Evan modar-mandir di dalam kamarnya. Walau dia sudah setuju untuk menikah dengan Alya, namun tetap saja hatinya resah. Besok pria itu akan membayar tunai wanita yang tidak dikenalnya, dan keduanya kerap bertengkar jika bertemu. Evan menghempaskan bokongnya di sisi ranjang.
Bersamaan dengan itu terdengar ketukan di pintu kamarnya. Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, dari baliknya muncul Fariz. Kakak pertama dari Evan itu segera masuk lalu duduk di samping adiknya. Dia tahu betul bagaimana perasaan Evan saat ini.
“Apa yang kamu pikirkan?”
“Apalagi, bang. Aku nervous, besok aku bakalan nikah sama perempuan yang ngga aku kenal. Aku ngga tahu kepribadiannya seperti apa. Aku ngga punya perasaan juga sama dia. Gimana aku ngejalanin pernikahan nanti?” Evan mengeluarkan keluh kesahnya pada sang kakak. Fariz memeluk bahu adiknya.
“Sejauh yang aku kenal, Alya adalah gadis yang baik. Aku yakin, dia akan menjadi istri yang baik untukmu. Kamu beruntung bisa menikah dengannya. Jalani pernikahanmu dengan baik. Jangan mengulangi kesalahanku.”
“Abang sendiri dengan kak Sera gimana?”
“Aku sudah menceraikannya. Saat ini surat gugatan ceraiku sedang diproses.”
Tentu saja Evan terkejut mendengar penjelasan Fariz. Setahunya, kakak sulungnya itu sangat mencintai Sera. Hubungan keduanya sudah terjalin jauh sebelum mereka menikah. dan ternyata pernikahan mereka hanya berlangsung sebentar saja.
“Abang serius cerai sama kak Sera?”
“Iya. Udah ngga ada harapan lagi buat pernikahan kita. Dia bukan istri yang abang harapkan. Makanya abang bilang kamu beruntung dapet Alya, dia gadis yang baik. Abang harap kamu tidak menyakitinya dan bisa mencintainya dengan tulus.”
Evan hanya terdiam merenungi ucapan sang kakak. Melihat sikap Alya yang keras, sama seperti dirinya, pasti akan sulit untuk bersatu. Terdengar helaan nafas panjang pria itu. Entah akan seperti apa pernikahannya nanti. Lamunan Evan buyar ketika Karina masuk ke dalam kamar.
“Van.. kamu dipanggil papa.”
Bersama dengan Fariz, Evan keluar dari kamar. Di ruang tengah, nampak Antonio sudah menunggunya. Evan mengambil tempat di depan sang papa. Antonio menyerahkan kotak persegi di tangannya pada Evan.
“Ini mahar untuk Alya. Anak itu sebenarnya hanya meminta seperangkat alat shalat saja untuk maharnya. Tapi papa menambahkan ini.”
Evan membuka kotak beludru tersebut. Di dalamnya terdapat satu set perhiasan, kalung, cincin, anting dan gelang.
Evan kembali menutup kotak perhiasan tersebut lalu menaruhnya di atas meja. Dari arah luar datang Kaisar. Pria itu langsung bergabung dengan yang lainnya di ruang tengah.
“Kata bang Sar, papa udah beliin mobil buat Alya.”
“Mobil-mobilan maksud kamu?” Antonio balik bertanya seraya mengulum senyumnya.
Terdengar desisan Evan. Dia melihat pada kakak iparnya yang sudah membohonginya habis-habisan. Kaisar hanya tertawa saja tanpa merasa berdosa sama sekali. Pria itu menaruh tangannya di bahu sang istri, lalu menariknya sedikit mendekat.
“Papa belum membelikan Alya apapun. Dia itu gadis baik, bukan perempuan matre seperti dugaanmu. Selama hidupnya dia tidak pernah berpacaran. Dia juga anak yang rajin dan pintar memasak. Kurang apalagi coba? Kamu itu baru saja mendapatkan berlian. Harusnya kamu bersyukur.”
Tak ada tanggapan dari Evan. Pria itu hanya mengatupkan mulutnya saja. Kalau tidak ingat kesehatan papanya, dia juga enggan menerima pernikahan ini. Bukan karena tidak mengenal Alya, tapi Evan masih ingin hidup bebas tanpa terikat apapun, termasuk pernikahan.
“Kamu tenang saja, papa akan memberikan bekal untukmu berumah tangga. Papa sudah menyiapkan rumah untukmu dan juga kendaraan supaya kamu bisa mobile. Yang harus kamu pikirkan adalah mencari pekerjaan. Alya akan langsung menjadi tanggung jawabmu begitu kamu menikahinya. Kamu nanti akan bekerja di mana? Sama papa atau sama kakakmu?”
“Aku akan mencari pekerjaan sendiri. Papa ngga usah khawatir.”
“Baiklah kalau itu keputusanmu, papa ngga akan maksa.”
“Soal operasi papa gimana?” tanya Evan.
“Papa akan melakukannya setelah kamu menikah. Kai.. kamu sudah menjadwalkan operasi papa?”
“Sudah, pa. Tenang aja.”
“Sampai papa dioperasi dan pulang dari rumah sakit, aku bakalan tinggal di sini dulu.”
“Baiklah.”
“Aku ke kamar dulu.”
Evan berdiri lalu mengambil kotak beludru yang tadi diberikan oleh Antonio. Dengan langkah lunglai, pria itu masuk ke dalam kamarnya. Antonio tersenyum senang, akhirnya sang anak mau juga menikahi wanita pilihannya.
“Kai.. jam berapa papa dioperasi?”
“Jam sepuluh, pa.”
“Ok.”
☘️☘️☘️
Sama seperti Evan, Alya pun merasakan kecemasan di malam sebelum pernikahannya. Besok dia akan mengikat janji dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Hatinya bimbang apakah dia akan bisa menjadi istri yang baik? Apakah pernikahannya akan baik-baik saja? Apakah Evan akan menerima dirinya dan menjalankan kewajibannya sebagai suami?
Banyak pertanyaan berseliweran di kepalanya. Gadis itu mengusak rambutnya dengan frustrasi. Dalam hatinya hanya bisa berdoa, semoga saja apa yang ditakutkannya tidak menjadi kenyataan. Semoga saja pernikahan yang dijalaninya akan menjadi pernikahan pertama dan terakhir untuknya.
Alya terbangun dari lamunannya ketika mendengar suara ketukan di pintu. Wajahnya nampak sumringah saat melihat sahabatnya, Nana masuk ke kamarnya. Gadis itu segera menghampiri Alya seraya merentangkan kedua tangannya.
“Bestie gue.. besok bakalan jadi nyonya Evan.”
“Ish apaan sih.”
“Lah kan bener apa yang gue bilang. Lo kan besok bakalan nikah sama Evan. Berarti bakalan jadi nyonya Evan nih.”
“Gue takut, Na.”
“Jangan takut, bismillah aja. Emang sih Evan tuh kelihatan nyebelin, tapi lo kan belum tau aslinya dia gimana. Siapa tahu aja, dibalik sikap nyebelinnya, dia itu cowok yang penyayang, romantis dan bertanggung jawab.”
“Aamiin.. mudah-mudahan aja.”
“Alya..”
Perbincangan kedua sahabat itu terputus ketika mendengar suara Dadang memanggil Alya. Dengan cepat gadis itu keluar dari kamarnya. Dia segera menghampiri Dadang yang duduk di ruang depan.
“Alya.. besok kamu akan menikah. Bapak hanya berharap kamu bahagia dan bisa menjadi istri yang baik.”
“Aamiin.. makasih doanya, pak.”
“Maaf kalau selama ini bapak belum bisa menjadi bapak yang baik untukmu.”
Kepala Alya langsung menoleh pada Dadang. Sontak matanya memanas. Selama bertahun-tahun, inilah percakapan pertamanya dengan Dadang. Dan baru sekarang dia melihat sorot mata pria itu melihatnya dengan penuh cinta.
“Bapak..”
“Tidak ada ayah yang tidak menyayangi anaknya, termasuk bapak. Tapi bapak mempunyai cara sendiri untuk menyayangimu. Bapak harap kamu mengerti. Dan maafkan bapak kalau cara bapak menyayangimu membuatmu sakit.”
Tak ada jawaban dari Alya. Tenggorokannya serasa tercekat mendengar pengakuan kalau sang ayah ternyata menyayanginya. Buliran bening mengalir begitu saja membasahi pipinya.
“Ini.. untukmu.”
Dadang menyerahkan buku tabungan beserta ATM pada Alya. Untuk sesaat gadis itu hanya memandangi kedua benda di tangan ayahnya. Tak kunjung ada pergerakan dari Alya, Dadang menarik tangan anak gadisnya, lalu menaruh buku tabungan dan ATM ke tangan anaknya itu.
“Itu uang yang bapak kumpulkan. Tadinya bapak ingin menggunakan uang ini untuk biaya kuliahmu. Tapi kamu menolak untuk kuliah. Jadi.. pakai uang ini untuk biaya hidupmu nanti.”
Airmata Alya semakin deras bercucuran. Isak tangisnya mulai terdengar. Hatinya mengharu biru mendengar ucapan ayahnya. Beberapa kali dia menyusut airmata di wajahnya.
“A.. aku bo.. boleh pe.. peluk bapak?”
Untuk sejenak Dadang hanya memandangi anaknya itu. Namun kemudian tangannya terbuka lebar. Alya langsung masuk ke dalam pelukan Dadang. Tak dapat digambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa merasakan pelukan sang ayah. Nana yang mengintip dari balik pintu juga tidak bisa menahan airmatanya. Dia bahagia melihat hubungan sahabatnya dengan sang ayah membaik.
☘️☘️☘️
“Aaarrggghhhh!”
PRANG!
Sherly melemparkan gelas di tangannya ke lantai. Wanita itu nampak kesal menerima undangan pernikahan Evan dengan Alya. Edward dan Gelar yang tengah berkumpul bersama dengan Sherly, tak kalah terkejutnya. Ternyata wanita yang awalnya dikatakan akan menikah dengan Antonio adalah calon istri Evan.
“Ini ngga benar kan, Ed? Evan ngga akan nikah kan?” Sherly memegang pundak Edward kemudian mengguncangnya.
“Gue juga ngga percaya, Sher.. tapi undangannya jelas. Itu nama Evan bukan om Antonio,” jawab Edward pelan.
“Terus nasib gue gimana? Gue cinta sama Evan.”
Tangis Sherly pecah. Dia begitu frustrasi mengetahui kabar pernikahan Evan yang akan dilangsungkan besok. Gelar mendekati Sherly lalu membawanya duduk di sofa. Diambilkannya minuman untuk wanita itu yang terlihat shock.
“Tenang, Sher. Ini minum dulu.”
Sherly mengambil gelas di tangan Gelar lalu meneguk isinya sampai habis. Ditaruhnya gelas ke atas meja. Untuk sesaat wanita itu hanya terdiam membisu. Edward mendekat lalu merangkul Sherly.
“Lo beneran cinta sama Evan?” tanya Edward.
“Gue cinta sama dia, Ed,” jawab Sherly sambil terisak.
“Sejak kapan lo naksir dia?”
“Gue ngga tau sejak kapan. Tapi mungkin sejak dia akhirnya mau cium gue. Perasaan gue beda aja pas kissing sama dia, ngga kaya ke elo atau Ge.”
Di antara Edward dan Gelar, Evan memang yang paling terakhir mencicipi bibir Sherly. Itu dilakukannya karena pensaran, bagaimana rasanya berciuman. Itu pun tidak sesering Edward dan Gelar. Baru enam bulan lamanya Evan mengikuti jejak kedua sahabatnya mencicipi bibir Sherly, dan tidak sering. Masih bisa dihitung dengan jari.
“Mending lupain Evan, dia bukan jodoh lo,” Gelar mencoba menghibur Sherly.
“Gue cinta sama dia, Ge. Dan gue yakin dia juga punya perasaan yang sama ke gue.”
“Evan ngga cinta sama elo, ngga usah halu, Sher. Lagian dia mana mau sama cewek yang.. sorry.. bebas tidur sama siapa aja.”
“Gue cuma tidur sama elo aja, brengsek!” Sherly memukul lengan Edward.
“Yakin lo? Udah, ngga usah muna sama gue.”
Sherly tak bisa menyanggah ucapan Edward. Karena apa yang dikatakan pria itu benar adanya. Sebelum dengan Edward, dia sudah beberapa kali main dengan lawan jenis. Pria pertama yang mendapatkan mahkotanya adalah asisten papanya. Namun karena pria itu sudah menikah, hubungan mereka tidak berlanjut.
“Liatin aja, gue bakal rebut Evan dari istrinya,” mata Sherly nampak berkilat.
“Ngga usah macem-macem, Sher. Ngga usah nambah gelar pelakor di belakang nama lo. Mending lo relain Evan.”
Sherly tak mempedulikan nasehat Gelar. Dia akan melakukan niatnya itu. Wanita itu yakin kalau Evan tidak mencintai calon istrinya. Dengan begitu dia akan lebih mudah masuk dan merusak rumah tangga pria itu.
☘️☘️☘️
**Untuk para fans setia NR, sebelumnya aku minta maaf kalau aku tidak bisa melanjutkan sequel NR di lapak ini🙏
Sequel NR memang belum akan tayang dalam waktu dekat, tapi saat tayang nanti, rasanya sulit untuk tayang di sini. Kalau pembuat kebijakan menjadi pihak yang mengabaikan dan mengaburkannya dengan berbagai macam dalih, aku tidak bisa ber-word² lagi. Yang jelas aku sudah lelah hayatun dengan neneng entuuun.
Sekali lagi aku minta maaf. Bukan tanpa pertimbangan matang aku melakukan ini. Tapi ternyata kerja kerasku selama ini tidak mendapat apresiasi yang cukup di sini. Di mana hak kami selalu diabaikan tanpa kejelasan🙏**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Wiwie Aprapti
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭sedihhhhhhhhh banget kak......
2025-03-12
1
Anonymous
Jd keinget alm. Bapak yg syg bgt sm aq. Alfatihh buat bpk 😭😭😭
2024-02-15
1
Khodijah Cyti
aku padahal nunggu sequel NR, tp ya sudahlah.. nanti aku bakalan pasang aplikasi pak zo
2023-12-26
1