Dadang Pov
Namaku Dadang Sunarya. Mendengar namaku, pasti kalian bisa menebak dari mana aku berasal. Aku memang keturunan Jawa Barat tulen. Kedua orang tuaku berasal dari Garut. Di tempat kerjaku, aku dikenal dengan sebutan Dadang Asgar atau asli Garut. Karena ada tiga orang yang bernama Dadang, termasuk diriku.
Sejak lahir sampai tamat SMA aku tinggal di Malangbong, tempat kelahiranku. Walau secara administratif Malangbong masuk ke dalam kabupaten Garut, namun secara geografis, letaknya lebih dekat ke Tasikmalaya. Malangbong merupakan jalur utama pengguna jalan dari Bandung menuju Tasik, Ciamis atau menuju provinsi Jawa Tengah yang biasa disebut jalur selatan. Dan tempat kelahiranku itu mulai terkenal setelah salah satu warga kami menjadi artis terkenal, Mulan Jameela, istri dari Ahmad Dhani.
Di sana juga aku bertemu dengan tambatan hatiku, neng Euis Zubaedah. Rumahku berada di belakang pasar Malangbong, sedang Euis tinggal di daerah Bojong. Sepulang sekolah, aku selalu membantu orang tuaku berjualan sayur di pasar. Di sana juga aku sering bertemu dengan Euis. Dia menjadi salah satu pelanggan kios orang tuaku. Euis selalu memesan sawi hijau untuk kedai bakso milik orang tuanya.
Setelah saling mengenal selama tiga tahun, kami memutuskan untuk berpacaran. Begitu lulus SMA, aku diajak pamanku bekerja di kota Bandung. Awalnya aku bekerja membantu pamanku mengelola kedai baksonya di pasar Ciroyom. Tapi aku hanya bertahan selama setahun, aku terpaksa mencari pekerjaan lain karena aku harus menabung untuk menikah dengan Euis.
Setelah bekerja keras mengumpulkan uang selama tiga tahun, akhirnya aku bisa menikahi Euis, wanita pujaanku. Aku memboyongnya tinggal di Bandung. Walau kami masih tinggal mengontrak, tapi itu tidak masalah. Kami memulai kehidupan mandiri di ibu kota Jawa Barat ini.
Sedikit demi sedikit kami mulai menabung. Euis juga membantu perekonomian keluarga dengan membuka warung makan kecil-kecilan. Lumayan, dari hasil warung, kami bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedang gajiku ditabung untuk membeli rumah. Setelah sepuluh tahun menabung, akhirnya kami bisa membeli sebuah rumah kecil yang ada di gang.
Aku bahagia sudah bisa memberikan tempat bernaung untuk istriku, tapi masih ada yang kurang dengan pernikahan kami, yakni anak. Namun begitu kami tetap bersabar dan percaya pada saatnya nanti kami pasti akan diberikan momongan. Dan Tuhan akhirnya menjawab doa-doa kami. Di tahun kedua belas pernikahan kami, istriku dinyatakan hamil.
Tapi bersamaan dengan kabar bahagia, kabar menyedihkan juga datang menghampiri keluarga kami. Istriku divonis mengidap penyakit jantung koroner. Dokter menyarankan pada kami untuk menggugurkan kandungan, karena kehamilannya beresiko pada nyawa istriku.
Hati Euis hancur mendengarnya. Impian kami ingin memiliki momongan harus sirna karena penyakit yang dideritanya. Aku terus berusaha meyakinkan istriku untuk menggugurkan kandungan. Aku rela tidak memiliki keturunan, asalkan dia tetap di sampingku. Tapi ternyata Euis lebih keras kepala dari yang kubayangkan. Dia tetap bersikeras mempertahankan kandungan demi bisa memberiku keturunan.
Saat hari kelahiran, dokter kembali menyarankan Euis untuk melakukan operasi Caesar. Namun lagi-lagi Euis menolaknya karena faktor biaya. Dengan taruhan nyawanya, dia melahirkan bayi mungil kami yang berjenis kelamin perempuan. Euis sangat bahagia dengan kelahiran anak kami. Dia menamainya Alya Faradila.
Sehari setelah Alya lahir, istriku menghembuskan nafasnya yang terakhir. Hatiku hancur, wanita yang sangat aku sayangi dan cintai, meninggalkanku untuk selamanya. Untuk sesaat aku kehilangan akal sehatku, aku membenci anakku. Karenanya aku kehilangan istriku tercinta. Jangankan mengurus, menggendongnya saja aku tidak mau. Untung ada adikku yang mau mengurusnya.
Aku mengeraskan hatiku, dan mencoba untuk tidak peduli pada anak kandungku sendiri. Tapi semakin dia besar, wajahnya semakin mirip dengan Euis. Perlahan namun pasti, perasaan sayang mulai tumbuh di hatiku. Umur empat tahun, Alya mulai tinggal bersamaku. Dia anak yang pintar dan cerewet. Banyak hal yang ditanyakan, tapi aku hanya diam, tak menjawab pertanyaannya.
Jika orang bertanya apakah aku menyayangi Alya? Tentu saja aku menyayanginya. Dia anak kandungku, peninggalan istriku tercinta lewat perjuangan beratnya. Tapi aku menyayanginya dengan caraku sendiri. Mungkin caraku ini tidak seperti kebanyakan ayah pada umumnya. Jika dilihat sekilas, aku terkesan membenci dan tidak menginginkannya.
Tapi aku memiliki alasan untuk itu. Aku tidak ingin menunjukkan kasih sayangku, karena aku takut Alya akan semakin menyayangiku. Aku takut dia akan seperti ibunya, mengorbankan diri demi kebahagiaanku. Jadi, aku menyayanginya dengan caraku sendiri. Cara yang tidak biasa, yang terkesan ekstrem. Masa bodoh kalian menilaiku seperti apa, yang penting aku menyayanginya dan ingin melihatnya bahagia.
Diam-diam aku mengikuti perkembangan Alya. Aku mencari tahu siapa saja temannya di sekolah. Tak jarang aku menitipkan kado pada wali kelas Alya untuk diberikan pada anak itu saat tahu kalau dia mendapat ranking di kelas. Aku juga selalu masuk ke dalam kamarnya setiap malam. Mencium keningnya sambil memanjatkan doa baik untuknya. Itulah bentuk kasih sayangku padanya. Menyayanginya dalam diam.
Seorang pria datang ke rumahku dan mengatakan hendak melamar Alya untuk anak bungsunya. Aku mengenal pria itu, namanya Antonio. Dia sering datang ke café tempat Alya bekerja. Kenapa aku tahu? Karena aku selalu datang ke tempat Alya bekerja secara diam-diam. Alasanku pulang kerja selepas maghrib, karena aku selalu datang ke café tempat Alya bekerja. Aku mengikutinya diam-diam sampai pulang ke rumah. Tentu saja aku melakukan itu demi keselamatan anakku.
Aku tahu Antonio adalah pria yang baik. Dia adalah teman dari pemilik café. Aku percaya, dia akan menyayangi Alya seperti anaknya sendiri. Aku pun menerima lamarannya. Sehari setelah dia datang ke rumahku, aku mendatanginya di restoran tempatnya bekerja. Aku datang untuk menitipkan Alya padanya.
“Saya setuju pernikahan Alya dengan anak bapak. Saya hanya minta sayangi Alya dengan sepenuh hati. Seumur hidupnya dia tidak pernah merasakan kasih sayang ayah.”
“Kenapa bukan bapak yang melakukannya? Apa bapak tidak menyayanginya?”
“Saya menyayanginya, sangat menyayanginya. Tapi saya melakukannya dengan cara saya sendiri. Lalu anak bapak, apa bapak yakin kalau dia bisa membahagiakan Alya?”
“Saya tidak bisa menjanjikan hal tersebut. Tapi Evan, dia anak yang baik. Dia pasti bisa menyayangi Alya, walau mungkin butuh waktu.”
“Boleh saya bertemu dengan Evan?”
“Saat ini dia masih di luar negeri. Begitu dia pulang, saya akan mempertemukan kalian.”
“Baiklah. Saya menunggu kabar dari bapak. Soal pernikahan, saya mungkin tidak punya banyak uang. Tapi saya punya tabungan.”
“Bapak tidak usah khawatir soal itu. Masalah biaya pernikahan biar kami yang mengurusnya.”
Ternyata selain baik, Antonio juga termasuk orang yang murah hati. Dia tidak meminta biaya sepeser pun padaku untuk pernikahan. Jadi, aku bisa memberikan uang tabunganku untuk Alya, sebagai bekal hidupnya setelah menikah.
Dadang Pov End
☘️☘️☘️
TOK
TOK
TOK
Antonio mengetuk pintu kamar Evan. Waktu sudah siang dan anaknya itu masih belum keluar dari kamarnya. Tak lama kemudian pintu terbuka, wajah Evan yang baru bangun tidur keluar dari baliknya.
“Sudah jam satu, kamu baru bangun tidur.”
“Ngantuk, pa. Aku ngga bisa tidur semalam.”
“Ayo makan dulu. Ada yang mau bertemu denganmu.”
“Siapa?”
“Ayahnya Alya.”
Evan hanya menganggukkan kepalannya, lalu masuk ke kamarnya. Sebelum makan dia memutuskan untuk mandi dulu. Apalagi pria itu akan bertemu dengan calon ayah mertuanya. Setidaknya dia harus berpenampilan baik. Apa yang dilakukannya akan berpengaruh pada nama baik papanya.
Dengan tubuh yang lebih segar, Evan keluar dari kamar. Dia segera menuju ke meja makan. Spagetti aglio olio dengan udang sudah tersedia di meja. Sejak mamanya meninggal, Evan tidak mau memakan nasi dan lauk pauk yang biasa dimasak di rumah. Baginya tidak ada masakan Indonesia senikmat buatan ibunya.
Usai menikmati makan siangnya, Evan mengikuti Antonio. Papanya itu akan membawanya bertemu dengan calon ayah mertuanya. Mereka akan bertemu di restoran Antonio. Evan mengambil kunci mobil dan segera masuk ke dalamnya. Kendaraan roda empat tersebut segera bergerak maju.
Dadang terlihat sudah menunggu di depan restoran, ketika mobil yang dikemudikan Evan sampai di sana. Antonio turun dari mobil, lalu menyambut calon besannya itu. Dia mengajak Dadang masuk ke dalam restoran. Setelah mengunci mobil, Evan bergegas menyusul ke dalam.
“Pak Dadang, kenalkan ini Evan, calonnya Alya.”
Evan menjabat tangan Dadang seraya menyebutkan namanya, kemudian dia mencium punggung tangan pria itu. Antonio memang mengajarkan tradisi budaya ketimuran, termasuk bagaimana cara menghormati yang lebih tua. Pria itu menarik kursi di depan calon mertuanya.
Mata Dadang terus memperhatikan Evan. Pria di depannya ini memang berwajah tampan, sikapnya juga sopan. Setidaknya dia sudah memiliki nilai baik di mata Dadang. Semoga saja kebersamaan bisa menumbuhkan rasa cinta di antara keduanya.
“Nak Evan, apa kamu setuju menikah dengan Alya?” Dadang membuka pembicaraan.
“Iya, pak,” jawab Evan pelan. Demi kesehatan papanya, dia setuju menikah dengan Alya.
“Bapak tahu, kamu mungkin belum ada rasa dengan Alya, begitu juga dengan anak itu. Tapi, Alya anak yang baik, tidak sulit untuk menyayangi anak itu. Bapak harap kamu tidak bersikap kasar padanya. Kalau kamu sudah tidak sanggup hidup bersamanya, kembalikan saja dia pada bapak, tapi bapak mohon jangan sakiti hatinya. Hidupnya sudah sulit selama ini, tolong jangan mempersulit hidupnya.”
“Iya, pak.”
“Terima kasih. Bapak harap kamu mau menepati janjimu.”
Evan hanya menganggukkan kepalanya saja. Dadang menarik nafas lega. Setelah bertemu dan berbicara dengan Evan, dia yakin untuk melepas anak gadisnya. Baik Evan, maupun Antonio pasti akan menjaga dan menyayangi anaknya. Bahkan mungkin lebih darinya.
☘️☘️☘️
Bersama dengan Nana, Alya keluar dari café. Mereka bersiap untuk pulang, Cheryl mengijinkannya pulang cepat, karena besok Alya akan menikah. Langkah Alya terhenti ketika melihat Evan berdiri menunggu di dekat mobilnya. Dengan malas gadis itu menghampiri calon suaminya.
“Ada apa?” tanyanya tanpa basa-basi.
Tanpa menjawab pertanyaan Alya, Evan mengeluarkan kotak beludru dari saku celananya. Lalu dia menarik tangan Alya. Tentu saja Alya berusaha menarik kembali tangannya, namun karena tenaga Evan lebih besar, gadis itu tidak bisa melepaskan diri. Dengan cepat Evan memasukkan cincin pernikahan yang baru saja dibelinya atas rekomendasi Karina.
“Heem.. cukup ternyata.”
Setelah mencoba cincin pernikahan, Evan melepaskan kembali cincin dari jari Alya. Dengan kasar Alya menarik tangannya. Matanya menatap Evan dengan nyalang. Nana yang sedari tadi hanya memperhatikan, diam-diam mengulum senyum. Tingkah Alya dan Evan terlihat menggelikan di matanya.
“Masuk!” titah Evan.
“Ngga usah!”
Evan membuka pintu di bagian belakang lebar-lebar. Tanpa banyak bicara dia memangku Alya lalu memasukkannya ke dalam mobil.
“YAAAA!!!” teriak Alya kencang.
Demi mencegah pertengkaran yang sebentar lagi akan meletus, Nana segera masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Alya. Dia bergegas menutup pintu mobil. Evan segera masuk dan duduk di belakang kemudi. Tanpa melihat ke belakang, pria itu segera menekan pedal gas dan melajukan kendaraannya.
Evan menghentikan kendaraannya di depan gang tempat Alya tinggal. Gadis itu segera turun dan menutup pintu dengan cara membantingnya. Nana hanya melemparkan cengirannya pada Evan seraya mengucapkan terima kasih lalu segera turun dari mobil.
“AAARRRGGGHHH!! Dasar cewek nyebelin!!”
Beberapa kali Evan memukul setir dengan tangannya, kemudian menyandarkan kepalanya ke jok mobil. Entah pernikahan seperti apa yang akan dijalaninya nanti. Dia dan Alya, ibarat api dan angin. Semakin besar angin, maka semakin besar hembusan apinya.
☘️☘️☘️
**Akoh sedih pas nulis part pov Dadang🤧
Beneran ya Alya sama Evan udaj kaya Tom & Jerry🤣**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
sri hasan basri, S.Pd.
cara mencintai yg salah dan selamanya menimbulkan kesalah pahaman dan kekecewaan yg mendalam dihati alya. sejatinya cinta itu hrs diungkapkan dg kata2 dan perbuatan agar yg dicintai merasakan bahwa dirinya dicintai. sayang sekali pak dadang perasaan cintamu pd alya seperti omong kosong, tak bermakna dan tak membekas dihatinya, sebab yg dirasakannya justru kau mengabaikannya.
2024-03-04
1
Khodijah Cyti
bawangnya banyak Kak
2023-12-26
1
Khodijah Cyti
selalu ada rasa sedih yg menghimpit 😭😭😭😭
2023-12-26
1