Usai jam makan siang, Fariz menyempatkan diri mengunjungi Antonio di restorannya. Dia harus melaporkan hasil observasinya semalam. Pria itu memarkirkan kendaraan tak jauh dari pintu masuk restoran. Kedatangannya langsung disambut Karina. Wanita itu bergegas mengikuti sang kakak yang menuju ruangan kerja ayahnya.
Setelah mengetuk pintu, Fariz dan Karina langsung masuk ke dalam. Antonio yang sedang berdiskusi dengan Erik, sous chef-nya, segera menghentikan pembicaraan. Erik langsung undur diri, karena tidak ada yang perlu dilaporkan lagi pada atasannya. Antonio bangun dari duduknya, lalu bergabung dengan kedua anaknya di sofa.
“Bagaimana?” tanya Antonio tanpa basa-basi.
“Aku udah ketemu ayahnya. Kita ngga ngobrol sama sekali.”
“Kamu cuma nganterin sampai depan pintu?”
“Ngga pa, aku masuk. Malah dibuatin minuman sama Alya.”
“Masa kamu ngga ngobrol sama sekali?”
“Ya gimana mau ngobrol, pas aku minta maaf nganterin Alya kemaleman, ayahnya diam aja. Selama aku di rumahnya, dia ngga ngajak ngomong sama sekali. Ya aku mau ngapain di sana lama-lama,” cerocos Fariz panjang lebar.
Antonio terdiam mendengarkan penjelasan dari anak sulungnya. Sepertinya benar apa yang dikatakan Tania kemarin, Alya tidak terlalu akrab dengan ayahnya. Tapi melihat sikap Alya yang santun, pria itu ragu kalau Alya tipe pembangkang atau sering membuat ayahnya kesal.
“Dari apa yang aku lihat, ayahnya juga ngga mau minum dan makan yang Alya kasih. Dia kan beliin kue buat ayahnya, ngga disentuh sama sekali.”
“Kok gitu sih? Itu bapak kandung apa bapak tiri?” tanya Karina yang penasaran.
“Kalau menurut tante Tania, itu ayah kandungnya. Tapi apa ya, yang buat ayahnya seperti itu. Pasti ada alasannya.”
“Mau aku selidiki lagi, pa?”
“Lebih bagus begitu. Papa harus tahu soal Alya lebih banyak. Ini menyangkut masa depan adikmu.”
Fariz hanya menganggukkan kepalanya. Tanpa disuruh pun, dia memang berniat untuk mencari tahu soal Alya lebih banyak. Banyak keganjilan yang ditangkap pria itu dari sikap yang ditunjukkan Dadang.
“Tapi pa.. papa mati-matian cari jodoh buat Evan. Emangnya Evannya setuju?”
“Belum tentu juga.”
“Lah terus gimana? Kalau ternyata Alya termasuk kriteria yang cocok buat Evan, terus tuh anak ngga mau gimana?”
“Nah iya tuh, pa. Papa kan tau sendiri gimana modelan Evan.”
“Soal itu udah papa diskusiin sama Kaisar, tenang aja. Yang penting nyeret tuh anak pulang dulu ke sini.”
“Nah itu juga, gimana caranya?”
“Tenang aja, ada Kai yang urus.”
“Ish.. mas Kai ngga cerita apa-apa sama aku.”
“Masih rahasia, tunggu aja tanggal mainnya.”
Karina hanya mencebikkan bibirnya. Papanya ini sangat mempercayai suaminya yang kadang otaknya korslet karena kebanyakan mengoperasi pasien. Fariz hanya tertawa saja mendengar sang ayah yang begitu mempercayai menantunya. Kaisar sejak dulu memang terkenal mempunyai banyak ide nyeleneh.
“Kamu sendiri gimana?” Antonio melihat pada Fariz.
“Aku? Kenapa sama aku?”
“Kapan Sera pulang? Kamu itu sudah menikah tapi kaya masih lajang. Punya istri bukannya diam di rumah ngurus suami, malah ngejar karir. Istri durhaka itu.”
“Sabar, pa. Ingat papa punya darah tinggi,” Karina mengusap punggung papanya.
“Sudah berapa lama istrimu di Paris?”
“Delapan bulan, pa.”
“Terus mau sampai kapan kamu diam? Suruh istrimu pulang atau ceraikan dia. Percuma punya istri kalau kamu masih mengurus semuanya sendiri. Lebih baik kamu menikah lagi dan beri papa cucu. Kamu masih muda, mapan, tampan, apa yang kurang darimu?”
Antonio terlihat kesal. Pria itu memang selalu emosi jika membicarakan menantunya yang satu itu. Sejak awal menikah Sera tidak pernah menunjukkan rasa hormatnya pada dirinya juga Fariz. Terlalu lama tinggal di luar negeri, membuat wanita itu lupa akan adat istiadat ketimuran. Bahkan Antonio yang bukan asli pribumi saja sangat menjungjung tinggi tata krama di mana dirinya tinggal.
“Aku akan membujuknya sekali lagi, pa. Aku diam bukannya aku menerima saja apa yang dilakukan Sera. Aku hanya memberinya kesempatan. Tapi kalau sampai batas waktu yang kutentukan, dia masih belum kembali. Aku akan melakukan apa yang papa katakan.”
“Tidak usah diberi kesempatan perempuan seperti itu.”
Karina memberi tanda pada sang kakak untuk tidak memperpanjang masalah Sera. Dia memilih pembahasan lain. Setiap membahas Sera, tekanan darah Antonio langsung naik. Karina tidak mau sesuatu terjadi pada sang ayah.
“Pa.. soal Evan, apa dia akan kerja di sini? Kalau dia mau di sini, aku biar bantu bang Fariz.”
“Nanti saja tanya anak itu mau kerja di mana. Yang penting dia harus mau menikah dulu. Supaya dia lebih bertanggung jawab atas hidupnya. Apa dia ada menghubungimu?”
“Belum sih, pa.”
“Ya sudah biarkan saja. Setelah kita memastikan soal Alya, dan anak itu setuju untuk menikah dengan Evan, baru kita tarik anak itu pulang.”
“Ok, pa. Aku sekarang ke tempat Alya lagi. Siapa tau ada informasi lagi yang bisa aku dapat.”
Fariz bangun dari duduknya. Dia memilih segera pergi sebelum sang ayah kembali membahas soal Sera. Tapi baru saja pria itu hendak membuka pintu, suara Antonio kembai terdengar.
“Mulai besok kamu pindah lagi ke rumah papa.”
Refleks Fariz memutar tubuhnya begitu mendengar ucapan Antonio. Bukan hanya Fariz, tapi Karina juga terkejut mendengarnya. Sejak menikah, Fariz sudah tinggal terpisah. Pria itu memang sudah memiliki rumah yang dibelinya dari hasil usahanya sendiri.
“Kenapa, pa? Kalau aku tinggal sama papa, nanti begitu Evan nikah, kasihan Alya pasti canggung kalau aku tinggal bareng kalian.”
“Siapa yang bilang Evan bakalan tinggal sama papa? Dia akan tinggal terpisah. Dia ngga akan pernah mandiri kalau masih tinggal dengan papa.”
“Oh ok..”
Hanya itu saja yang keluar dari mulut Fariz. Rasanya percuma menentang keinginan sang ayah. Fariz juga tidak mau darah tinggi papanya kambuh. Setelah menyetujui usulan Antonio untuk tinggal bersama lagi, Fariz segera meninggalkan ruangan tersebut.
☘️☘️☘️
Setelah memarkirkan mobilnya, Fariz turun dari dalamnya. Dia berjalan menyusuri jalanan gang di mana Alya tinggal. Setelah beputar-putar sebentar, akhirnya Fariz bisa menemukan rumah Alya. Keadaan rumah nampak sepi, baik Alya maupun Dadang sepertinya belum pulang ke rumah.
Pria itu masih berdiri di depan rumah bercat hijau tersebut. Mataya melihat ke kanan dan kiri, mencoba mencari orang yang bisa ditanyainya perihal Alya. Di saat bersamaan, Karta yang baru pulang dari warung melintas di depan rumah Alya. Pria itu memperhatikan Fariz yang berdiri di depan rumah Dadang.
“Cari siapa?” tanya Karta.
“Alya atau pak Dadang belum pulang ya, pak?”
Sejenak Karta hanya terdiam. Dia memperhatikan Fariz dari atas sampai bawah. Pria berwajah bule ini ternyata fasih berbahasa Indonesia. Melihat Karta yang hanya diam saja, Fariz melambaikan tangan ke depan wajah pria itu.
“Pak.. pak..”
“Eh iya, kalau Dadang pulangnya nanti habis maghrib, kalau Alya jam lima baru sampai rumah. Memang penting banget?”
“Lumayan, pak.”
“Gimana kalau nunggu di rumah bapak? Sambil nemani bapak main catur. Bisa main catur, kan?”
“Bisa, pak.”
Wajah Karta nampak sumringah, dia segera menarik tangan Fariz untuk mengikutinya ke rumah. Pria itu masuk ke dalam rumah lalu keluar kembali sambil membawa papan catur. Dia mendudukkan diri di bale, bersama dengan Fariz.
“Namamu siapa?”
“Fariz, pak,” Fariz mengulurkan tangannya.
“Saya, Karta,” Karta membalas uluran tangan Fariz.
“Bule kok fasih bener ngomong Indonesianya,” lanjut Karta.
Fariz hanya terkekeh saja mendengar ucapan Karta. Dia bukan pria pertama yang mengatakan itu padanya. Baik dirinya, Karina dan Evan memiliki wajah blasteran. Khsusus dirinya dan Evan memang lebih dominan wajah asing, berbeda dengan Karina yang campuran.
“Papa saya asli orang Italia, tapi sudah lama tinggal di Indonesia. Saya juga lahir di sini, jadi wajar aja kalau saya fasih bicara Indonesia.”
Karta hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia membuka kotak papan catur, lalu menyusun pion di atasnya. Fariz hanya memperhatikan saja apa yang dilakukan pria di depannya.
“Ada perlu apa mau ketemu Alya? Kamu pacarnya?”
“Bukan, pak, bukan. Saya memang mau cari tahu soal Alya, soalnya papa saya butuh pegawai dan sepertinya Alya cocok untuk posisi itu.”
“Oh begitu. Papamu punya perusahaan apa?”
“Hanya restoran kecil, ngga besar. Tapi papa saya sangat suka sama Alya.”
“Semua orang pasti suka sama Alya, dia anak yang baik, rajin dan peduli sama sesama. Dia sering buatin saya makanan, karena dia tahu saya tinggal sendiri.”
Percakapan terjeda sejenak karena Karta mulai mengajak Fariz bermain catur. Kedua pria itu terhanyut sejenak dalam permainan. Beberapa kali pion Fariz berhasil dimakan oleh Karta. Pria itu tertawa senang melihat pria bule di depannya mati kutu melawannya.
“Bapak sudah lama tinggal di sini?” Fariz kembali membuka percakapan.
“Sudah lama, sejak baru nikah saya tinggal di sini sampai sekarang.”
“Sudah lama juga, ya. Berarti bapak kenal pak Dadang?”
“Ya kenal. Dadang itu sudah 23 atau 24 tahun tinggal di sini. Saya juga kenal istrinya, Euis. Istrinya cantik, mirip seperti Alya.”
Diam-diam Fariz tersenyum, sepertinya berbincang dengan Karta tepat sasaran. Pria itu pasti bisa memberi banyak informasi tentang Alya dan juga ayahnya. Sambil terus bermain catur, Fariz berusaha mengorek informasi lebih banyak lagi.
“Pak.. maaf nih. Saya mau tanya soal pak Dadang. Kemarin waktu saya antar Alya pulang, kok kaya aneh ya lihat pak Dadang.”
“Dia memang seperti itu, saya juga ngga ngerti kenapa dia ngga peduli sama Alya. Harusnya dia sayang sama Alya. Alya itu anaknya satu-satunya, peninggalan istri tercinta. Eh malah disia-siain.”
“Disia-siain gimana, pak?”
Karta tak langsung menjawab. Dia menggerakkan dulu kudanya untuk kembali memakan pion milik Fariz. Setelahnya, barulah dia bercerita panjang lebar tentang bagaimana perilaku Dadang sehari-hari pada putrinya. Terkadang dia merasa prihatin dengan keadaan Alya yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayah kandungnya.
Fariz hanya mampu tergugu mendengar cerita Karta tentang kehidupan Alya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana Alya bisa menjalani hidup selama 19 tahun tanpa kasih sayang dari ayahnya. Bahkan pria itu sama sekali tidak menganggap keberadaan gadis itu. Jika Antonio mendengar kisah Alya, Fariz yakin tekad sang papa untuk menikahkan Alya dengan Evan akan semakin kuat.
☘️☘️☘️
**Rencana Kaisar buat narik Evan pulang apa ya🤔
Yang penasaran sama Evan, dia lagi mamake pendem dulu biar mateng😂**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
hemmm detektif Fariz berhasil ya mengorek informasi ttg alya
2024-01-09
1
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
Yaudah mas Fariz buatku aja yah
2024-01-09
1
𝐙⃝🦜Md Wulan ᵇᵃˢᵉ 🍇
whatt lama maat,kuat banget ya mas Fariz nahan itu👈
2024-01-09
1