wajah Alya mendengar ucapan absurd Wati. Dia jadi teringat kembali apa yang barusan terjadi di kamar mandi. Gadis itu buru-buru memilih belanjaannya, sebelum kembali terkena ledekan tetangganya.
“Ini berapa, mang?”
“Irit banget, neng. Cuma ikan mujaer aja.”
"Si mamang sok polos banget. Alya kan pengen kasih goyang mujaer buat mas Evan."
Tuti meliuk-liukkan tubuhnya sambil menggoyangkan bungkus sayuran di tangannya. Sontak apa yang dilakukan Tuti mengundang gelak tawa. Wajah Alya pun sudah memerah.
“Jadi berapa, mang?” tanya Alya lagi.
“Lima belas ribu.”
Alya mengambil uang dari kantong celananya. Setelah membayar belanjaannya, gadis itu bergegas masuk ke dalam rumah.
☘️☘️☘️
Setelah setengah jam berlari mengelilingi kompleks, Evan kembali ke rumahnya. Pria itu membuka sepatunya di teras, lalu duduk di sana sampai keringatnya mengering. Setelah keringat sudah tak membasahi tubuhnya, dia bangun lalu masuk ke dalam kamar. Evan segera masuk ke kamar mandi, sebelum masuk dia sempat melirik Alya yang berada di dapur.
Tak butuh waktu lama untuk Evan membersihkan diri. Pria itu keluar dengan mengenakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Dia bergegas masuk ke dalam kamar. Matanya langsung tertuju pada pakaian di atas kasur, rupanya Alya sudah menyiapkan pakaian untuknya.
Karena fokus pada pakaian di kasur, pria itu tidak menyadari pintu lemari yang terbuka. Dengan santai Evan melepaskan handuk yang melilit di pinggangnya. Di saat bersamaan, Alya menutup pintu lemari. Matanya langsung melihat pada badulan yang ada di bagian bawah tubuh suaminya.
“Aaaaaaa..”
“Aaaaaa….”
Terkejut mendengar teriakan Alya, Evan pun ikut berteriak. Refleks dia menyambar handuk kemudian menutupi tubuh bagian bawahnya. Alya pun sontak menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dengan gerakan pelan Alya meregangkan jarinya. Setelah melihat bagian bawah Evan sudah tertutupi handuk, gadis itu segera keluar dari kamar.
Alya terus berlari sampai ke dapur. Dia mengambil segelas air putih lalu meneguknya sampai habis. Tak disangka dia melihat penampakan yang sukses membuat pipinya merona. Baru kali ini dia melihat perabotan milik pria. Alya menggelengkan kepalanya ketika otaknya terus mengulang gambar bandulan yang tadi dilihatnya. Dia menepuk-nepuk pipinya untuk segera menyadarkan dirinya.
“Al..”
“Astaghfirullah.. i.. iya, mas.”
Karena terus melamun, Alya tidak menyadari kalau Evan sudah selesai berpakaian dan sekarang sudah berada di dapur. Kali ini suaminya sudah berpakaian lengkap. Evan yang juga masih merasa kikuk mendekati istrinya itu.
“Kamu bikin sarapan apa?”
“A.. aku bi.. bikin nasi goreng aja, mas. Sayang sisa nasi yang kemarin masih ada. Mas mau makan apa?”
“Kamu bikinnya banyak?”
“Itu,” jari Alya menunjuk pada nasi goreng yang ada di atas piring.
“Kamu habis makan semuanya?”
Pertanyaan Evan sangat wajar, walau hanya satu piring tapi jumlahnya cukup banyak. Menurut perkiraannya, Alya tidak mungkin bisa menghabiskannya seorang diri.
“Ngga juga sih. Abis gimana lagi, kan sayang nasinya.”
“Ya udah, kita makan bareng aja.”
Tanpa menunggu persetujuan Alya, Evan mengambil piring berisi nasi goreng tersebut. Sebelah tangannya menarik tangan Alya untuk mengikutinya. Mereka duduk di ruang tamu. Alya yang menyadari hanya ada satu sendok, ingin segera bangun untuk mengambil sendok satu lagi.
“Mau kemana?”
“Ambil sendok sama piring lagi.”
“Ngga usah. Kita makan bareng aja.”
“Hah?”
Evan menyendokkan nasi goreng, lalu menyuapkannya pada mulut Alya. Untuk sesaat Alya hanya terdiam. Namun begitu melihat sorot mata Evan, gadis itu akhirnya membuka mulutnya. Senyum Evan terbit melihat sang istri mau makan dari suapannya. Dia pun menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Sambil menonton Upin Ipin, keduanya menghabiskan sarapan bersama.
☘️☘️☘️
Eaaa.. Sekarang udah suap²an, peluk²an sama lihat perabotan masing². Abis itu apa ya🤔
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Wiwie Aprapti
aduhhhhhh..... paksu mana.... paksu.... aelahhhhh kak bikin cerita nya jadi travelotak nehhhh.... mana paksu dinas blom pulang lagi😁🙃🤭
2025-03-12
1
aphrodite
setelah saling lihat yang emang wajib dilihat😋 sekarang suap suapan...pendekatan yg manis😁
2024-10-08
1
sri hasan basri, S.Pd.
manisnya pdkt pasangsn baru ini. ini membuktikan bahwa cinta bisa dihadirkan diantara pasangan, syaratnya satu, ikhlas pd garisan takdir, percaya bahwa ada campur tangan Allah terhadap semua yg terjadi dihidup kita.
2024-03-05
1