Restoran DELIZIOSA hari ini tidak menerima pelanggan. Restoran ditutup karena akan dijadikan tempat pernikahan Evan dan Alya. Semua pegawai restoran ikut membantu persiapan pernikahan anak bungsu sang atasan. Ruang dalam restoran sudah didekor sedemikian rupa untuk akad nikah sekaligus resepsi pernikahan.
Dikarenakan pernikahan diadakan dadakan, Evan tidak mengundang banyak tamu. Dia hanya mengundang beberapa teman kuliahnya, termasuk kedua sahabatnya, Gelar dan Edward. Sherly juga ikut diundang, untuk menyaksikan hari pentingnya. Semoga saja dengan melihat pernikahan secara langsung, Sherly sudah tidak mengejar-ngejar Evan lagi.
Sebuah meja akad sudah siap di bagian depan restoran. Keluarga kedua pihak juga sudah datang, plus Nana, sahabat Alya. Sama seperti Evan, Alya juga tidak banyak mengundang tamu. Hanya beberapa tetangga dekat dan teman di tempat kerjanya. Sisanya tamu berasal dari teman dan klien Antonio dan beberapa teman kerja Dadang.
Sebuah sepeda motor berhenti di depan restoran. Fariz yang bertugas menyambut penghulu, bergegas menyambut pria yang mengenakan batik dan peci hitam. Dia segera mempersilahkan penghulu tersebut untuk masuk ke dalam restoran. Antonio mengantar penghulu sampai ke meja akad.
Melihat kedatangan penghulu, Evan diminta Kaisar untuk segera menuju meja akad. Bersamaan dengan itu, Gelar, Edward dan Sherly datang. Sherly yang masih belum merelakan Evan segera menghampiri pria itu. Dia memegangi tuxedo putih yang dikenakan oleh Evan.
“Van.. please jangan nikah. Gue cinta sama elo,” mata Sherly terus menatap pada Evan.
“Lepasin, Sher.”
“Lo ngga cinta kan sama cewek itu. Please jangan nikah sama dia.”
“EHEM!!”
Antonio berdehem kencang, wajah pria itu nampak tak suka melihat sikap Sherly pada anaknya. Karina segera mendekati Evan kemudian melepaskan pegangan Sherly di lengan tuxedo adiknya.
“Evan..”
“Evan akan menikah. Jaga sikap kamu, kalau kamu tidak mau diusir keluar dari sini!” tegas Karina.
Mata wanita itu menatap tajam pada wanita yang sedang tergila-gila pada adiknya. Melihat itu, Edward segera menarik Sherly menjauh. Evan bergegas menuju meja akad. Di depannya duduk Dadang yang sudah siap untuk menjadi wali nikah putri semata wayangnya.
Penghulu yang bernama lengkap Rahman Surahman itu masih memeriksa kelengkapan dokumen calon pengantin. Beberapa kali dia bertanya pada Evan dan Dadang untuk mencocokkan data yang dimilikinya. Setelah semuanya selesai, Rahman melihat pada Evan yang terlihat sedikit tegang.
“Kang Evan.. ulah tegang kitu. Rileks.. ambil nafas dalam-dalam, lalu keluarkan. Keluarinnya lewat mulut ya, kang. Bukan dari belakang, nanti bisa pingsan semua yang ada di sini.”
Gelak tawa langsung terdengar menanggapi banyolan Rahman. Evan juga tidak bisa menahan senyumnya. Ternyata penghulu yang akan menikahkannya, tidak kaku dan membosankan.
“Kang Evan bisa bahasa Indonesia kan?”
“Bisa, pak.”
“Syukur atuh. Bapak udah deg-degan takut diajak ngomong Inggris, soalnya mukanya bule.”
“Masa bapak ngga bisa bahasa Inggris?” sahut Fariz.
“Little.. little sih I can. Tapi yang paling bapak bisa itu bahasa pengantin baru.”
“Yang kaya gimana, pak?”
“Itu.. oh no.. oh yes.. oh God.”
“Hahaha..”
Wajah Evan bersemu merah mendengar ucapan konyol penghulu di depannya. Dengan tanpa saringan dan wajah tak berdosa, pria itu mengucapkan tiga kata yang konon katanya kerap terdengar saat sedang mendayung surgawi.
“Eh.. jangan dibayangin dulu kang Evan. Bahaya, bisi burungnya bangun, sangkarnya belum siap.”
Lagi-lagi wajah Evan dibuat merona. Antonio tertawa kencang, puas rasanya melihat sang anak dibuat mati kutu seperti itu. Tania yang juga datang awal untuk melihat prosesi ijab kabul hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. Selain Antonio, Kaisar juga tertawa paling keras, sampai-sampai Karina mencubit pinggangnya.
“Kita langsung aja ya. Kayanya calon pengantin sudah ngga sabaran.”
Evan hanya memutar bola matanya saja. Rahman mempersilahkan Dadang untuk menggenggam tangan Evan. Beberapa kali calon pengantin itu mengambil nafas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan. Begitu pula dengan Dadang, yang terlihat cukup gugup.
“Ananda Evan Rizky Blangkon..”
“Blanco, pak bukan blangkon,” protes sang penghulu.
“Eh iya, maaf pak. Saya gugup.”
Dadang hanya melemparkan cengirannya saja. Tawa Antonio langsung pecah mendengar calon besannya salah menyebutkan nama keluarganya. Kaisar sampai memegangi perutnya karena tak berhenti tertawa. Begitu pula dengan Fariz, hanya Evan saja yang diam tak bereaksi apa-apa. Entah calon mertuanya ini sengaja atau tidak ketika salah menyebutkan namanya menjadi blangkon.
“Nginum heula, Dang. Tong ngerakeun kitu, jiga panganten wae make gugup sagala (minum dulu, Dang. Jangan malu-maluin, kaya pengantin aja pake gugup segala),” ujar pria yang duduk di kursi saksi.
Dadang menerima segelas air mineral dari Asep, temannya yang selalu berbagi motor dengannya setiap hari. Setelah menghabiskan minuman tersebut, Dadang kembali menggenggam tangan Evan.
“Ananda Evan Rizky Blanco, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Alya Faradila binti Dadang Sunarya dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan satu set perhiasan seberat 30 gram dibayar tunai!”
“Saya terima kawinnya Alya..”
“Nikahna mana? Kalah ujug-ujug kawin, engke kawin mah, nikah heula (nikahnya mana? Ini langsung kawin, nanti kawin mah, nikah dulu).”
Memerah wajah Evan akibat ucapan sang penghulu. Sepertinya kegrogian Dadang menular pada calon pengantin pria. Fariz mendekati adiknya, lalu memijat bahu Evan. Beberapa kali Evan menarik nafas untuk menghilangkan kegugupannya. Sang penghulu memberi tanda kepada wali nikah dan calon pengantin untuk mengulang ijab kabul. Dadang kembali menggenggam tangan Evan
“Ananda Evan Rizky Blanco, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya, Alya Faradila binti Dadang Sunarya dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan satu set perhiasan seberat 30 gram dibayar tunai!”
“Saya terima nikah dan kawinnya Alya Faradila binti Dadang Sunarya, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”
“Bagaimana para saksi?”
“SAAHHH!!”
Suara Fariz dan Kaisar mengalahkan suara dua orang pria yang ditunjuk sebagai saksi. Bersamaan, Dadang dan Evan mengusap wajah dengan kedua tangannya. prosesi akad yang harus diulang sampai tiga kali akhirnya selesai sudah. Kini hanya tinggal menunggu mempelai wanita datang.
Dari arah ruang kerja Antonio, Alya keluar didampingi Titin dan Nana. Ketiganya berjalan melintasi Sherly, Gelar dan Edward. Sherly memandang sinis pada Alya. Dia sungguh membenci gadis itu karena sudah mencuri Evan, pria yang dicintainya. Berbeda dengan Gelar yang nampak terpesona melihat kecantikan Nana yang alami, wajahnya hanya dipulas bedak tipis dan lipstick warna bibir.
Titin mendudukkan Alya di samping Evan. Butuh kode dari sang penghulu untuk Evan berbalik menghadap Alya untuk memasangkan cincin di jari manis istrinya. Perlahan Evan menarik tangan Alya, lalu memasangkan cincin di jari manis gadis itu. Alya mengambil cincin yang tersisa lalu memasangkannya ke jari manis Evan lalu mencium punggung tangan suaminya.
“Sok atuh dicium heula pengantin wanitanya. Kan tadi teh udah mau kawin,” goda Rahman.
Evan mengikuti apa yang dikatakan sang penghulu. Perlahan namun pasti, pria itu mendaratkan ciuman di kening Alya. Jantung pasangan pengantin itu berdebar kencang saat kontak fisik terjadi. Sherly mengepalkan tangannya erat, wanita itu sebisa mungkin menahan rasa sakit sekaligus marah yang terjadi bersamaan.
Rahman selanjutnya menyampaikan tausyiah untuk kedua pengantin. Baik Evan maupun Alya mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang dikatakan oleh penghulu itu.
“Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik, jangan ribut apalagi kalau sampai ada piring terbang. Akan lebih baik permasalahan diselesaikan dengan bicara baik-baik, dari hati ke hati dan diakhiri dengan pertempuran di atas ranjang,” tutup Rahman mengakhiri tausyiahnya.
Sontak wajah kedua pengantin bersemu merah. Belum terpikir di kepala mereka tentang pergulatan di atas kasur. Yang ada di kepala mereka saat ini adalah bagaimana menghadapi pasangan yang belum dikenalnya.
Selesai mendengarkan tausyiah, acara dilanjutkan dengan tradisi sungkeman. Di sini para orang tua memberikan nasehat-nasehatnya pada pasangan pengantin. Alya mendekati sang ayah yang sejak menikahkan dirinya hanya mengatupkan mulutnya saja. Gadis itu duduk bersimpuh di hadapan Dadang.
“Bapak… maafkan Alya.. maaf kalau aku belum bisa menjadi anak yang baik…”
Alya tak dapat menyelesaikan kata-katanya. Airmatanya sudah lebih dulu jatuh dan membuatnya terisak. Mata Dadang juga berkaca-kaca. Anak gadis yang selama ini dijaganya, sekarang sudah menjadi milik orang lain. Pria itu merengkuh tubuh Alya lalu memeluknya.
“Maafkan bapak.. maaf kalau bapak belum bisa menjadi ayah yang baik untukmu. Bapak doakan semoga kamu bahagia, mendapatkan kasih sayang yang cukup dari suami dan ayah mertuamu lebih dari yang bapak berikan untukmu.”
“Aku sayang, bapak.”
“Maafkan bapak, nak. Bapak juga menyayangimu.”
Titin hanya mampu mengusap airmata yang membasahi pipinya. Untuk pertama kalinya dia melihat adegan mengharukan antara anak dan bapak. Akhirnya Dadang menyerah dan memperlihatkan kasih sayang yang selama ini dipendamnya. Asep juga menatap temannya itu dengan mata berkaca-kaca. Dirinya yang selalu dijadikan teman curhat Dadang ketika pria itu menceritakan putrinya.
Perlahan pelukan Dadang pada putrinya terurai. Alya bergeser dan memberikan ruang pada Evan untuk berbicara dengan Dadang. Evan meraih tangan Dadang lalu mencium punggung tangannya.
“Bapak titip Alya, tolong jaga, sayangi dan kasihi dia. Tolong jangan sakiti hatinya, dia permata hati bapak. Cukup bapak yang sudah menyakitinya dan membuatnya menangis, kamu harus memberikan kebahagiaan untuknya.”
“In Syaa Allah, pak.”
Titin memeluk Alya mendekat padanya. Rangkaian doa diberikan wanita itu pada keponakan yang sudah diurusnya sejak bayi merah. Alya hanya menganggukkan kepalanya saja seraya menghapus airmatanya. Titin kemudian menyambut Evan dan memberikan nasehat yang sama.
Kini giliran Antonio yang menerima sungkeman dari pasangan pengantin. Pria itu segera menyambut anak dan menantunya. Dipeluknya bergantian Evan dan Alya kemudian mencium puncak kepala mereka bergantian.
“Papa bahagia.. Evan.. kamu sudah mendapatkan istri yang baik. Jaga dia, sayangi dia, papa percaya dia akan membuatmu menjadi lelaki hebat. Alya.. papa titip Evan. Terkadang dia masih kekanakkan, kamu harus banyak bersabar padanya. Kalau dia menyakitimu, jangan segan untuk mengatakannya pada papa.”
Hanya anggukan kepala saja yang mampu diberikan oleh Alya. Tenggorokannya serasa tercekat mendengar penuturan ayah mertuanya. Usai mendapatkan nasehat dari orang tua kedua mempelai, Evan menghampiri kedua kakaknya. Fariz memeluk erat adiknya itu.
“Selamat, Van. Sekarang kamu sudah menjadi suami. Alya tanggung jawabmu sekarang. Jalankan peranmu sebagai suami dengan baik.”
“Iya, bang.”
“Selamat, Van. Kakak doakan kamu bahagia, saling mencintai sampai maut memisahkan.”
“Makasih, kak.”
“Alya, mulai sekarang aku adalah kakakmu. Jangan sungkan untuk berbicara apapun itu,” Karina mengusap lembut wajah Alya.
“Terima kasih, kak.”
“Kalau Evan berani menyakitimu, bilang sama abang.”
“Iya, bang.”
Evan mendekati Kaisar. Dengan tangan terbuka Kaisar menerima kedatangan Evan kemudian memeluknya. Beberapa kali pria itu mendaratkan tepukan di punggung adik iparnya.
“Puas ya, bang. Sukses abang prank aku.”
“Kamu harusnya bersyukur aku prank. Kan dapet bonus istri cantik dan solehah.”
Kaisar mengurai pelukannya, menepuk pelan rahang Evan. Kemudian dia melihat Alya yang berdiri tak jauh dari Evan. Baru saja Alya hendak membuka mulut, Kaisar langsung menahannya.
“Jangan panggil om.”
“Ngga, bang.”
“Nah gitu. Masa panggil Fariz abang, panggil aku, om. Selamat ya, Al. Semoga kalian bisa menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah.”
“Aamiin makasih, bang.”
Usai menemui semua keluarganya, kini Evan mendekati kedua sahabatnya. Bergantian Gelar dan Edward memberikan ucapan selamat seraya memeluk pria itu. keduanya juga menyalami Alya yang berada di belakang Evan.
“Evan…”
Sherly merangsek maju lalu memeluk Evan dengan erat. Bukan hanya Evan, tapi Alya dan semua yang ada di sana terkejut melihat ulah Sherly. Evan berusaha melepaskan diri dari Sherly, namun wanita itu memeluknya dengan erat. Dengan sedikit kasar, akhirnya Evan berhasil melepaskan diri.
“Jangan gila, Sher..” kesal Evan.
“Aku cinta sama kamu, Van,” rengek Sherly.
“Sher.. jangan malu-maluin, kamu,” Edward menarik Sherly menjauh dari Evan.
“Kalian makan aja dulu.”
Evan berusaha mengusir malu yang menderanya karena ulah Sherly. Fariz dan Kaisar mempersilahkan tamu yang melihat jalannya akad menikmati makanan yang disediakan. Kedua mempelai juga diminta untuk makan sambil menunggu acara resepsi yang akan dilangsungkan satu jam lagi.
☘️☘️☘️
**Ada yang inget, Rahman itu yang nikahin siapa?🤭
Kayanya banyak yg galfok ya curhatan aku kemarin. NR itu kepanjangan dari Naik Ranjang, novelku yg baru tamat. Nah untuk sequelnya memang masih belum tayang, tapi saat tayang nanti ngga akan di sini, pindah ke pf lain. Kalau udah tayang bakal aku infoin, soal di mananya masih aku pertimbangkan, aku masih nyari pf yg gretongan🤭
Untuk novel ini, SUDDENLY MARRIED bakal terus tayang di sini, ok😉
Ini penampakan sahabat Evan & Alya versi aku.
Nana**
Gelar
Edward
Sherly
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Wiwie Aprapti
nikahin Zar, Arya, sama pak pol ganteng Tamar n Stella kan kak😁
2025-03-12
1
Wiwie Aprapti
lahhhh ada pakpeng Rahman Surahman nihhhhhh...... musuhnya si zar🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-03-12
1
Euis Sri
aiih ada pakpeng Rahman,.. ternyata masih wilayah nya pakpeng Rahman juga,.😅🤣🤣
2024-11-23
2